Dewawarman III (195 – 238)

Dewawarman III dilantik sebagai raja Kerajaan Salakanagara pada tahun 195 menggantikan Dewawarman II. Dewawarman III atau yang bernama asli Prabu Singasagara Bimayasawirya berupaya melanjutkan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pendahulunya. Dewawarman III menikahi seorang perempuan dari Jawa Tengah (kemungkinan adalah putri seorang raja, namun belum diketahui kerajaan apa yang telah eksis di Jawa Tengah pada kurun Dewawarman III memerintah). Dari pernikahan ini, Prabu Singasagara Bimayasawirya memiliki beberapa orang anak, seorang putri tertua yang bernama Tirta Lengkara menikah dengan Raja Kerajaan Ujung Kulon yang bernama Raja Darma Satyanagara.

Masa Pemerintahan Dewawarman III

Masa pemerintahan Dewawarman III tidak begitu banyak diketahui dengan jelas baik dari sumber prasasti maupun naskah kuno. Keterangan yang sangat sedikit mengenai pemerintahannya yang dapat digarisbawahi adalah bahwa ia tetap melanjutkan kebijakan yang dilakukan oleh para pendahulunya, Dewawarman I dan Dewawarman II yang berupaya untuk menumpas para bajak laut yang mengganggu aktivitas kemaritiman Kerajaan Salakanagara.

Keberadaan para bajak laut ini sangat mengganggu aktivitas kemaritiman Kerajaan Salakanagara sejak kerajaan ini masih diperintah oleh Dewawarman I. Pasang-surut kekuatan dan gangguan dari para bajak laut tentu membawa ketidakamanan di dalam aktivitas kemaritiman dan berdampak pula bagi perekonomian kerajaan yang memang salah satunya bersumber dari aktivitas kemaritiman. Melalui pertempuran-pertempuran, bajak laut yang diduga berasal dari Cina (mungkin berasal dari Laut Cina Selatan (?)) berhasil ditumpas oleh Dewawarman III bersama pasukannya.

Setelah berhasil menumpas para bajak laut yang berasal dari Cina, untuk memperkuat politik dan memperoleh sekutu, Dewawarman III kemudian mengadakan hubungan diplomatik antara Kerajaan Salakanagara dengan Kerajaan-kerajaan di Cina dan India. Hubungan ini tentu perlu dilakukan mengingat wilayah perairan Salakanagara memang membutuhkan kerjasama dengan kekuatan-kekuatan politik dari dua peradaban besar tersebut.

Baca Juga  Prasasti Tugu 417 M: Cara Purnawarman Berhasil Mengendalikan Banjir

Pada tahun 238 Dewawarman III wafat dan takhta Kerajaan Salakanagara diserahkan kepada anaknya, Tirta Lengkara. Namun, Raja Kerajaan Ujung Kulong, Darma Satyanagara lah yang menjadi raja di Kerajaan Salakanagara memerintah atas nama istrinya, Tirta Lengkara.

Tidak begitu banyak kejelasan mengenai bagaimana status hubungan antara Kerajaan Salakanagara dengan kerajaan-kerajaan lainnya yang ada di dalam naskah kuno. Mungkin terjadi beberapa kali perubahan status hubungan antara Kerajaan Salakanagara dengan kerajaan-kerajaan lainnya seperti Kerajaan Ujung Kulon. Hubungan itu dapat merupakan hubungan berupa kemitraan (vriendschap) atau mungkin berada di bawah kekuasaan salah satu diantara mereka (Onderdaan). Tapi, nampaknya berdasarkan keterangan dari naskah-naskah kuno, Kerajaan Salakanagara menempatkan dirinya sebagai kekuatan politik yang berada di atas negara-negara lain disekitarnya.

Daftar Bacaan

  • Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa
  • Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 4 Parwa 2
  • Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 3 Parwa 2
  • Ayatrohaedi. 2005. Sundakala: cuplikan sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Ekajati, Edi S. 2005. Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Groeneveldt. W. P. 2009. Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Depok: Komunitas Bambu.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Hindu. Jakarta: Balai Pustaka.
error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca