Jatuhnya Konstantinopel Ke Tangan Turki Utsmani (1453 M)

Jatuhnya Konstantinopel Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani pada tahun 1453 menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam kehidupan bangsa Eropa. Bagaimana tidak, Jatuhnya Konstantinopel menyebabkan pelbagai persoalan ekonomi terutama kesulitan dalam mendapatkan barang-barang kebutuhan, yaitu rempah-rempah yang berasal dari Dunia Timur. Konstantinopel sendiri adalah ibukota Kekaisaran Romawi Timur yang biasa dikenal juga dengan sebutan Kekaisaran Byzantium.

jatuhnya konstantinopel tahun 1453
Pengepungan kota Konstantinopel oleh Kekaisaran Turki Utsmani (1453)

Selama satu millenium lebih (330 – 1453) Konstantinopel berdiri kokoh melambangkan kemegahan dan kejayaan Kekaisaran Romawi Timur. Namun, itu semua terhenti, ketika Kekaisaran Turki Utsmani berhasil merebut ibukota Kekaisaran Romawi Timur itu. Lalu, bagaimana Konstantinopel dapat jatuh ke tangan Turki Utsmani?. Di dalam artikel ini akan dijelaskan proses jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani.

Sekilas Tentang Kota Konstantinopel

Konstantinopel secara resmi menjadi ibu kota Kekaisaran sejak pemerintahan Kaisar Konstantinus Agung. Selama sebelas abad, Konstantinopel telah mengalami pengepungan berkali-kali, namun hanya berhasil direbut sekali pada tahun 1204 dalam Perang Salib ke-4. Tentara Salib yang mendirikan Negara Latin nyatanya tidak mengalami kestabilan. Sementara di sisi lain, Kekaisaran Byzantium yang terpecah menjadi beberapa negara, terutama Nice, Epirus dan Trebizond secara konsisten bersekutu untuk menghancurkan Negara Latin, meskipun disisi lain, mereka juga terlibat persaingan untuk mendapatkan takhta Byzantium.

Dari situasi pelik dan rumit itu, Bangsa Nicea yang pada akhirnya berhasil merebut kembali Konstantinopel pada tahun 1261. Bangsa Nicea kemudian membangun kembali Kekaisaran Byzantium di bawah kekuasaan Dinasti Palaiologos. Meskipun berhasil membangun kembali Kekaisaran Byzantium, kedamaian hampir tidak pernah didapatkan. Serangan yang dilakukan oleh orang-orang Latin, Serbia, Bulgaria dan Turki Utsmani selalu menjadi ancaman yang berarti bagi Kekaisaran Byzantium.

Sepanjang tahun 1346-1349 telah terjadi wabah Black Death yang hampir membunuh sepertiga dari penduduk Eropa, tidak terkecuali bagi Konstantinopel. Selama wabah itu, Konstantinopel telah hampir kehilangan separuh dari jumlah penduduknya. Di sisi lain, wabah menyebabkan terjadinya penurunan ekonomi dan semakin sempitnya wilayah kekaisaran. Pada tahun 1450, Kekaisaran Byzantium mulai mengalami penurunan yang drastis dari berbagai hal, selain ekonomi dan wilayah kekaisaran. Sedangkan, di sisi lain ancaman semakin nyata bagi kota Konstantinopel.

Kekaisaran Turki Utsmani Menjelang Penyerangan Terhadap Konstantinopel

Situasi yang bertolak belakang dari Byzantium yang mengalami keterpurukan, dialami oleh Turki Utsmani. Turki Utsmani memasuki tahun 1450, telah berhasil memperluas wilayah dan kontrol politik mereka hampir semua wilayah Balkan dan sebagian besar Anatolia. Namun, ancaman bagi Turki Utsmani tetap ada, Hongaria menjadi ancaman di daratan Eropa, Venesia dan Genoa pun yang menguasai sebagai besar Laut Aegea dan Laut Hitam juga menjadi ancaman yang patut untuk diperhitungkan.

Pada tahun 1422 Sultan Turki Utsmani, Sultan Murad II melakukan pengepungan terhadap Konstantinopel. Namun, Sultan Murad II akhirnya menarik pasukannya yang mengepung Konstantinopel untuk menghadapi pemberontakan di Kekaisaran. Pada tahun 1444 Sultan Murad II berhasil dikalahkan oleh aliansi Kristen di Balkan dan menyerahkan takhta Kekaisaran kepada putranya, Mehmed II. Namun, 1446 Sultan Murad II kembali bertakhta dan menjadi sultan hingga kematiannya pada tahun 1451.

Berkuasanya Mehmed II Di Kekaisaran Turki Utsmani

Pada tahun 1451 Mehmed II kembali berkuasa menggantikan ayahnya yang mangkat. Pada saat itu, Sultan Mehmed II masih berusia 19 tahun, sehingga banyak para politikus Eropa pada saat itu berasumsi bahwa penguasa muda itu tidak akan memberikan tantangan yang berarti bagi hegemoni Kristen di Balkan dan Laut Aegea. Hal ini ditunjukkan dengan orang-orang Eropa yang merayakan naik takhtanya Sultan Mehmed II sebagai penguasa Turki Utsmani.

Orang-orang Eropa menganggap bahwa sultan yang masih muda itu akan membawa Turki Utsmani pada kehancuran bagi Kekaisaran Turki Utsmani. Anggapan ini didasari pada tindakan Sultan Mehmed II yang ramah kepada utusan yang berasal dari Eropa. Namun, ramah-tamah Sultan Mehmed tidak seperti tindakan-tindakan yang dilakukannya.

Upaya Memperkuat Militer Dan Diplomasi

Sultan Mehmed II berupaya untuk kembali meneruskan keinginan Sultan Murad II untuk menaklukkan Konstantinopel. Sebagai upaya awal, Sultan Mehmed II berhasil mencapai perjanjian damai dengan Hongaria dan Venesia pada tahun 1452. Selanjutnya Sultan Mehmed II memulai pembangunan Bogazkesen (Rumelihisari), sebuah benteng besar yang terletak di daerah Selat Bosporus, kira-kira sekitar beberapa mil di utara Konstantinopel. Benteng ini berada tepat di seberang Benteng Anadolu Hisar yang dibangun oleh kakek buyutnya, yaitu Bayezid I. Keberadaan kedua benteng ini dapat memastikan kontrol penuh terhadap lalu lintas yang terjadi di daerah Bosporus.

Setelah membangun Bogazkesen, Sultan Mehmed II pada bulan Oktober 1452 memerintahkan Turakhan Beg untuk menempatkan garnisun dalam jumlah besar di Peloponnese untuk memblokir bantuan dari Thomas dan Demetrios yang pasti akan memberikan bantuan kepada saudara mereka, Konstantinus XI Palaiologos di Konstantinopel.

Sultan Mehmed II kemudian menugaskan seorang ahli senjata yang berasal dari Hungaria untuk mempersenjatai Benteng Rumelihisar dan membuat senjata meriam yang dianggap mampu menjebol tembok Konstantinopel. Karaca Pasha, beylerbeyi dari Rumelia kemudian mengirimkan orang-orang untuk mempersiapkan jalan dari Adrianopole ke Konstantinopel. Persiapan ini terutama adalah mempersiapkan jembatan agar dapat menahan bobot meriam besar yang sedang dirancang untuk menjebol tembok Konstantinopel. Diperkirakan sekitar 50 tukang kayu dan 200 pengrajin didatangkan untuk mempersiapkan jalan dari Adrianopole ke Konstantinopel ini.

Pada tahun 1453 meriam yang diinginkan telah berhasil diciptakan dan mulai diangkut dari ibukota Kekaisaran Turki Utsmani menuju wilayah pinggiran Konstantinopel. Memasuki bulan April 1453 tentara Kekaisaran Turki Utsmani mulai bergerak dan dengan cepat berhasil merebut daerah-daerah pemukiman di pesisir Byzantium (Konstantinopel) di sepanjang Laut Hitam dan Laut Marmara. Resimen Darat Kekaisaran Turki Utsmani yang berasal dari Rumelia dan Anatolia mulai berkumpul di luar ibu kota Byzantium. Sedangkan, armada laut mulai berpindah dari Gallipoli menuju ke Diplokionion, sedangkan Sultan Mehmed II mulai berangkat untuk menemui pasukannya.

Kondisi Di Byzantium

Sementara Kekaisaran Turki Utsmani mempersiapkan diri untuk mengepung Konstantinopel. Kaisar Byzantium, Konstantinus XI Palaiologos dengan cepat tanggap memahami maksud dan niatan Sultan Mehmed II terhadap Konstantinopel. Sehingga Konstantinus XI Palaiologos segera mencari bantuan terutama dari Eropa Barat.

Persoalan Barat-Timur

Konstantinus XI Palaiologos memohon bantuan dari aliansi Kristen untuk menghadapi pengepungan yang akan dilakukan oleh Kekaisaran Turki Utsmani. Paus Nicholas V, justru menganggap situasi pengepungan yang akan dilakukan oleh Turki Utsmani adalah kesempatan untuk melakukan reunifikasi gereja Ortodoks dengan Katolik Roma yang telah menjadi prioritas Kepausan sejak tahun 1054.

Sejak tahun 1054 memang, Paus di Roma selalu berupaya untuk membangun otoritasnya atas gereja di timur. Upaya persatuan ini sempat disetujui oleh Kaisar Byzantium Michael VIII Palaiologos pada tahun 1274 berdasarkan Konsili Lyon Kedua. Begitu juga Kaisar John VII Palaiologos yang juga merundingkan persatuan dengan Paus Eugenius IV berdasarkan Konsili Florence pada tahun 1439 dan mendeklarasikan a bull of union yang merupakan pernyataan persatuan gereja-gereja timur dan barat. Namun, upaya Konstantinus XI Palaiologos untuk memaksakan persatuan ini mendapatkan perlawanan yang kuat di dalam Konstantinopel.

Baca Juga  Kerajaan Tidore (1450-1967)

Penolakan Dalam Upaya Penyatuan Barat-Timur

Perlawanan atas upaya Konstantinus XI Palaiologos ini terutama dimotori oleh partisan Ortodoks yang menolak persatuan. Hal ini menyebabkan para penduduk Konstantinopel baik orang awam maupun para pemimpin gereja Byzantium menjadi terpecah-belah. Penolakan ini disebabkan adanya kebencian antara orang Yunani dan Italia yang berasal dari peristiwa pembantaian orang Latin pada tahun 1182 oleh orang Yunani dan Penjarahan Konstantinopel pada tahun 1204 oleh orang Latin. Kedua peristiwa ini secara tidak langsung telah memainkan peranan penting yang menyebabkan penolakan atas upaya penyatuan timur dan barat.

Meskipun terjadi penolakan dalam upaya penyatuan, memasuki musim panas tahun 1452 setelah Benteng Turki Utsmani, Rumelihisar selesai yang menunjukkan semakin dekatnya ancaman Turki Utsmani, Konstantinus XI Palaiologos segera menyurati Paus Nicholas V. Konstantinus XI Palaiologos berjanji akan melaksanakan penyatuan timur dan barat. Surat Konstantinus XI Palaiologos ini pada akhirnya, meskipun dengan setengah hati dinyatakan sah oleh pengadilan Kekaisaran Byzantium pada 12 Desember 1452.

Paus Nicholas V memang mengingkan akan adanya keuntungan yang akan ia dapatkan dari situasi ini. Meskipun Kekaisaran Byzantium memahami bahwa Paus Nicholas V tidak memiliki pengaruh yang kuat atas raja-raja maupun para penguasa di barat. Beberapa raja dan penguasa di barat, justru mengambil sikap waspada terhadap meningkatnya kontrol Kepausan. Para penguasa di barat sedang mengalami kelelahan akibat konflik berkepanjangan, semisal Inggris dan Prancis yang terlibat Perang Seratus Tahun, keterlibatan Spanyol dalam Reconquesta, konflik internal di Kekaisaran Romawi Suci, maupun kekalahan Hongaria dan Polandia pada pertempuran Varna tahun 1444.

Bala Bantuan Barat

Meskipun beberapa pasukan dari barat memang benar-benar datang ke Konstantinopel, terutama dari polis (negara-kota) dagang di Italia Utara. Sesungguhnya kontribusi barat pada saat itu tidak cukup untuk mengimbangi kekuatan tempur Turki Utsmani. Beberapa memang benar-benar datang untuk membantu mempertahankan Kota Konstantinopel, namun atas biaya sendiri. Kardinal Isidore yang dibiayai oleh Paus Nicholas V pun akhirnya tiba di Konstantinopel untuk mempertahankan kota dengan berkekuatan 200 orang pemanah.

Hongaria menolak untuk memberikan bantuannya, sebagaimana telah diketahui, Hongaria telah menjalin kesepakatan damai dengan Turki Utsmani pada 1542. Dukungan militer bagi Byzantium datang dari Venesia dan Genoa. Hal ini disebabkan adanya serangan tentara Kekaisaran Turki Utsmani terhadap kapal Venesia yang melintas di Bosporus. Sehingga menyebabkan Venesia mengirimkan 800 tentara dan 15 galai ke ibu kota Byzantium. Sedangkan orang-orang Venesia yang berada di dalam Kota Konstantinopel mendukung upaya perang.

Selain itu, bantuan dari Genoa sebanyak 400 orang dan dari Genoa Chios sebanyak 300 orang. 700 tentara dari Genoa itu dipimpin oleh Giovanni Giustiniani (Giovani Giustiani Longo) tiba di Konstantinopel pada Januari 1453. Sebagai seorang yang ahli dalam mempertahankan kota bertembok (berbenteng) Giovanni Giustiniani segera diberikan wewenang sebagai komandan pertahanan oleh Kaisar Konstantinus XI Palaiologos.

Memperkuat Pertahanan Kota

Khawatir akan adanya serangan laut di sepanjang pantai Golden Horn, Kaisar Konstantinus XI Palaiologus memerintahkan agar membuat rantai pertahanan yang ditempatkan di mulut pelabuhan. Rantai ini ditempatkan di atas kayu gelondongan dan cukup kuat untuk mencegah kapal-kapal Turki Utsmani memasuki pelabuhan. Sebenarnya, peralatan ini pernah digunakan pada tahun 1204 dalam Perang Salib IV. Peralatan ini diharapkan dapat memperlambat masa pengepungan dan dengan demikian berharap kemungkinan adanya bantuan yang akan datang.

Selain memperkuat pertahanan di sekitar Golden Horn, strategi lainnya adalah dengan melakukan perbaikan benteng. Kaisar Konstantinus XI Palaiologus menganggap perlu adanya perbaikan dan memperkuat bagian benteng terutama di distrik Blachernae yang lebih menjorok ke utara. Benteng Konstantinopel terdiri dari parit selebar 60 kaki (18 meter) yang berada menghadap di dinding dalam maupun luar benteng. Setiap 45-55 meter panjang tembok akan ditempatkan menara untuk memperkuat pertahanan.

Kekuatan Tempur dan Persiapan Masing-Masing Pihak

Pihak Byzantium

Kekuatan Tempur Byzantium

Jumlah tentara yang mempertahankan Konstantinopel relatif sedikit dengan jumlah sekitar 30.000-35.000 warga sipil yang dipersenjatai dan sebanyak 6.000-7.000 tentara reguler. Dalam jumlah tentara itu, 2.000 diantaranya adalah orang-orang asing. Pada awal pengepungan terjadi, sekitar lebih kurang 50.000 orang tinggal di dalam tembok kota Konstantinopel. Jumlah ini termasuk para pengungsi dari daerah sekitarnya.

Salah satu sisi laut dijaga oleh orang-orang Turki yang tetap setia kepada Kaisar Konstantinus XI Palaiologos, juga terdapat orang-orang Genoa yang terlatih dalam bertahan, warga sipil yang dipersenjatai, para pelaut, sukarelawan dan komunitas asing hingga para bairawan.

Perisapan Menghadapi Pengepungan

Kota Konstantinopel dilengkapi dengan tembok benteng terkuat yang pernah ada dan dalam kondisi yang cukup baik. Sehingga orang-orang Byzantium meyakini bahwa mereka dapat bertahan sampai bantuan yang diharapkan tiba. Memasuki abad ke-15, tembok Konstantinopel diakui paling kuat di Eropa, dindingnya membentang hingga 4 mil (6,5 km) dan tembok itu berlapis ganda. Tinggi tembok benteng setinggi 40 kaki (12 m). Tembok-tembok ini tidak pernah ditembus hingga 1000 tahun lamanya.

Tembok kota yang berhadapan langsung dengan laut setinggi 20 kaki (6 m) dengan panjang 5 mil (8 km). Ditambah dengan rantai logam yang diletakan di Golden Horn, Konstantinus XI Palaiologos yakin bahwa pertahanan kota dapat menahan serangan angkatan laut dan pengepungan pasukan darat Turki Utsmani. Byzantium juga dilenkapi oleh armada laut untuk mempertahankan kota dengan jumlah 26 kapal. Dari jumlah itu, 10 kapal adalah milik kekaisaran, 5 kapal berasal dari Genoa, 5 dari Venesia, 3 dari Kreta, 1 dari Ancona, 1 dari Aragon, dan 1 dari Prancis.

Karena jumlah pasukan tidak dapat dengan cukup menempati seluruh tembok kota Konstantinopel, maka diputuskan hanya bagian luar tembok saja yang dijaga. Giovanni Giustiniani sebagai komandan pertahanan memusatkan sebagian besar pertahanan di utara dan barat yang diamati sebagai bagian pertahanan kota yang paling lemah. Armada laut yang sangat kecil itu ditempatkan di Golden Horn. Akan tetapi, tanpa dukungan dari luar, pertahanan Konstantinopel tentu tidak sangat kuat.

Konstantinus XI Palaiologos beserta orang-orang Yunani menjaga Mesoteichion yang artinya berhadapan langsung dengan Sultan Mehmed II. Gustiniani ditempatkan di sebelah utara Konstantinus XI Palaiologos. Minotto dan orang-orang Venesia ditempatkan di Blachernae bersama dengan Teodoro Caristo, saudara-saudara Langasco dan Uskup Agung Leonardo dari Chios.

Di selatan posisi Konstantinus XI Palaiologos adalah Cataneo dengan pasukan Genoa dan Theophilus Palaeologus yang menjaga Gerbang Pegae dengan tentara Yunani. Tembok sepanjang Gerbang Pegae hingga ke Gerbang Emas (Golden Gate) dijaga oleh Manuel dan Filippo Contarini dari Venesia. Sementara Demetrius Cantacuzenus berada di selatan tembok Theodosian. Sedangkan di laut penjagaan tidak terlalu ketat dengan Jacobo Contarini di Stoudion, Pangeran Orhan di Pelabuhan Eleutherios (Pelabuhan Theodosius).

Pere Julia ditempatkan di Great Palace dengan pasukan dari Genoa dan Catalan, Kardinal Isidore menjaga ujung semenanjung, sedangkan pantai selatan Golden Horn dipertahankan oleh para pelaut dari Venesia dan Genoa di bawah pimpinan Gabriele Trevisano. Meskipun Byzantium juga memiliki meriam, namun ukurannya lebih kecil dan cenderung ledakannya dari dalam kota justru akan merusak tembok kota itu sendiri. Perlu diketahui, Konstantinopel adalah kota dengan pertahanan terbaik pada saat itu.

Pihak Turki Utsmani

Kekuatan Tempur Turki Utsmani

Turki Utsmani memili kekuatan tempur yang jauh lebih besar, sekitar 50.000-80.000 tentara, di dalamnya terdapat 5.000-10.000 Janissari dan korps elit infantri, ribuat tentara Kristen, terutama 1.500 kavaleri asal dari Serbia yang dikirmkan oleh Durad Brankovi sebagai kewajibannya kepada Sultan Turki Utsmani. Padahal beberapa bulan sebelumnya, Durad Brankovi juga memberikan bantuan kepada Konstantinopel untuk memperbaiki dan memperkuat tembok pertahanan mereka.

Baca Juga  Situasi dan Kondisi Masyarakat Kolonial Abad Ke-19 Di Indonesia

Sultan Mehmed II membangun armada lautnya dengan diisi oleh para pelaut Spanyol dari Gallipoli dengan tujuan mengepung kota dari laut. Armada ini berkekuatan 110 kapal yang terdiri dari 70 galai berukuran besar, 5 galai berukuran sedang, 10 galai berukuran kecil, dan 25 perahu dayung berukuran besar ditambah dengan 75 kapal pengangkut kuda.

Turki Utsmani mengerahkan hingga 62 meriam yang hampir semuanya dibuat oleh insinyur berkebangsaan Turki, terutama adalah Saruca. Sedangkan terdapat satu meriam yang dibuat oleh Orban, orang Hungaria. Orban awalnya pernah menawarkan jasa kepada Byzantium, namun Byzantium tidak menyanggupi memberikan bayaran yang pantas untuknya. Sehingga Orban meninggalkan Konstantinopel dan mendekati Sultan Mehmed II.

Orban kemudian dipekerjakan dengan dana dan bahan di Turki yang sangat melimpah. Sehingga ia berhasil membuat meriam yang diinginkan dan diklaim dapat meruntuhkan tembok Konstantinopel itu dalam waktu tiga bulan. Pembuatan meriam ini dilakukan di Edirne. Meriam ini adalah satu-satunya yang dibuat oleh Orban dengan beberapa kelemahan diantaranya adalah butuh waktu tiga jam untuk memuat ulang (reloading), dan pasokan peluru meriam yang sangat terbatas.

Persiapan Penyerangan

Setelah Sultan Mehmed II melakukan perbaikan jalan sekitar 150 mil (240 km), Sultan Mehmed II harus mengangkut artileri dari Edirne menuju Konstantinopel. Kereta artileri yang dimiliki Sultan Mehmed sebanyak 70 buah untuk mengangkut artileri. Sedangkan meriam besar yang dibuat oleh Orban, dibawa dari Edirne dengan menggunakan 60 lembu dan lebih dari 400 orang untuk mengangkutnya.

Sultan Mehmed II berencana untuk menyerang Theodosian Wall sebab bagian inilah satu-satunya yang tidak dikelilingi oleh parit. Pasukan Turki Utsmani yang berada di bawah komando Sultan Mehmed II tiba di luar Kota Konstantinopel pada 2 April 1453. Sedangkan sebagian besar tentara Turki Utsmani berkemah di selatan Golden Horn. Pasukan yang berasal dari Eropa di bawah pimpinan Karadja Pasha membentang disepanjang dinding tembok pertahanan Konstantinopel. Ishak Pasha yang berada di selatan Lycus hingga ke Laut Marmara memimpin pasukan yang berasal dari Anatolia. Pasukan lainnya ditempatkan di utara Golden Horn di bawah pimpinan Zagan Pasha.

Jalannya Pertempuran

Awal Pertempuran

Penyerangan terhadap Konstantinopel dimulai pada tanggal 6 April 1453. Serangan artileri Turki Utsmani berhasil meruntuhkan sebagian tembok kota dan memulai serangan secara frontal di darat pada 7 April 1453. Akan tetapi, pasukan pertahanan Byzantium dapat memukul mundur serangan ini dan mampu memperbaiki pertahanan. Sultan Mehmed II kemudian memerintahkan untuk melakukan serangan artileri setiap hari.

Meriam-meriam besar pun diperintahkan Sultan Mehmed II untuk ditembakkan ke dinding selama berminggu-minggu. Akan tetapi, karena tingkat akurasi dan kecepatan tembakan yang lambat, Byzantium mampu memperbaiki tembok yang mengalami kerusakan akibat tembakan-tembakan meriam Turki Utsmani. Dengan demikian, ini mengurangi efektifitas dari artileri Turki Utsmani.

Sultan Mehmed II yang melihat kegagalan serangan 6-7 April 1453 segera mengirimkan beberapa pasukan terbaiknya untuk merebut benteng-benteng Byzantium yang berada di luar kota Konstantinopel. Pada tanggal 12 April 1453, Benteng Therapia di Bosphorus dan kastil kecil di Desa Studius dekat Laut Marmara berhasil direbut setelah pengepungan beberapa hari.

Laksamana Baltoghlu kemudian diperintahkan untuk menyerbu rantai pertahanan di Golden Horn, namun sebanyak dua kali mengalami kegagalan dan terpaksa mundur ke Diplokionion pada tanggal 17 April 1453. Bersamaan dengan penyerangan yang dilakukan oleh Sultan Mehmed II terhadap tembok bagian Mesoteichon, Armada Baltoghlu menuju Prince’s Island di Laut Marmara dan berhasil merebutnya.

Penyerangan terhadap Golden Horn pun dilakukan berkali-kali di bawah pimpinan Baltoghlu , namun tidak mendapatkan keberhasilan. Batloghlu justru dikabarkan terluka di mata selama pertempuran berlangsung yang menyebabkan kemarahan Sultan Mehmed II. Baltoghlu kemudian dihukum dengan dilucuti kekayaannya dan diberikan kepada Janissari dan mendapatkan hukuman cambuk sebanyak 100 kali.

Menembus Pertahanan Rantai di Golden Horn

Sultan Mehmed II tetap bertekad untuk menguasai Golden Horn dan menekan Byzantium untuk segera menyerah. Pada 22 April 1453 Sultan Mehmed II berhasil mengancam aliran pasokan dari kapal-kapal Genoa dan melemahkan semangat tempur orang-orang Byzantium. Pada 28 April 1453 sebuah upaya dilakukan untuk menghancurkan kapal-kapal Turki Utsmani, namun menemui kegagalan.

Sebanyak 40 orang Italia melompat dari kapal yang tenggelam dan menuju pantai sebelah utara Golden Horn, namun berhasil ditangkap oleh tentara Turki Utsmani. Atas perintah Sultan Mehmed II, mereka semua dieksekusi di mana eksekusi itu dipertontonkan kepada orang-orang Byzantium yang berada di dalam tembok. Sebagai aksi pembalasan orang-orang Byzantium yang berhasil menangkap sebanyak 260 orang Turki Utsmani pun melakukan hal yang sama.

Sulitnya Menembus Pertahanan Konstantinopel

Sejak 22 April 1453 Sultan Mehmed II telah berhasil mengepung Kota Konstantinopel secara penuh dan bersiap melancarkan serangan artileri di darat. Berkali-kali tentara Turki Utsmani berupaya menyerang tembok, namun selalu menemui kegagalan dan harus dibayar mahal dengan jumlah korban yang tidak sedikit. Setelah kegagalan-kegagalan itu, Turki Utsmani memutuskan untuk menggali terowongan untuk meruntuhkan dinding sejak pertengahan Mei – 25 Mei 1453. Mereka yang melakukan penggalian berasal dari Serbia yang dikirim dari Novo Brdo di bawah komando Zagan pasha.

Johannes Grant, seorang Jerman yang berasal dari Genoa mengetahui hal ini dan membuat penggalian balik agar dapat memasukkan ranjau dan membunuh para penggali Turki Utsmani. Orang-orang Byzantium berhasil mencegat terowongan pertama pada 16 Mei 1453 dan diikuti keberhasilan selanjutnya pada 21, 23 dan 25 Mei 1453.

Setelah dipastikan mengepung Konstantinopel secara penuh, Sultan Mehmed II melanjutkan serangan artileri darat hingga 29 Mei 1453. Meriam-meriam Turki Utsmani berhasil menghancurkan beberapa bagian tembok, namun pasukan Byzantium selalu berhasil memperbaiknya dan memperkuat pertahanan di sekitar Gerbang St. Romanus dan sektor Blachernae.

Penawaran Sultan Mehmed II

Pada tanggal 21 Mei 1453, Sultan Mehmed II mengirimkan utusannya ke dalam Kota Konstantinopel dan menawarkan akan menghentikan pengepungan apabila Konstantinus XI Palaiologus memberikan Kota Konstantinopel. Sultan juga berjanji akan mengizinkan Konstantinus XI Palaiologus beserta penduduk lainnya pergi dengan membawa harta benda mereka. Selain itu, Sultan juga akan mengakui Konstantinus XI Palaiologus sebagai Gubernur Peloponnese. Terakhir, Sultan akan menjamin keselamatan penduduk yang memilih untuk tinggal di dalam kota.

Konstantinus XI Palaiologus hanya menyetujui membayar upeti yang lebih besar kepada Sultan Mehmed II dan mengakui status semua kastil dan wilayah yang telah direbut oleh tentara Turki Utsmani menjadi milik Turki Utsmani. Konstantinus XI Palaiologus tidak mau meninggalkan kota tanpa perlawanan dan akan memutuskan untuk mati-matian mempertahankannya.

Keputusan Sultan Mehmed II

Menanggapi situasi ini, Sultan Mehmed II mendapatkan masukan dari seorang veteran, Halil Pasha yang selalu tidak setuju tindakan dan rencana Sultan Mehmed II menaklukkan Konstantinopel. Halil Pasha menyarankan Sultan Mehmed II untuk membubarkan pengepungan dan meninggalkan kota yang didasari oleh sulitnya menjebol pertahanan Konstantinopel.

Zagan Pasha menentang keputusan Halil Pasha dan bersikeras untuk menyerang Konstantinopel. Zagan Pasha meyakini bahwa pertahanan Byzantium sudah melemah. Sultan Mehmed II akhirnya mengambil keputusan untuk merebut Konstantinopel dengan militer. Maka, Sultan Mehmed II segera mempersiapkan serangan habis-habisan.

Jatuhnya Konstantinopel Dalam Penyerangan Habis-Habisan

Persiapan untuk serangan terakhir dimulai pada malam hari tanggal 26 Mei hingga 27 Mei 1453. Selama 36 jam dewan perang Turki Utsmani akhirnya memutuskan untuk melakukan penyerangan habis-habisan. Turki Utsmani secara besar-besaran mulai mempersiapkan pengerahan kekuatan tempur mereka untuk melakukan serangan umum. Selanjutnya, para prajurit diberikan waktu untuk  beribadah dan bersitirahat sebelum serangan terakhir dilakukan pada tanggal 28 Mei 1453.

Baca Juga  Partai Nasional Indonesia

Serangan Artileri

Di sisi Byzantium, armada kecil Venesia yang terdiri dari 12 kapal, setelah menelusuri Laut Aegea, berhasil mencapai Ibukota pada tanggal 27 Mei 1453 dan melaporkan kepada Konstantinus XI bahwa tidak ada armada bantuan besar dari Venesia yang sedang dalam perjalanan menuju Konstantinopel.  Pada tanggal 28 Mei 1453, saat tentara Turki Utsmani bersiap untuk serangan terakhir, ibadah keagamaan secara massal diadakan di kota.   Sampai saat dilakukannya ibadah malam, Turki Utsmani terhitung telah melakukan sebanyak 5.000 tembakan dari meriam mereka menggunakan 55.000 pon bubuk mesiu.

Tembok Kota Ditembus

Tak lama selepas tengah malam pada tanggal 29 Mei 1453, pada hari raya Pentakosta Ortodoks Yunani, serangan Turki Utsmani pun dimulai. Pasukan Turki Utsmani mulai memenuhi parit yang mengelilingi kota. Sultan Mehmed II kemudian memerintahkan untuk memulai penyerangan dengan serangan artileri dan serangan angkatan laut. Serangan itu diiringi dengan pergerakan pasukan Kristen Turki Utsmani menyerang lebih dulu, diikuti oleh gelombang azaps (pasukan irreguler), yang kurang terlatih dan tidak diperlengkapi persenjataan dengan baik, dan pasukan beylik Turkmenistan Anatolia yang memusatkan perhatian pada bagian tembok Blachernae yang rusak di bagian barat laut kota. Bagian tembok ini telah dibangun lebih awal, pada abad ke-11, dan jauh lebih lemah.

Dalam dua gelombang penyerangan, tentara dari Turkmenistan berhasil menembus bagian tembok Blachernae dan memasuki kota tetapi mereka dengan cepat didorong mundur oleh pasukan Byzantium. Akhirnya, gelombang terakhir yang terdiri dari elit Janissari sebanyak 3.000 orang, menyerang tembok kota. Jenderal Genoa yang bertanggung jawab atas pasukan Byzantium di pertempuran darat, Giovanni Giustiniani, terluka parah selama serangan itu, dan upaya penyelamatannya dari dalam benteng menyebabkan kepanikan di dalam jajaran tentara Byzantium dan koalisinya.

Jatuhnya Konstantinopel Sudah Dapat Terlihat

Dengan mundurnya pasukan Genoa yang dipimpin oleh Giovanni Giustiniani dari kota dan menuju pelabuhan, Konstantinus XI Palaiologus dan anak buahnya, sekarang dibiarkan berjuang sendiri, dan terus bertahan melawan pasukan Janissari. Pasukan Konstantinus XI Palaiologus akhirnya tidak dapat mencegah pasukan Turki Utsmani memasuki kota. Pasukan yang mempertahankan kota mulai kewalahan di beberapa titik di sepanjang tembok kota. Ketidakhadiran Giovanni Giustiniani memberikan peluang bagi Sultan Mehmed II untuk mengirimkan resimen Janissari lainnya untuk merebut tembok Gerbang. St. Romanus.

Ketika bendera Turki Utsmani terlihat berkibar di atas Kerkoporta, sebuah gerbang kecil di bagian belakang yang dibiarkan terbuka, terjadi kepanikan dan menyebabkan pertahanan Konstantinopel runtuh. Janissari, yang dipimpin oleh Ulubatlı Hasan, terus maju semakin masuk ke dalam kota. Dengan demikian, menyebabkan banyak tentara Yunani berlari kembali ke rumah untuk melindungi keluarga mereka. Rumah-rumah orang Yunani yang letaknya sangat berdekatan dengan temboklah yang pertama kali merasakan penderitaan. Di sisi lain orang-orang Venesia memutuskan untuk mundur ke kapal-kapal mereka dan beberapa orang Genoa melarikan diri ke Galata. Sisanya menyerah atau bunuh diri dengan melompat dari tembok kota.

Nasib Kontantinus XI Palaiologus

Konstantinus XI Palaiologus dikabarkan memimpin serangan terakhir yang dianggap dapat ia lakukan untuk menghadapi gelombang serangan tentara Turki Utsmani. Konstantinus XI Palaiologus akhirnya tewas dalam pertempuran bersama tentaranya di jalan kota Konstantinopel. Terdapat versi lain mengenai nasib Konstantinus XI Palaiologus, terutama dari Nicolo Barboro yang berasal dari Venesia. Nicolo Barboro mengatakan bahwa Konstantinus XI Palaiologus memutuskan gantung diri ketika orang-orang Turki Utsmani berhasil menerobos masuk ke dalam Konstantinopel melalui gerbang San Marino.

Jatuhnya Konstantinopel Setelah Penyerangan Habis-Habisan

Setelah penyerangan habis-habisan dapat terlihat bahwa dengan jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani, maka berakhirlah kekuasaan Kekaisaran Byzantium. Setelah berakhirnya penyerangan, tentara Turki Utsmani kemudian menyebar ke seluruh jalan utama kota, Mese, melewati gedung-gedung forum besar dan Church of the Holy Apostles.

Church of the Holy Apostles inilah yang akan dijadikan oleh Sultan Mehmed II sebagai singgasana bagi penguasa pilihannya untuk melakukan kontrol yang lebih baik. Sultan Mehmed II juga memerintahkan orang-orang Turki untuk menjaga dan melindungi bangunan-bangunan penting yang terdapat di Konstantinopel. Dengan berhasil masuknya tentara Turki Utsmani ke dalam kota Konstantinopel, maka menjadi pertanda jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani.

Sebelum jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani, beberapa warga sipil yang beruntung berhasil melarikan diri dengan menumpang pada kapal-kapal Venesia ketika orang-orang Venesia mulai memutuskan untuk mundur dari pertempuran. Beruntung bagi penduduk Kota Konstantinopel, sebab Turki Utsmani tidak tertarik untuk membunuh tawanan, tetapi lebih senang dengan rampasan perang yang bisa mereka dapatkan dengan menjarah rumah-rumah penduduk.

Dampak Jatuhnya Konstantinopel

Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani pada tahun 1453 memberikan beberapa dampak. Berikut ini adalah dampak jatuhnya Konstantinopel:

Runtuhnya Kekaisaran Byzantium

Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani secara resmi pula menandai runtuhnya Kekaisaran Byzantium (Romawi Timur) setelah selama lebih kurang satu milenium eksis sebagai kekuatan politik.

Hagia Sophia Menjadi Masjid

Hagia Sophia diubah fungsinya oleh Sultan Mehmed II sebagai masjid dengan nama Ayasofya. Namun, gereja ortodoks Yunani tetap dibiarkan utuh, tidak dihancurkan dan tidak mengalami perubahan fungsi sebagaimana Hagia Sophia. Sedangkan Gennadius Scholarius diangkat sebagai penguasa baru di Konstantinopel.

Berakhirnya Abad Pertengahan di Eropa dan Munculnya Abad Renaissans

Jatuhnya Konstantinopel juga menjadi pertanda fase transisi di Eropa dengan berakhirnya Abad Pertengahan di mana doktrin gereja sangat kuat di dalam pelbagai kehidupan masyarakat Eropa. Abad Renaissans menjadi tonggak perubahan kehidupan masyarakat Eropa yang sebelumnya dipengaruhi oleh doktrin-doktrin agama, mengalami peralihan sehingga dipengaruhi oleh cara berpikir yang dilandasi pada pemikiran empiris dan rasional.

Terputusnya Jalur Perdagangan Dari Dunia Timur Ke Barat

Dengan jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani pada tahun 1453 menyebabkan terputusnya jalur perdagangan dari Dunia Timur ke Barat. Jalur perdagangan di Laut Tengah secara langsung dikontrol dan dimonopoli oleh Kekaisaran Turki Utsmani. Para pedangang dari Eropa sebenarnya tidak dilarang untuk bertransaksi di Konstantinopel, namun mereka diharuskan membayar cukai yang amat tinggi. Situasi ini memnyebabkan orang-orang Eropa harus mencari jalur alternatif untuk mendapatkan barang-barang dari Timur.

Berpindahnya Jalur Perdagangan Dari Dunia Barat ke Dunia Timur

Sebenarnya, sejak orang-orang Turki berhasil menguasai daerah Asia Kecil, jalur perdagangan antara Asia dan Eropa telah dihambat oleh blokade yang dilakukan oleh orang-orang Turki dan terputus pada tahun 1390 akibat monopoli yang mereka terapkan. Situasi ini diperparah ketika jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453 sehingga aktivitas perdagangan melalui laut dari India dan Cina, Teluk Persia, Samudra Hindia dan Laut Merah secara praktis hanya dijalankan oleh para pedagang muslim.

Kemenangan Islam atas jatuhnya Konstantinopel membuat orang-orang Eropa bertekad untuk menghimpun kekuatan bersama melancarakan pembalasan. Di dalam upaya pembalasan itu, diawali dengan para penguasa Semenanjung Iberia yang memiliki peluang untuk membuka hubungan dengan Asia. Portugis dan Spanyol adalah bangsa Eropa pertama yang memulai semangat untuk menemukan rute perdagangan menuju Dunia Timur.

Penemuan rute perdagangan menuju Dunia Timur dilakukukan karena perdagangan di Asia Barat Daya harus melalui jalur darat sehingga barang-barang yang dibawa para kafilah mengakibatkan harga semakin meningkat. Dengan demikian, maka harus ditempuh jalur laut yang menghubungkan Dunia Barat dengan Dunia Timur. Atas upaya Portugis dan Spanyol dalam mencari rute lain ke Dunia Timur, maka bergeserlah jalur perdagangan dengan menggunakan jalur laut.

Daftar Bacaan

  • Crowley, Roger. 2005. 1453: The Holy War for Constantinople and the Clash of Islam and the West. New York: Hyperion.
  • George Sphrantzes. 1980. The Fall of the Byzantine Empire: A Chronicle by George Sphrantzes 1401–1477. (Translated by Marios Philippides). Massachussets: University of Massachusetts Press.
  • Haldon, John. 2000. Byzantium at War 600 – 1453. New York: Osprey.
  • Lowry, Heath W. 2003. The Nature of the Early Ottoman State. Albany, New York:: SUNY Press.
  • Madden, Thomas. 2005. Crusades: The Illustrated History. Ann Arbor: University of Michigan.
  • Mango, Cyril 2002. The Oxford History of Byzantium. New York: Oxford University Press.
  • Nicol, Donald M. 1993. The Last Centuries of Byzantium, 1261–1453 (2nd ed.). Cambridge: Cambridge University Press.
  • Nicolle, David. 2000. Constantinople 1453: The End of Byzantium (Campaign): Vol. 78. Oxford: Osprey Publishing.
  • Norwich, John Julius. 1995. Byzantium: The Decline and Fall. New York: Alfred A. Knopf.
  • Norwich, John Julius. 1997. A Short History of Byzantium. New York: Vintage Books.
  • Reinert, Stephen 2002. The Oxford History of Byzantium. New York: Oxford University Press.
  • Runciman, Steven. 1965. The Fall of Constantinople, 1453 (Canto ed.). Cambridge: Cambridge University Press.

Beri Dukungan

Beri dukungan untuk website ini karena segala bentuk dukungan akan sangat berharga buat website ini untuk semakin berkembang. Bagi Anda yang ingin memberikan dukungan dapat mengklik salah satu logo di bawah ini:

error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca