Alat Tulang di Indonesia
Penemuan alat tulang di Indonesia pada tingkat Pleistosen di Indonesia untuk saat ini hanya diketahui di Ngandong. Di mana alat tulang yang ditemukan itu sebagai unsur dalam konteks kebudayaan Pithecantrophus soloensis (Homo soloensis). Selain itu, juga ditemukan alat-alat lain yang dibuat dari tanduk, serpih dan batu-batu bundar. Alat tulang yang berupa sudip dan mata tombak yang bergerigi pada kedua belah sisinya, berukuran panjang 9,5 cm.
Selain penemuan alat tulang di Indonesia, di Asia Tenggara alat-alat tulang ditemukan di Tonkin, tetapi penemuan di Tonkin ini bercampur dengan penemuan kapak genggam sumatra yang diupam agak kasar. Alat-alat tulang juga ditemukan di daerah Hoabinh yang jumlanya lebih sedikit dibandingkan dengan penemuan artefak kapak genggam Sumatra. Selain itu, alat-alat tulang juga ditemukan di Da But, Vietnam Utara, yang banyak menunjukkan kesamaan dengan alat tulang di Indonesia yang ditemukan di Sampung, dan merupakan jenis-jenis yang tidak ditemukan di Vietnam. Di Da But pun alat-alat tulang ditemukan bercampur dengan kapak genggam Sumatra.
Berdasarkan pada temuan-temuan di situs-situs Asia Tenggara lainnya, Stein Callenfels berpendapat bahwa tradisi alat-alat tulang berasal dari Vietnam Selatan dan Annam, yang secara pperlahan-lahan mendesak pemakaian alat-alat dari batu. Akhirnya tradisi alat-alat tulang itu mencapai daerah Jawa Timur dan berkembang di gua-gua.
Apa Itu Alat Tulang?
Secara umum, alat tulang adalah alat yang terbuat dari bahan tulang dan juga tanduk. Manusia pra-aksara memanfaatkan alat tulang untuk membantu pekerjaan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Alat tulang dibuat dengan cara memangkas sebuah tulang utuh pada bagian tengah secara miring dari pangkal ke arah ujung maupun sebaliknya, sehingga dari proses ini dapat menghasilkan bentuk tulang yang runcing, kemudian pada bekas pangkasan dilakukan penggosokan.
Persebaran Alat Tulang Di Indonesia
Alat tulang di Indonesia tersebar sebagian besar di Pulau Jawa dan sebagian juga tersebar di beberapa pulau di Indonesia.
Alat-Alat Tulang Di Gua Lawa
Penemuan alat tulang di Indonesia yang terkenal adalah penemuan yang berada di Gua Lawa, Sampung pada tahun 1926. Penemuan ini awalnya mendapatkan perhatian dari L.J.C. van Es, yang tertarik pada penemuan tulang-tulang binatang di tempat itu. van Es meneruskan perhatiannya dengan melakukan suatu ekskavasi di bagian timur laut Gua Lawa. Ekskavasi yang dilakukan oleh van Es mencapai kedalaman 13,75 m di bawah permukaan tanah. Dari penggaliannya terlihat bahwa Gua Lawa dahulu pernah dipotong oleh aliran sebuah sungai kecil, yang pada saat ini masih terdapat tidak jauh di depang gua. Lapisan tanah gua berturut-turut dari bawah ke atas memperlihatkan lapisan pasir cokelat dengan batu-batu kali, lapisan abu gunung berapi, dan endapan bekas danau terdapat kedalaman 11,50 m.
Lapisan teratas gua ini setebal 3,50 m merupakan lapisan budaya dan di sinilah van Es menemukan serpih-bilah sederhana, alat-alat tulang (dua macam berbentuk sudip tulang dan semacam belati dari tanduk), mata panah batu yang bersayap dan berpangkal korteks, hematit, alu, dan lesung batu, perhiasan dari kulit kerang, rangka manusia dalam sikap terlipat, serta gigi dan tulang-tulang binatang. Di bagian teratas lapisan budaya terdapat pecahan-pecahan gerabah modern, fragmen-fragmen perunggu dan besi, beberapa beliung neolitik, dan sebuah gerabah berhiaskan pola tali ditemukan di tingkat-tingkat bawah.
Ekskavasi yang sistematis di Gua Lawa baru dilakukan kemudian oleh Stein Callenfels pada tahun 1928-1931. Lapisan budaya yang digalinya setebal 3-4 m, dengan temuan-temuan benda perunggu dan besi, gerabah modern yang bercampur dengan alat-alat neolitik di lapisan atas. lapisan di bawahnya banyak mengandung alat-alat tulang dan tanduk yang menjadi temuan terpenting. Alat-alat tersebut meliputi antara lain lancipan, belati dari tanduk (yang mungkin dipergunakan untuk menggali umbi-umbian), dan beberapa mata kail.
Temuan sudip tulang berjumlah 99 buah dan dapat dibedakan atas dua macam sudip; pertama berbentuk konkaf-konveks, dibuat dari tulang-tulang panjang, kemudian dibelah atau dipecah memanjang dan rata pada bagian tajamnya; kedua adalah sudip, yang dibuat dari tulang-tulang pipih, dikeraskan dengan api, dan digosok. Alat-alat tulang berbentuk konkaf-konveks mencapai 63 buah sedangkan sudip berjumlah 36 buah. Kegunaan sudip tulang ini kemungkinan adalah untuk mengorek dan membersihkan kulit dari umbi-umbian.
Di lapisan ketiga dari ekskavasi yang dilakukan oleh Stein Callenfels ditemukan mata panah, di antaranya ada yang berbentuk kecil, yang mungkin dipakan sebagai mata panah, sumpitan, dan gerabah berhias pola tali. Batu pipisan juga ditemukan sebanyak 79 buah tersebar di dalam seluruh lapisan, dan diantaranya ada pula sejumlah batu giling yang halus pada bagian permukaannya sebagai akibat pemakaian yang terus-menerus. Benda-benda ini kemungkinan dipergunakan untuk menghaluskan atau menumbuk biji-bijian. Sebagian lagi ada yang mengandung bekas-bekas cat merah. Terdapat pula serpih-bilah sederhana dan serut-serut dari kulit kerang.
Rangka manusia ditemukan dalam keadaan tidak lengkap, yang dikuburkan “in situ” dalam sikap terlipat, dengan tangan di bawah dagu atau menutup muka, dan kadang-kadang lututnya dilipat hingga mencapai dagu. Penguburan semacam ini juga ditemukan di Gua Cha, Semananjung Tanah Melayu, dan Sai Yok, Thailand. Diantara rangka-rangka tadi ada pula yang ditimbun dengan batu karang, mungkin dimaksudkan untuk mencegah perginya roh dan badan. Diduga bahwa manusia Sampung memiliki ciri-ciri Australid. Mereka hidup berburu dan mengumpulkan makanan. Di antara tulang-tulang binatang yang diselidiki oleh K.W. Dammerman, terdapat tulang-tulang gajah, kuda nil, rusa, banteng, kancil, kera, harimau, dan landak.
Alat tulang yang berupa sudip dan tombak bergerigi yang ditemukan di Ngandong sangat berkaitan erat dengan Pithecantrophus soloensis dan alat tulang ini juga ditemukan secara bersamaan dengan fosil Pithecantrophus soloensis. Penggunaan alat tulang dari tanduk menjangan memperlihatkan bagian yang diruncingkan. Duri ikan pari ditemukan pula dan benda ini mungkin digunakan sebagai mata tombak. Kegunaan batu-batu bulat dalam kelompok penemuan Ngandong diduga sebagai batu pelempar yang diikatkan pada tali untuk menjerat hewan buruan.

Secara umum, alat tulang adalah alat yang terbuat dari bahan tulang dan juga tanduk yang dimanfaatkan oleh manusia pra-aksara untuk membantu pekerjaan mereka dalam kehidupan seharl-hari. Proses pembuatan alat tulang yaitu dibuat dengan cara memangkas sebuah tulang utuh pada bagian tengah secara miring dari pangkal ke arah ujung maupun sebaliknya. Sehingga dari proses ini dapat menghasilkan bentuk tulang yang runcing, kemudian pada bekas pangkasan dilakukan penggosokan.
Tradisi alat tulang dan tanduk tampak dilanjutkan pada kala Pasca-Plestosen dalam kehidupan di gua-gua. Di Gua Sampung ditemukan sejumlah besar sudip tulang, dan alat-alat tanduk yang diupam. Perkakas tanduk digunakan sebagai pencungkil dan belati. Artefak berupa lat-alat tulang yang ditemukan di Sampung sangatlah dominan dibandingkan dengan temuan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Sampung merupakan industri utama dari pembuatan alat-alat tulang sehingga dapat disebut juga dengan Sampung bone culture.
Daftar Bacaan
- Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.