Dewawarman V atau Darmasatjaya naik takhta sebagai raja Kerajaan Salakanagara menggantikan Dewawarman IV pada tahun 251. Saat Dewawarman IV turun takhta, lagi-lagi Kerajaan Salakanagara tidak memiliki putra mahkota seorang laki-laki. Tradisi kerajaan yang mengharuskan laki-laki sebagai raja, tidak dapat terpenuhi. Untuk mengatasi keadaan ini, maka suami dari putri sulung Dewawarman IV (Mahisa Suramhardini Warmandewi) yang bernama Darmasatyajaya dinobatkan sebagai raja dan diperkenankan memakai gelar Dewawarman V.
Masa Pemerintahan Dewawarman V
Darmasatjaya sendiri tidak diketahui asal-usulnya yang memunculkan beberapa kemungkinan; (1) Darmasatjaya adalah raja daerah dari Kerajaan Salakanagara, sebagaimana Darma Satyanagara (Dewawarman IV) raja Salakanagara sebelumnya yang merupakan raja dari Kerajaan Ujung Kulon; (2) Darmasatjaya masih merupakan kerabat dari Darma Satyanagara dari Kerajaan Ujung Kulon atau merupakan kerabat dari Ratu Tirta Lengkara (istri Dewawarman IV, putri Dewawarman III). Nampaknya Darmasatjaya dinikahkan dengan putri Dewawarman IV untuk kepentingan politis.
Disamping bertindak sebagai raja, Dewawarman V memiliki jabatan lain yaitu sebagai Senapati Sarwajala (panglima angkatan laut Kerajaan Salakanagara). Pada masa pemerintahannya, bajak laut yang mengganggu kawasan perairan Salakanagara pada masa pemerintahan Dewawarman II dan III kembali mengancam. Sehingga menyebabkan Darmasatjaya kembali terjun untuk mengatasi permasalahan di kawasan perairan yang diakibatkan oleh bajak laut. Dalam menjalankan tugasnya sebagai panglima angkatan laut, Dewawarman V gugur di saat perang menghadapi bajak laut pada tahun 276. Dengan gugurnya Dewawarman V, pemerintahan Kerajaan Salakanagara dilanjutkan oleh Mahisa Suramardini Warmandewi seorang diri.
Daftar Bacaan
- Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa
- Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 4 Parwa 2
- Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 3 Parwa 2
- Ayatrohaedi. 2005. Sundakala: cuplikan sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya.
- Ekajati, Edi S. 2005. Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Jakarta: Pustaka Jaya.
- Groeneveldt. W. P. 2009. Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Depok: Komunitas Bambu.
- Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Hindu. Jakarta: Balai Pustaka.