Manusia Purba Jenis Homo Erectus
Homo erectus – Memasuki abad ke-20, para ahli arkeologi dan antropologi mulai memperdebatkan peranan dari Homo erectus dan menjadikannya mulai mendapatkan tempat yang cukup penting dalam evolusi manusia. Penemuan fosil hominidae di wilayah Jawa dan lainnya di Kepulauan Indonesia nampaknya telah menimbulkan spekulasi bahwa manusia modern pertama kali mengalami evolusinya di Asia terutama di Kepulauan Indonesia.
Penemuan Fosil
Hasil ini tentunya amatlah bertentangan dengan prediksi beberapa ilmuwan sebelum abad ke-20 yang menyatakan bahwa nenek moyang manusia yang paling pertama merupakan orang Afrika berdasarkan fakta kekerabatan terdekat antara manusia dengan simpanse dan gorila yang merupakan spesies yang dianggap sama-sama berasal dari Afrika. Akan tetapi, pada pertengahan abad ke-20, sejumlah fosil yang ditemukan di wilayah Afrika Timur telah menjadi bukti bahwa hominidae tertua berasal dari wilayah tersebut.
Saat ini, mayoritas peneliti meyakini bahwa Homo erectus merupakan keturunan awal dari genus seperti Ardipithecus ramidus dan Australopithecus, atau bagian dari spesies awal Homo lainnya Homo habilis atau Homo ergaster. Faktanya, Homo habilis dan Homo erectus hidup berdampingan selama beberapa ribu tahun dan bisa jadi merupakan keturunan terpisah dari nenek moyang yang sama.
Fosil pertama dari Homo erectus ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890 yang mana diantara fosil-fosil itu awalnya dikategorikan sebagai bagian dari Pithecanthrophus erectus. Namun, perkembangan selanjutnya sekitar tiga dekade kebanyakan ahli paleoantologi menganggap bahwa penemuan Eugene Dubois di Jawa terdapat ciri dari Homo erectus.
Penemuan-penemuan selanjutnya juga terjadi dibeberapa tempat di Asia terutama memasuki awal abad ke-20 di beberapa lokasi berbeda di Jawa (Kedung brubus, Mojokerto, Sangiran, Ngandong, Sambung Macan dan Ngawi). Penemuan selanjutnya pada tahun 1920 di Cina di gua dan celah Zhoukoudian, dekat Kota Beijing. Berdasarkan temuan di Zhoukoudian oleh Davidson Black lebih dikenal dengan manusia Peking.
Penemuan lainnya selain di Zhoukoudian dilanjutkan setelah Perang Dunia 2 berakhir diantaranya di empat situs (Gongwaling, Chenjiawo, Gua Hulu (Nanjing) dan Hexian). Berdasarkan banyaknya temuan yang terdapat di Cina setelah Perang Dunia 2 menjadikan Homo erectus sebagai spesies khas Asia. Akan tetapi, ketika terjadi penemuan di Afrika pada akhir abad ke-20, telah merubah pandangan ini sebab dimungkinkan bahwa fosil Homo erectus tentu juga terdapat di Eropa.
Penemuan di Afrika terhadap fosil dan jejak peninggalan Homo erectus dimulai pada tahun 1954-1955 di Tighenif, Aljazair yang menghasilkan sisa-sisa peninggalan yang diduga peninggalan dari Homo erectus sekitar 700.000 tahun yang lalu dan memiliki kemiripan bentuk dengan temuan yang berasal dari Cina.
Selain di Aljazair, penemuan yang meyakinkan mengenai keberadaan Homo erectus di Afrika adalah penggalian di Tanzania tahun 1970 oleh Louis S. B. Leakey. Penemuan di Tanzania ini menyatakan bahwa Homo erectus berasal dari sekitar 1,2 juta tahun yang lalu.
Sejak tahun 1970-an awal mulai dilakukan penggalian terhadap sisa-sisa peninggalan Homo erectus di Afrika Timur terutama di daerah barat laut Kenya tepatnya di Danau Turkana yang juga biasa disebut dengan situs Koobi Fora yang diduga berasal dari 1,7 juta tahun yang lalu. Penemuan fosil Homo erectus di Danau Turkana ini berupa fosil dari seorang remaja laki-laki yang kemudian diberi nama “Turkana boy”. Temuan ini adalah yang terpenting sebab dapat memberikan banyak informasi tentang pertumbuhan, perkembangan dan proporsi dari Homo erectus. Pada tahun 1971 juga ditemukan sisa peninggalan Homo erectus di Maroko. Namun, temuan ini diperkirakan berasal dari 400.000 tahun yang lalu.
Di Eropa pada tahun 1907 meskipun telah ditemukan fosil di utara Mauer, dekat Heidelberg, Jerman yang berusia 500.000 tahun yang lalu masih belum dapat dipastikan apakah fosil tersebut merupakan kategori dari Homo erectus sebab tidak ada temuan lain yang ditemukan untuk memastikan bahwa fosil ini merupakan Homo erectus. Apabila menakar pada usianya, fosil ini akan sezaman dengan temuan di Zhoukoudian, Cina. Sehingga beberapa ahli menganggap bahwa temuan di Heidelberg merupakan kategori dari Homo erectus.
Perihal dengan pengklasifikasian itu, apabila diperhatikan pada struktur rahang dari temuan di Heidelberg memiliki struktur yang cenderung lebih modern daripada jenis Homo erectus yang ditemukan di Asia maupun di Afrika. Namun, beberapa ahli juga menganggap bahwa temuan di Heidelberg merupakan spesies tersendiri yang terpisah dengan Homo erectus di Asia dan Afrika dengan nama Homo heidelbergensis. Selain temuan di Heidelberg, juga ditemukan fosil lain di Boxgrove, West Sussex, Inggris yang diduga memiliki kemiripan dengan temuan di Heidelberg.
Penemuan yang diduga berasal dari Homo erectus di Eropa ditemukan pada tahun 1994 di Ceprano, Italia. Fosil ini diperkirakan berusia lebih tua jika dibandingkan dengan temuan di Heidelberg dan menunjukkan ciri dengan alis tebal, tempurung otak yang rendah, tengkorak belakang yang lebih bersudut dan tengkorak belakang yang tebal di mana hal ini merupakan ciri khas dari Homo erectus.
Pada tahun 1991 ditemukan fosil di wilayah Pegunungan Kaukasus tepatnya di desa Dmanisi dengan rahang dan gigi yang lengkap. Fosil ini ditemukan bersama dengan tulang-tulang hewan dan peralatan batu yang diperkirakan fosil ini lebih tua juka dibandingkan dengan Heidelberg dan Ceprano. Pada tahun 1999 ditemukan dua tengkorak lagi dari situs yang sama. Berdasarkan temuan tahun 1999 ini diidentifikasikan memiliki kemiripan dengan fosil dari situs Koobi Fora di Kenya. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa fosil Dmanisi berusia 1,7 juta tahun yang lalu dan menjadi bukti akan penyebaran Homo erectus ke luar Afrika.
Ciri-ciri Homo erectus
Berdasarkan penanggalan kalium-karbon, Homo erectus diperkirakan hidup sejak 1,7 juta tahun yang lalu. Homo erectus memiliki postur tubuh yang lebih tinggi dibanding jenis hominidae pada masa sebelumnya. Salah satu fosil rangka yang paling lengkap yang pernah ditemukan yang berusia 1,5 juta tahun, yaitu spesimen dari anak laki-laki yang diberi nama Turkana Boy, yang memiliki tinggi 1,6 meter.
Sebagai perbandingan dari penemuan ini adalah rangka Australopithecus bernama Lucy yang hanya memiliki tinggi sekitar 1,1 meter. Meskipun begitu, secara keseluruhan spesies ini memiliki variasi dalam hal postur tinggi badan di mana tidak hanya terdapat makhluk yang berukuran tinggi, tetapi juga pendek.
Homo erectus juga memiliki ukuran otak rata-rata 850-1.000 cc di mana angka ini lebih besar jika dibandingkan dengan jenis hominidae sebelumnya yang sebagian besar berada pada kisaran di bawah 1.000 cc. Otak dan postur tubuh yang lebih besar ini menandakan bahwa mereka membutuhkan lebih banyak makanan dan tenaga untuk dapat bertahan hidup. Bentuk gigi dari fosil spesies ini juga menunjukkan bahwa Homo erectus tersebut memakan berbagai jenis makanan. Berdasarkan hasil ini membuat para ilmuwan menyimpulkan bahwa spesies ini memakan lebih banyak protein hewan dibanding spesies hominidae sebelumnya.
Ukuran otak yang lebih besar ini juga menjelaskan mengapa spesies ini memiliki perilaku yang relatif berbeda. Berdasarkan jejak sejarah dari peralatan kehidupan yang ditemukan hominidae telah melakukan perburuan hewan setidaknya sejak 2,75 juta tahun yang lalu dan bisa saja telah menggunakan api untuk memasak makanan sejak 1,9 juta tahun yang lalu.

Berdasarkan hasil temuan ini menunjukkan bahwa berbagai peralatan kehidupan purba tersebut telah dimulai sejak peradaban Homo erectus. Spesies ini memiliki kecerdasan yang meningkat sehingga mampu berkembang untuk beradaptasi pada berbagai lingkungan yang berbeda. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila persebaran Homo erectus menjangkau berbagai wilayah, baik Afrika, Asia dan Eropa.
Hasil Kebudayaan
Berdasarkan pada isi tengkoraknya, Homo erectus memiliki volume otak yang lebih besar apabila dibandingkan dengan hominidae lainnya. Sehingga dapat dikatakan Homo erectus jauh lebih pintar. Keterampilan dalam membuat dan mengolah alat-alat yang berasal dari batu berupa kapak genggam begitu pun juga dengan alat serpih terutama dengan bentuk yang lebih halus juga telah mampu dilakukan oleh Homo erectus. Homo erectus diduga juga telah mampu menggunakan api untuk mengolah makananannya.
Kehidupan
Homo erectus mempertahankan hidupnya dengan cara berburu dan meramu, layaknya jenis-jenis pendahulunya. postur tubuh yang dapat berdiri tegak dan kaki yang lebih kuat memungkinkan Homo erectus untuk dapat melakukan penjelajahan yang sangat jauh apabila dibandingkan dengan jenis-jenis pendahulunya. Persebaran dari Homo erectus ini tidak hanya sekedar melintasi daratan yang sangat luas tetapi Homo erectus juga diperkirakan sebagai pelaut yang cukup handal sebagai spesies hominidae.
Berdasarkan temuan yang diduga Homo erectus di Zhoukoudian, Homo erectus hidup di gua-gua dengan mengkonsumsi binatang dan biji-bijian. Terutama berdasarkan temuan di Zhoukoudian berupa tulang-tulang hewan yang hangus terbakar, sisa arang dan perapian kuno menunjukkan bahwa Homo erectus telah mampu mengolah makanan dengan memanfaatkan api. Hal ini tentunya menjadi suatu kemajuan yang luar biasa bagi hominidae sebab Homo erectus adalah hominidae pertama yang mampu memanfaatkan api untuk mengolah makanannya.
Akan tetapi, yang menarik adalah penemuan di Sangiran, Lantian, Trinil, Sangiran, dan Mojokerto, Tighenid, Olduvai, dan Koobi Fora di mana di fosil-fosil Homo erectus ditemukan di tempat-tempat terbuka yang membuat spekulasi bahwa Homo erectus kemungkinan juga membuka perkemahan-perkemahan atau pemukiman-pemukiman semi-nomaden. Hal ini ditunjukkan dengan ditemukannya pula bekas-bekas penggalian dan batu-batu peralatan yang diduga sebagai peralatan untuk membangun pemukiman. Terutamanya adalah serpihan-serpihan batu yang dikategorikan sebagai alat serpih ini tentunya alat-alat itu dibuat oleh manusia.