Dinasti Shang (1600-1045 SM)

Kemunculan Dinasti Shang menjadi awal pertanda berakhirnya masa pra-aksara dalam sejarah peradaban Cina. Sebab, Dinasti Shang adalah dinasti pertama di Cina yang memiliki peninggalan bukti tertulis yang secara kuat menunjukkan eksistensinya.

Latar Belakang Berdirinya Dinasti Shang

Sesungguhnya Shang adalah nama sebuah suku yang mendiami kawasan bagian Sungai Huang He yang juga Shang adalah bawahan dari Dinasti Xia. Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Sima Qian, nenek moyang Dinasti Shang adalah Xie. Berdasarkan legenda Xie terlahir setelah ibunya, Jiandi yang menelan sebutir telur burung berwarna hitam.

Ketika Kaisar Yu berkuasa, Xie membantu Yu dalam mengendalikan banjir yang melanda daerah kawasan Sungai Kuning. Oleh karena jasa yang diberikan oleh Xie dalam membantu Yu untuk mengendalikan banjir, Kaisar Shun memberinya sebuah negeri yang bernama Shang. Ketika Shang menjadi negeri bawahan dari Dinasti Xia, Shang dipimpin oleh keturunan ke-14 Xie yang bernama Chen Tang. Chen Tang inilah yang akhirnya menghabisi riwayat dari Dinasti Xia. 

Kaisar terakhir dari Dinasti Xia adalah Jie yang berwatak kejam dan sewenang-wenang, termasuk dengan tanpa alasan sebab kesalahan dari Chen Tang, Kaisar Jie menangkap Chen Tang dan meminta tebusan yang besar kepada negara Shang agar membebaskan Chen Tang. Setelah Chen Tang dibebaskan, Chen Tang menghimpun kekuatannya untuk memberontak dan menggulingkan Dinasti Xia. Setelah berhasil menangkap Jie dan memenjarakannya di Nanchao, Chen Tang mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Shang yang berpusat di Bo.

Keberhasilan Chen Tang untuk menggulinkan Dinasti Xia tidak terlepas dari peranan penasihatnya yang bernama Yi Yin. Berdasarkan legenda, putra Jie melarikan diri ke arah utara dan menjadi cikal-bakal bangsa Hun.

Perkembangan Dinasti Shang

Setelah Chen Tang mendirikan Dinasti Shang, Chen Tang mulai memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang baik dari masa pemerintahan Dinasti Xia. Chen Tang mulai memperbaiki sistem ekonomi dan tidak memperlakukan rakyatnya dengan sewenang-wenang serta mempekerjakan menteri-menteri yang bijak dan mahir di bidangnya masing-masing. Oleh karena kebijakannya itulah, maka pertumbuhan terjadi dengan pesat di segala bidang. 

dinasti shang

Kekuasaan Chen Tang semestinya diteruskan oleh putra mahkota, Taiding, namun karena Taiding telah meninggal sebelum Chen Tang, maka takhta Dinasti Shang dilanjutkan oleh Waibing dan Waibing dilanjutkan oleh Zhongren yang kemudian naik takhta untuk menggantikan Waibing. Setelah empat tahun memerintah, Zhongren digantikan oleh putra Taiding yang bernama Taijia yang diangkat sebagai kaisar oleh Yi Yin (Yi Yin adalah orang yang membantu Chen Tang untuk menggulingkan Dinasti Xia). Namun, Taijia ternyata tidak mengikuti jejak para pendiri Dinasti Shang.

Selama pemerintahan Taijia, dirinya tidak pernah mengurusi masalah pemerintahan negara, sehingga Yi Yin yang bertindak sebagai perdana menteri menurunkan Taijia dari takhta dan mengurungnya di sebuah gubuk di sebelah makam kaisar Chen Tang (pendiri Dinasti Shang) selama tiga tahun, yakni masa perkabungan menurut adat-istiadat bagi kakeknya itu. 

Di dalam pengasingan itu, Taijia diajarkan cara-cara mengendalikan serta mengatur sebuah negara. Setelah Taijia berhasil memahami ajaran-ajaran itu, Yi Yin mengembalikannya ke takhta kaisar Dinasti Shang. Atas peristiwa ini maka dapat terlihat betapa setianya sang perdana menteri mengabdi bagi kepentingan negara. Taijia kemudian berhasil menjadi penguasa yang luar biasa sehingga ia digelari Tai Zong (Leluhur Agung). Setelah Taijia wafat, ia digantikan oleh putranya yang bernama Aoding dan pada masa pemerintahan Aoding inilah, perdana menteri Yi Yin meninggal.

Baca Juga  Kerajaan-Kerajaan Maluku

Penguasa Dinasti Shang setelah Aoding adalah saudaranya yang bernama Taigeng. Penggantinya adalah putranya yang bernama Xiaojia. Ia digantikan kembali oleh adiknya yang bernama Yongji. Pada masa pemerintahan Yongji pamor Dinasti Shang mengalami kemerosotan, sehingga para raja bawahan menolak untuk menghormatinya. Oleh karena itu, tidak lama kemudian Yongji digeser oleh saudaranya yang bernama Taiwu. Kaisar baru ini lalu mengangkat Yi She, putra Yi Yin, sebagai perdana menteri. Kejayaan Shang bangkit kembali dan para raja bawahan bersedia untuk mengakui kekuasaan kaisar seperti sedia kala. Taiwu diberi gelar Zhong Zong (Nenek Moyang Tengah).

Kaisar Dinasti Shang selanjutnya adalah putra Taiwu yang bernama Zhongding. Ia, memindahkan ibukota ke Ao (Provinsi Henan). Setelah kematian Zhongding, saudaranya yang bernama Wairen naik takhta dan setelah wafat ia digantikan oleh saudaranya yang bernama Hedanjia. Semasa pemerintahannya, Dinasti Shang mengalami kemunduran kembali. Namun, kemunduran itu berhasil ditanggulangi oleh pengganti Hedanjia, Zuxin. Penguasa-penguasa selanjutnya adalah Aojia, Zuding, Nangeng dan Yangjia. 

Pada masa pemerintahan Yangjia pamor Dinasti Shang menjadi jatuh dan mulai terjadi konflik internal oleh ada akibat dari perebutan kekuasaan antar-keluarga kerajaan. Pengganti Yangjia adalah adiknya yang bernama Pangeng. Pangeng menyebrangi Sungai Kuning dan memindahkan ibukotanya ke Yin (Anyang). Perpindahan ibukota inilah yang menyebabkan Dinasti Shang juga disebut dengan Dinasti Yin. Hingga saat itu, Dinasti Shang telah memindahkan ibukotanya beberapa kali yang kemungkinan hal ini ada kaitannya dengan banjir yang ditimbulkan oleh luapan air Sungai Kuning.

Pangeng digantikan oleh saudaranya yang bernama Xiaoxin yang kemudian digantikan juga oleh Xiaoyi. Penerus Xiaoyi, Wuding berusaha dengan keras untuk meningkatkan kembali kehormatan Dinasti Shang. Wuding mencari orang-orang yang dianggap dapat membantunya menjalankan roda pemerintahan. Dalam pencariannya, Wuding bertemu dengan Fu Sui dan mengangkatnya sebagai perdana menteri.

Di bawah kinerja dari perdana menteri Fu Sui, Dinasti Shang kembali bangkit dan Kaisar Wuding menganugerahi Fu Sui dengan gelar Gao Zong (Leluhur Tertinggi). Hal menarik adalah peran dari istri Wuding yaitu Fu Hao yang acap kali memimpin peperangan dalam melawan bangsa barbar Guifang yang terletak di utara. 

Setelah Wuding meninggal, kekuasaan Dinasti Shang jatuh ke tangan puteranya yang bernama Zugeng. Selanjutnya Zugeng digantikan oleh Zujia yang selama menjadi penguasa di Dinasti Shang, Dinasti Shang kembali mengalami kemundurannya untuk yang kesekian kalinya. Setelah Zujia, penguasa Dinasti Shang berturut-turut yaitu; Linxin, Gengding dan Wuyi. 

Pada masa pemerintahan Wuyi, Wuyi memindahkan ibukota ke sebelah utara Sungai Kuning. Sebagai penguasa, Wuyi bertindak zalim kepada rakyatnya dan tidak peduli akan ketatanegaraan. Wuyi mati disambar petir saat sedang berburu di mana hal ini dianggap sebagai hukuman Langit atas perilaku Wuyi. Sepeninggal Wuyi, penerus takhta Dinasti Shang adalah Taiding dan Yili. Pada masa pemerintahan Yili, putera tertua Yili yang bernama Weizi tidak diangkat sebagai putra mahkota oleh karena ibunya bukanlah keturunan bangsawan. Sebagai pengganti Weizi, maka diangkatlah putra Yiji yang lainnya yang berasal dari ibu keturunan bangsawan yaitu Zhouxin (Zhouwang atau Dixin).

Keruntuhan

Zhouxin selama memerintah bertindak secara kejam yang mana karena kekejamannya itulah Zhouxin menjadi penguasa Dinasti Shang yang terakhir. Dikisahkan bahwa Zhouxin membunuh orang-orang yang berusaha untuk menghentikan tindakannya yang kejam itu. Salah satunya adalah Jiu Hou dan Er Hou. Salah seorang penguasa daerah negara bagian Zhou yaitu Ji Chang memprotes tindakan pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan oleh Zhouxin sehingga Ji Chang akhirnya harus ditahan.

Baca Juga  Rakeyan Limbur Kancana (954-964)

Putra Jichang yang bernama Boyikao menyadari bahwa ayahandanya dihukum terlalu lama kemudian menghadap Zhouxin serta menyatakan kesediaan dirinya untuk menggantikan ayahnya sebagai tahanan. Zhouxin yang mendengar kabar bahwa Ji Chang yang selama di dalam penjara mempelajari Yijing (teknik meramal) dianggap telah mampu meramal. Zhouxin yang merasa khawatir sekaligus ingin menguji kemampuan Ji Chang. Zhouxin kemudian membunuh Boyikao serta menjadikan dagingnya sebagai bahan campuran bubur. Bubur yang mengandung daging Boyikao itu kemudian diberikan kepada Ji Chang yang sesungguhnya telah mengetahui bahwa bubur itu adalah daging putranya sendiri. Tetapi Ji Chang berpura-pura dan dengan lahap memakan bubur itu serta mengucapkan terimakasih setelah menghabiskannya. 

Mendengar hal itu, Zhouxin merasa senang dan merasa bahwa kemampuan meramal Ji Chang hanya kebohongan belaka. Sehingga Zhouxin memutuskan untuk membebaskan Ji Chang dari tahanan. Ji Chang pun dibebaskan dan kembali ke negerinya untuk memimpin. Ji Chang memimpin rakyatnya dengan baik dan bijak. Tidak henti pula Ji Chang meminta pendapat dan saran dari orang-orang bijak seperti Jiang Ziya yang kemudian diangkat olehnya sebagai perdana menterinya. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila Zhou yang masih menjadi negara bagian Dinasti Shang mulai tumbuh kuat dan bahkan memiliki kemampuan untuk menggeser dan mengakhiri Dinasti Shang.

Akhirnya, peperangan antara Zhou dan Shang tidak terhindarkan. Pasukan Ji Chang secara bertahap mendapat kemenangan dan berhasil menguasai dua negara bagian Shang, Oigua dan Mixu. Pangeran Bigan, paman dari Zhouxin yang merupakan orang bijak berusaha untuk menasihati Zhouxin, tetapi Zhouxin justru membunuh Bigan dan mengorek jantungnya berupaya membuktikan kepercayaan yang pada saat itu beredar bahwa jantung seorang bijak memiliki tujuh lubang.

Pada tahun 1077 SM Ji Fang meninggal dan digantikan oleh putranya yang bernama Ji Fa. Ji Fa naik takhta dengan gelar Wuwang. Ji Fa kemudian menghimpun kekuatan dan kembali menggelar perang dengan Dinasti Shang. Serangan terhadap Kaisar Zhouxin langsung dilakukan. Zhouxin yang kalah dalam pertempuran di Muye memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan membakar diri di Istana Lutai. Dengan kematian Zhouxin, maka berakhirlah riwayat dari Dinasti Shang.

Meskipun Ji Fa telah berhasil menggulingkan Dinasti Shang, ia masih memberikan kesempatan bagi keturunan Zhouxin untuk memerintah, namun kini Shang menjadi daerah bawahan dari Dinasti Zhou. Penguasa Shang adalah Pangeran Lufu, sehingga keturunan dari Dinasti Shang tetap hidup di dalam wilayah kekuasaan Dinasti Zhou.

Perkembangan Teknologi

Perkembangan teknologi Dinasti Shang yang paling utama adalah dengan ditemukannya tulang-tulang ramalan. Tulang-tulang ramalan adalah tulisan-tulisan pada tulang dan tempurung kura-kura. Pada zaman Dinasti Shang, tulang-tulang itu dipergunakan untuk meramal dan menanyakan pelbagai hal pada para dewa serta ruh nenek moyang yang berkaitan dengan perjalanan, perburuan, menangkap ikan, peperangan, iklim, penyakit, mimpi, nasib, panen dan lain-lain.

Tulang-tulang itu dibakar setelah pertanyaan dituliskan di atasnya dan orang-orang pada masa itu meyakini bahwa jawaban dari pertanyaan mereka dapat ditafsirkan dari bentuk retakan-retakan tulang yang telah dibakar itu. Selain menggunakan tulang, masyarakat Dinasti Shang juga menggunakan bambu dan kertas yang terbuat dari gelagah untuk menulis. Namun, sayangnya barang-barang tersebut tentu tidak dapat bertahan lama. Untuk menulis, orang-orang Dinasti Shang telah menggunakan alat tulis yang terbuat dari bulu.

Baca Juga  Prabu Brajawisesa (989-1012)

Masyarakat Dinasti Shang telah mengembangkan teknologi pertanian menetap (irigasi) dengan membudidayakan jewawut, jelai dan gandum. Sedangkan dalam bidang peternakan masyarakat Dinasti Shang telah mengembangbiakkan ulat sutra, beternak babi, anjing, domba dan sapi. Masyarakat Dinasti Shang juga telah mampu membuat perunggu yang tinggi kualitasnya terutama bejana perunggu. Selain itu, masyarakat Dinasti Shang juga telah mampu membuat berbagai jenis senjata serta pembuatan alat transportasi terutama kereta.

Masyarakat Dinasti Shang juga telah menggunakan sistem penanggalan di mana satu minggu terdiri dari 10 hari yang disebut Xun. Adapun nama-nama hari itu menggunakan apa yang disebut dengan “10 batang langit” yang terdiri dari: jia, yi, bing, ding, wu, ji, geng, xin, ren, dan gui. Selain itu, masyarakat Dinasti Shang juga telah menciptakan apa yang disebut dengan “12 cabang bumi”: zi, chou, yin, mao, chen, yi, wu, wei, shen, you, xu, hai.

Berdasarkan penemuan-penemuan di atas menunjukkan bahwa masyarakat Dinasti Shang bukanlah masyarakat primitif dan juga kehidupan masyarakat telah tergambarkan dengan jelas dan logis. Sehingga Dinasti Shang ini bukanlah termasuk ke dalam zaman dongeng seperti Dinasti Xia. Masyarakat Dinasti Shang telah hidup di dalam kota-kota besar yang dikelilingi tembok pelindung sebagai pertahanan mereka.

Kehidupan Sosial-Budaya

Berdasarkan hasil ekskavasi terhadap situs pemakaman yang berasal dari Dinasti Shang, dapat kiranya memberikan gambaran mengenai tingginya budaya dan kehidupan sosial pada masa itu. Teknik pembuatan perunggu yang telah tinggi itu dapat dilihat dari bejana perunggu yang ditemukan dengan bobot 732,84 Kg dan dikenal sebagai bejana perunggu terbesar di dunia.

Pada masa Dinasti Shang telah berkembang sistem perbudakan, di mana kaum bangsawan hidup dalam kemewahan. Sementara, kaum budak hidup dalam kondisi yang sangat buruk dan memprihatinkan. Setelah pemilik budak meninggal, budak-budaknya juga dikubur hidup-hidup sebagai korban bersama hewan-hewan.

Sistem Pemerintahan

Dinasti Shang menerapkan sistem pemerintahan yang aristokratik, di mana seorang kaisar memerintah atas sejumlah kaum bangsawan yang bertanggung jawab menyediakan bantuan militer apabila negara berada dalam bahaya. Salah satu tugas mereka adalah membendung serangan bangsa barbar yang sering mengancam dataran Cina. Hal ini dibuktikan dari contoh Ji Chang (pendiri Dinasti Zhou) yang awal mulanya bergelar Xibo atau bangsawan barat yang memiliki tugas menghalau serangan suku barabar di bagian barat Cina.

Sistem Kepercayaan

Dinasti Shang telah mengenal kelas khusus di dalam struktur sosial, yakni para pendeta yang bertujuan untuk melakukan pemujaan terhadap leluhur maupun para dewa. Sedangkan rakyat Dinasti Shang mengembangkan kepercayaan politeistik yang terdiri dari berbagai makhluk dewa dan setengah dewa (guishen).

Daftar Bacaan

  • Boltz, William G. February 1986. “Early Chinese Writing, World Archaeology”. Early Writing Systems. 17 (3): 420–436.
  • Ebrey, Patricia Buckley. 1999. The Cambridge Illustrated History of China. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Hu, Yue; Marwick, Ben; Zhang, Jia-Fu; Rui, Xue; Hou, Ya-Mei; Yue, Jian-Ping; Chen, Wen-Rong; Huang, Wei-Wen; Li, Bo. 19 November 2018. “Late Middle Pleistocene Levallois stone-tool technology in southwest China”. Nature. 565 (7737): 82–85.
  • Lewis, Mark Edward. 2007. The Early Chinese Empires: Qin and Han. Cambridge: Harvard University Press.
  • Liu, Wu; Martinón-Torres, María; Cai, Yan-jun; Xing, Song; Tong, Hao-wen; Pei, Shu-wen; Sier, Mark Jan; Wu, Xiao-Hong; Edwards, R. Lawrence; Cheng, Hai; Li, Yi-Yuan; Yang, Xiong-xin; De Castro, José María Bermúdez; Wu, Xiu-jie (2015). “The earliest unequivocally modern humans in southern China”. Nature. 526 (7575): 696–699.
  • Wilkinson, Endymion. 2018. Chinese History: A New Manual (5th ed.). Cambridge: Harvard University Asia Center.

Beri Dukungan

Beri dukungan untuk website ini karena segala bentuk dukungan akan sangat berharga buat website ini untuk semakin berkembang. Bagi Anda yang ingin memberikan dukungan dapat mengklik salah satu logo di bawah ini:

error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca