Ekspedisi Demak Menguasai Sunda Kelapa
Ekspedisi Demak Menguasai Sunda Kelapa – Kedatangan bangsa Eropa ke Dunia Timur (Asia) termasuk ke Kepulauan Nusantara umumnya dilandasi keinginan mereka untuk berdagang terutama mencari penghasil komoditas rempah-rempah, menyalurkan jiwa penjelajah, dan menyebarkan agama. Adapun sebab dan tujuan bangsa Eropa ke dunia Timur adalah sebagai untuk memenuhi 3G yaitu Gold (Kekayaan), Glory (Kemuliaan), dan Gospel (Menyebarkan agama). Bangsa Eropa tersebut di antaranya Bangsa Portugis. Di bawah ini akan dijelaskan tentang ekspedisi Demak menguasai Sunda Kelapa pada tahun 1527 dipimpin oleh Fatahillah.
Ekspansi Portugis
Setelah berhasil menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis berusaha melebarkan perdagangannya dan mulai memasuki Kepulauan Nusantara. Bangsa Portugis tiba di Kerajaan Pajajaran pada tahun 1522 di bawah pimpinan Henry Leme dan disambut baik oleh Raja Pajajaran dengan maksud agar Portugis mau memberikan bantuan dalam menghadapi ancaman ekspansi yang hendak dilakukan oleh Kerajaan Demak. Portugis mengadakan perjanjian Sunda Kelapa dengan Kerajaan Pajajaran yang salah satu isinya yaitu Portugis diizinkan untuk mendirikan bentengnya di Sunda Kelapa.
Kerajaan Demak berdiri sekitar abad ke-15 yang didirikan oleh Raden Patah seorang putra raja Majapahit, Brawijaya V. Pada masa Kerajaan Majapahit masih menunjukkan eksistensinya di Pulau Jawa, Kerajaan Demak merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Majapahit. Ketika Kerajaan Majapahit mengalami kehancuran akibat serangan Kerajaan Demak pada tahun 1478, Demak bangkit menjadi Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.
Pada awal abad ke 16, Kerajaan Demak telah menjelma sebagai kekuatan politik terkuat di Pulau Jawa dan tidak ada satu pun kerajaan lain di Pulau Jawa yang mampu menandingi usaha Kerajaan Demak dalam memperluas kekuasaan nya dengan menguasai beberapa kawasan pelabuhan dan pedalaman di Pulau Jawa. Pada masa kepemimpinan Pati Unus (raja Demak kedua) Kerajaan Demak merasa terancam dengan berkuasanya Portugis di Malaka. Sehingga perlu kiranya melakukan pengusiran terhadap Portugis dari Malaka. Oleh karena itu Pati Unus kemudian melakukan ekspedisi ke Malaka untuk mengusir Portugis, namun usaha itu menemui kegagalan.
Setelah kegagalan ekspedisi Pati Unus menyerang Portugis ke Malaka, maka terbukalah jalan bagi Portugis untuk masuk lebih dalam ke Kepulauan Nusantara. Pada awal tahun 1527 Portugis kembali datang ke Kerajaan Pajajaran untuk merealisasikan Perjanjian Sunda Kelapa, namun disambut dengan pertempuran oleh pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpian Fatahillah. Pertempuran berakhir dan nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta.
Politik Ekspansi Kerajaan Demak
Sampai dengan dekade ke-2 abad ke 16, Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang memiliki nilai strategis secara ekonomi dan politik dari Kerajaan Padjajaran. Bandar ini menjadi pelabuhan perantara paling ramai di kunjungi para pedagang arab, india, china, dan para pedang nusantara setelah nusantara.
Kawasan jawa barat yang sampai tahun 1526 dikuasi padjajaran menjadi fokuus politik ekspansi Kerajaan Demak dengan tujuan melakukakn islamisasi diwilayah itu. menacapkan pengaruh secara politis dan mengontrol kegiatan perdagangan di pantai utara baguan barat dan selat sunda merupakan tujuan utamanya.politik eksapansi ini berarti berhadapan dengan kerajaan padjajaran yang sejak tahun 1522 telah menjalin persekutuan dengan portugis yang merupakan musuh besar Demak. Kepentingan antara portugis dan kerajaan padjajaran itu, kemudian dituangkan dalam bentuk perjanjian persahabatan militer dan ekonomi, yang selanjutnya dikenal sebagai perjanjian padrao (padrong).
Portugis dan Demak Menuju Sunda Kelapa
Pendudukan Portugis atas Malaka pada tahun 1511 serta kebijakan monopoli yang diterapkannya membuat aktifitas perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Islam di Malaka menjadi terganggu. Saat itu Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Fatah merespon atas penaklukan atas Malaka dengan melakukan penyerangan ke Malaka yang dipimpin oleh Pati Unus. Selain sebagai bentuk solidaritas, serangan yang dilakukan oleh Kerajaan Demak ke Malaka juga dimaksudkan untuk menghambat niatan tersembunyi Portugis untuk menguasai Pulau Jawa.
Portugis yang mengincar Pulau Jawa dengan terlebih dahulu menguasai Sunda Kelapa, begitu juga Kerajaan Demak yang ingin menguasai pelabuhan itu. Portugis dan Kerajaan Demak kemudian menyusun rencana untuk segera menduduki Sunda Kelapa. Pada tahu 1526, Alfonso d’Albuquerque mengirim enam kapal perang di bawah pimpinan Francisco de Sa menuju Sunda Kelapa. Kapal yang dikirim adalah jenis Galleon yang berbobot hingga 800 ton dan dilengkapi oleh 21-24 pucuk meriam. Armada Portugis yang berangkat dari Malaka diperkirakan membawa prajurit bersenjata lengkap sebanyak 600 orang.
Pada tahun yang sama, Sultan Trenggana dari Kerajaan Demak mengirimkan 20 kapal perang bersama 1500 prajurit di bawah pimpian Fatahillah menuju Sunda Kelapa. Armada perang Kerajaan Demak terdiri dari kapal tradisional jenis lancaran dan Pangajawa yang ukurannya jauh lebih kecil dari Galleon. Kapal-kapal Kerajaan Demak ini digerakkan oleh layar dan dayung serta dilengkapi paling banyak 8 pucuk meriam buatan lokal yang jangkauannya tidak sejauh meriam Portugis.
Perebutan Sunda Kelapa
Penguasaan Malaka pada tahun 1511 oleh Portugis menjadi ancaman tersendiri bagi Kerajaan Demak. Pada tahun 1512, Kerajaan Demak melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka di mana ekspedisi itu berada di bawah pimpinan Pati Unus (Pangeran Sabrang Lor) dengan bantuan kerajaan Aceh. Namun, serbuan Kerajaan Demak tersebut mengalami kegagalan. Penyerangan dilakukan sekali lagi bersama Aceh dan kerajaan Johor, tetapi tetap dapat berhasil dipatahkan oleh Portugis. Perlawanan Kerajaan Demak terhadap Portugis selanjutnya diperlihatkan dengan Kerajaan Demak yang selalu menyerang dan membinasakan setiap kapal dagang Portugis yang melewati jalur laut Jawa. Oleh sebab itulah kapal dagang Portugis yang membawa rempah-rempah dari Maluku (Ambon) tidak melalui Laut Jawa, tetapi melalui Kalimantan Utara.
Upaya selanjutnya dari Kerajaan Demak untuk mencegah Portugis menduduki Jawa adalah dengan melakukan penaklukan terhadap Pelabuhan Sunda Kelapa yang pada saat itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Sultan Trenggana kemudian mengutus Fatahillah untuk mengusir Portugis dengan mengirim pasukannya menuju Sunda Kelapa. Pasukan yang dikirim Fatahillah tersebut merupakan pasukan yang terlatih, sejumlah perwiranya merupakan veteran pasukan Pati Unus yang memiliki pengalaman perang laut untuk bagaimana menghadapi kapal-kapal Portugis.
Setelah Kerajaan Cirebon menggabungkan diri dengan Demak, maka Fatahillah tidak langsung menggempur Sunda Kelapa, melainkan mengarahkan armadanya ke Banten yang tidak dipertahankan secara kuat oleh tentara prajurit kerajaan Padjajaran. Sehingga, Banten dapat diduduki oleh pasukan gabungan Kerajaan Demak dan Kerajaan Cirebon pada akhir tahun 1526. Penguasa Banten kemudian dipegang oleh Maulana Hasanudin, tokoh penyebar agama Islam dari Cirebon.
Pada awal tahun 1527, Fatahillah menggerakkan armadanya ke Sunda Kelapa, sementara pasukan Banten secara bertahap menduduki wilayah demi wilayah dari arah barat. Pasukan Kerajaan Cirebon bergerak menguasai wilayah Padjajaran bagian timur Jawa Barat. Dalam kondisi itu, Sunda Kelapa telah dipertahankan oleh kerajaan Padjajaran secara kuat, baik di darat maupun laut.
Seluruh pasukan Kerajaan Demak dan Kerajaan Cirebondi bawah pimpinan Adipati Keling dan Adipati Cangkuang dari Kerajaan Cirebon berhasil didaratkan dan langsung berhadapan dengan pasukan darat kerajaan Padjajaran yang dipimpin Sri Baduga Maharaja. Dalam waktu sehari Sunda Kelapa dapat dikuasai oleh pasukan Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Fatahillah. Oleh karena itu, Sultan Trenggana mempercayakan Fatahillah sebagai penguasa Sunda Kelapa yang baru. Kapal-kapal dan prajurit Kerajaan Demak yang disertakan dalam ekspedisi itu tetap dipertahankan di Sunda Kelapa untuk mendukung gerakan pasukan Islam yang sedamg bergeral ke kawasan Pakuan (Pakwan) yang menjadi ibu kota Padjajaran. Selain itu, disiapkan untuk menghadapi kedatangan armada Portugis yang diketahui sedang bergerak ke arah Jawa bagian barat.
Perkembangan politik di Sunda Kelapa ternyata tidak diketahui oleh armada Portugis. Pada bulan Juni 1527 kapal-kapal Portugis telah berada di Teluk Sunda Kelapa, dimana sebuah kapal ditugaskan merapat dipelabuhan dan meurunkan pasukan bersenjata lengkap untuk merealisasikan perjanjian membangun loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng pertahanan) antara Portugis dengan Kerajaan Padjajaran pada 21 Agustus 1522. Buah perjanjian itu, Sunda Kelapa akan menerima barang-barang yang diperlukan.
Kapal-kapal Portugis lainnya membentuk formasi diperairan terbuka untuk menghadang kedatangan armada Kerjaan Demak yang diperkirakan akan muncul dari Teluk Sunda Kelapa. Fatahillah sengaja menahan armadanya untuk tetap bertahan di teluk lantaran mempertahankan Sunda Kelapa menjadi tujuan utamanya.

Hal ini didasarkan pada dua perkiraan, yaitu Pertama kapal-kapal Kerajaan Demak akan sulit menghadapi armada Portugis dilaut terbuka karena ketertinggalan teknologi senjata dalam hal jangkauan meriam dan menggiring Portugis untuk memaksakan pertempuran pantai yang memang menjadi spesialisasi kapal dan prajurit Kerajaan Demak. Kedua, pada saat itu sedang terjadi badai diperairan terbuka yang membahayakan pelayaran kapal-kapal Kerajaan Demak karena tonase dan ukurannya relative kecil.
Dalam suasana yang serba mencekam dan tidak pasti itu, sebuah kapal perang Portugis mencoba memasuki teluk untuk menghindari badai. Namun kehadiran kapal itu segera dikepung dan ditenggelamkan oleh kapal-kapal Kerajaan Demak yang mampu mengarahkan meriam dan bola api tepat di lambung dan geladak kapal yang naas itu. Empat kapal Portugis lainnya tidak berani memasuki Teluk Sunda kelapa dan memilih meghadapi badai. Tenggelamnya dua kapal ini membuat Fransisco de Sa memerintahkan armadanya kembali ke Malaka.
Kemenangan pertempuran ini menunjukan kehebatan pasukan Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Fatahillah. Atas kemenangan ini, kemudian Fatahillah diangkat sebagai Gubernur di Sunda Kelapa. Untuk memeperingati kemenangan armada Kerajaan Demak dalam merebut Sunda Kelapa dari kekusaan Kerajaan Padjajaran dan mempertahankannya dari Portugis. Maka pada tanggal 22 juni 1527, Fatahillah mengubah nama pelabuhan ini menjadi Jayakarta yang berarti Kemenangan mutlak.
Dampak Ekspedisi Demak Menguasai Sunda Kelapa
Ekspedisi Demak berhasil menguasai Sunda Kelapa pada tahun 1527 dipimpin oleh Fatahillah berdampak pada:
1) Jalan perdagangan yang membentang dari Maluku sampai Aceh dapat diselamatkan dari pengaruh Portugis.
2) Kerajaan Demak dapat menguasai seluruh bandar di pesisir utara Pulau Jawa dari Banten sampai Surabaya.
3) Kerajaan Padjajaran terisolir dari laut Jawa sehingga tidak dapat berhubungan dengan bangsa Portugis dan terutama perdagangan internasional sebab dengan dikuasainya Sunda Kelapa, menyebabkan perekonomian Kerajaan Pajajaran semakin terpuruk dan hanya mengandalkan hasil domestik.
Daftar Bacaan
- Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan Dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam Di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.