Dewawarman II (168 – 195)

Dewawarman II atau yang bernama Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra mulai naik takhta di Kerajaan Salakanagara pada tahun 168 menggantikan ayahnya (Dewawarman I). Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra menikahi seorang putri dari keluarga raja Singala (Srilanka). Dari pernikahan ini ia memiliki seorang putra yang bernama Prabu Singasagara Bimayasawirya.

Masa Pemerintahan Dewawarman II

Tidak ada keterangan apapun yang dapat diperoleh mengenai masa pemerintahan Dewawarman II di Kerajaan Salakanagara baik dari sumber prasasti maupun naskah kuno. Hal ini kemungkinan berbagai ancaman yang terdapat di sekitar pelabuhan-pelabuhan Kerajaan Salakanagara telah berhasil dipadamkan oleh Dewawarman I. Sehingga menyebabkan pada rasa aman dan tentram bagi kehidupan sosial, ekonomi dan politik masyarakat di Kerajaan Salakanagara.

Atau mungkin yang terjadi adalah sebaliknya, aktivitas para bajak laut yang berhasil dipadamkan oleh Dewawarman I, kembali mengancam daerah perdagangan setelah mangkatnya Dewawarman I. Dengan demikian, Dewawarman II selama masa pemerintahannya disibukkan dengan melanjutkan perjuangan yang dilakukan oleh Dewawarman I dalam mengamankan pelabuhan-pelabuhan milik Kerajaan Salakanagara yang memang aktif dalam aktivitas kemaritiman.

dewawarman ii
Teluk Lada, Pandeglang, Banten merupakan pelabuhan penting Kerajaan Salakanagara yang memiliki nilai ekonomis tinggi karena letaknya yang berada di daerah Selat Sunda.

Dewawarman II menikahi seorang putri dari keluarga raja Singala (Srilanka). Dari pernikahan ini ia memiliki seorang putra yang bernama Prabu Singasagara Bimayasawirya. yang kemudian melanjutkan pemerintahan Kerajaan Salakanagara sebagai Dewawarman III. Dewawarman II memerintah Kerajaan Salakanagara hingga tahun 195 dan digantikan oleh putranya.

Daftar Bacaan

  • Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa
  • Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 4 Parwa 2
  • Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 3 Parwa 2
  • Ayatrohaedi. 2005. Sundakala: cuplikan sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Ekajati, Edi S. 2005. Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Groeneveldt. W. P. 2009. Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Depok: Komunitas Bambu.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Hindu. Jakarta: Balai Pustaka.

Beri Dukungan

Beri dukungan untuk website ini karena segala bentuk dukungan akan sangat berharga buat website ini untuk semakin berkembang. Bagi Anda yang ingin memberikan dukungan dapat mengklik salah satu logo di bawah ini:

error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca