Manusia Wajak (Homo wajakensis) merupakan satu-satunya temuan manusia purba di Indonesia yang untuk sementara dapat disejajarkan perkembangannya dengan manusia modern awal dari akhir kala Pleistosen.
Penemuan Fosil Homo Wajakensis
Penemuan fosil Homo wajakensis ini ditemukan di desa Wajak dekat Tulungagung, Jawa Timur oleh B. D. van Riestchoten pada 24 Oktober 1888 disebuah tambang marmer yang kemudian fosil ini lebih lanjut diteliti oleh Eugene Dubois tahun 1889. Eugene Dubois sendiri baru menemukan fosil Homo wajakensis pada tahun 1890 di mana dari hasil temuannya terdapat kemiripan antara Homo wajakensis dengan penduduk asli Australia.
Homo wajakensis adalah salah satu jenis fosil manusia purba dari genus Homo yang berasal dari masa Pleistosen (Diluvium) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Homo wajakensis juga dikategorikan termasuk ke dalam jenis Homo sapiens. Fosil manusia purba jenis Homo wajakensis adalah merupakan jenis manusia purba yang mendekati ciri-ciri dari manusia modern.
Ciri-Ciri Homo Wajakensis
Berdasarkan pada hasil penemuan fosilnya, tampak terlihat bahwa bentuk mukanya tidak terlalu menonjol ke depan yang mana tampak muka menonjol ke depan merupakan ciri dari Pithecanthropus. Sementara itu, tampak juga bagian hidung yang lebar dan akar hidungnya melesak ke bawah dahi dengan tulang hidung yang sempit. Bagian mulut terlihat langit-langitnya yang besar dan dalam serta masih menonjol di mana ini lebih besar jika dibandingkan dengan ras Austroloid. Tengkorak Homo wajakensis berukuran lebih besar jika dibandingkan dengan tengkorak Pithecanthropus.

Tengkorak Homo wajakensis berbentuk lonjong dan menunjukkan dahi yang agak miring ke belakang, di atas mata terdapat busur kening yang nyata dan bagian tengah atap tengkorak yang berlunas. Tulang pipi terlihat menojol sebagaimana terdapat dalam ciri-ciri ras Mongoloid namun dengan mata yang besar dan sedikit berposisi rendah. Berdasarkan dari temuan tulang paha dan tulang kerinya dapat disimpulkan bahwa Homo wajakensis berpostur tinggi dan ramping.
Homo wajakensis mempunyai tinggi badan sekitar 130- 210 cm, namun rata-rata berkisar 170-180 cm dengan berat badan antara 30-150 kg dan berbadan tegap. Volume otaknya rata-rata mencapai 1350-1650 cc, meskipun diduga Homo wajakensis memiliki volume otak antara 1000-2000 cc. Di mana isi tengkoraknya ini melebihi isi tengkorak manusia modern. Homo wajakensis diperkirakan hidup antara 40.000-25.000 tahun yang lalu.
Homo wajakensis telah menunjukkan kemajuan yang diantaranya adalah makanan yang mereka makan telah diolah atau dalam arti disini dimasak walaupun masih sangat sederhana. Tengkorak Homo wajakensis memiliki banyak persamaan dengan tengkorak penduduk asli Australia, Suku Aborigin. Oleh karena itu, Eugene Dubois menduga bahwa Homo wajakensis termasuk dalam ras Australoid, yang berevolusi dari Homo Soloensis dan menurunkan bangsa Aborigin.
Homo wajakensis tidak langsung berevolusi dari Pithecanthropus, tetapi mungkin merupakan tahapan dari Homo neanderthalensis. Namun, hingga kini tanda-tanda dari keberadaan Homo neanderthalensis belum ditemukan di Indonesia. Homo wajakensis tidak hanya mendiami Kepulauan Indonesia bagian Barat saja, akan tetapi juga di sebagian Kepulauan Indonesia bagian Timur. Homo wajakensis ini dikategorikan pula sebagai Homo sapiens yang kemudian menurunkan ras-ras yang yang ada sekarang. Apabila dilihat dari ciri-cirinya nampak ciri-ciri Mongoloid lebih kentara, sehingga Homo wajakensis lebih dekat hubungannya dengan sub-ras Melayu-Indonesia.
Sedangkan hubungannya dengan ras Australoid dan Melanesoid terlihat lebih jauh, oleh karena kedua sub-ras ini baru mencapai bentuknya yang sekarang ketika berada di tempatnya yang baru. Akan tetapi, terdapat kemungkinan juga bahwa ras Austromelanesoid yang dahulu yang kini menurunkan ras Australoid dan Melanesoid berasal dari ras Wajak.
Homo wajakensis dinilai juga memiliki kesamaan dengan fosil manusia Niah di Serawak Malaysia, manusia Tabon di Palawan, Filipina, dan fosil-fosil Australoid dari Cina Selatan, dan Australia Selatan. Jadi Homo wajakensis ini menunjukkan ciri-ciri dari ras Mongoloid dan ras Austromelanesoid.
Kehidupan Homo Wajakensis
Berdasarkan dari ekskavasi dari Homo wajakensis, Homo wajakensis telah mampu membuat alat-alat dari batu dan tulang yang masih sederhana dan mampu mengolah makananannya (dimasak). Homo wajakensis diperkirakan hidup di gua-gua sebagaimana fosilnya ditemukan. Homo wajakensis menerapkan sistem berburu dan meramu di mana dapat terlihat sisa-sisa sampah dapur (Kjokkenmoddinger) yang ditemukan di gua-gua tempat tinggalnya di mana terdapat sampah kulit kerang dan tulang-belulang binatang.
Penemuan gua-gua tempat tinggal (abris sous roche) dari Homo wajakensis yang terletak tidak jauh dari rawa-rawa dan pantai selatan Jawa memungkinkan mereka berburu kerang dan ikan. Selain itu, penemuan tempat tinggal dari Homo wajakensis di pegunungan kapur di selatan Tulungagung juga dihuni berbagai binatang yang dapat dijadikan sebagai buruannya seperti antelope, kijang, babi hutan dan berbagai jenis kera.
Daftar Bacaan
- Bellwood, Peter. 2007. Prehistory of the Indo-Malaysian Archipelago. Canberra: ANU E Press.
- Krigbaum, John. 2017. “Early Occupation of Southeast Asia: Dental-Skeletal Evidence”. In Habu, Junko; Lape, Peter V.; Olsen, John W. (eds.). Handbook of East and Southeast Asian Archaeology. New York: Springer.
- Storm, P. January 1995. “The evolutionary significance of the Wajak skulls”. Scripta Geologica. 110: 1–247.
- Storm, P.; Nelson, A. J. April 1992. “The many faces of Wadjak Man”. Archaeology in Oceania. 27 (1): 37–46.