John Locke: Biografi, Karya dan Pemikirannya

John Locke

John Locke – Salah satu filsuf berkebangsaan Inggris yang paling penting adalah John Locke. John Locke adalah seorang filsuf yang turut serta memberikan inspirasinya selama periode Aufklarung di Eropa. John Locke percaya bahwa orang memiliki hak alamiah tertentu yang menjadi milik mereka sebagai manusia. Di antara hak-hak ini adalah kehidupan, kebebasan, dan harta benda, atau barang-barang.

John Locke juga percaya bahwa pemerintah perlu memastikan bahwa orang-orang mempertahankan hak-hak tersebut. Namun, kekuasaan pemerintah harus dibatasi. Menurut John Locke, ada kontrak sosial antara manusia dan pemerintah mereka. Jika pemerintah tidak memerintah secara adil, rakyat berhak menggulingkan pemerintah tersebut.

John Locke dilahirkan pada tanggal 28 agustus 1632 di Wrington, Somerset, Inggris. John Locke adalah seorang filsuf dari inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme. John Locke menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain itu dalam bidang filsafat politik, John Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Pemikiran John Locke menandai lahirnya pemikiran filsafat era modern dan pemikiran pasca Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu.

John Locke memperoleh pendidikan di Universitas Oxford, di mana John Locke berhasil memperoleh gelar sarjana muda pada tahun 1656 dan gelar sarjana penuh pada tahun 1658. Sebagai seorang remaja, John Locke sangat tertarik pada ilmu pengetahuan dan pada saat berusia 36 tahun dia terpilih sebagai anggota “Royal Society”. Dia menjadi sahabat kental ahli kimia terkenal Robert Boyle dan kemudian hampir sepanjang hidupnya jadi teman dekat Isaac Newton.

john locke

John Locke juga menaruh ketertarikan di bidang kedokteran dan meraih gelar sarjana muda di bidang itu meskipun cuma sekali-sekali saja ia melaksanakan praktek. Hal yang menjadi titik balik dalam kehidupan John Locke adalah pekenalannya dengan Pangeran Shafterbury. John Locke kemudian diangkat sebagai sekretaris pribadi Pangeran Shafterbury dan menjadi dokter keluarga. Pangeran Shaftesbury adalah seorang juru bicara penting bagi pemikiran liberal, meskipun ia pernah di penjara oleh Raja Charles II akibat kegiatan politiknya itu.

Pada tahun 1682 Pangeran Shaftesbury lari ke Negeri Belanda dan meninggal pada tahun 1683. Sedangkan bagi John Locke, yang oleh karena hubungannya yang begitu dekat dengan Pangeran Shaftesbury, mendapatkan pengawasan. Oleh kerena itu, John Locke juga secara terpaksa harus melarikan diri ke Negeri Belanda pada tahun 1683. Dia menetap di Belanda sampai pengganti Raja Charles, Raja James II digulingkan oleh sebuah revolusi (revolusi ini disebut dengan Revolusi Agung 1688). Setelah keberhasilan Revolusi Agung, John Locke pulang ke Inggris pada tahun 1689 dan seterusnya menetap di Inggris hingga ia meninggal di tahun 1704.

Karya-Karya John Locke

Karya pertama yang membuat John Locke mendapatkan popularitas adalah An Essay Conceming Human Understanding yang diterbitkan pada tahun 1690. Dalam karyanya itu John Locke mempersoalkan tentang asal-usul, hakikat, dan keterbatasan pengetahuan manusia. Ide-ide John Locke pada gilirannya mempengaruhi filsuf-filsuf seperti George Berkeley, David Humme dan Immanuel Kant. Meskipun karya itu adalah hasil karya John Locke yang paling orisinal dan merupakan salah satu filosofi klasik. Namun, pengaruhnya tidaklah sebesar tulisan-tulisan John Locke tentang permasalahan politik.

Karya John Locke yang kedua adalah sebuah buku yang bertajuk A Letter Concerning Toleration yang diterbitkan pada tahun 1689. Dalam karyanya ini, John Locke menekankan bahwa negara kiranya jangan ikut campur terlalu mendalam berkaitan dengan hal kebebasan menjalankan ibadah menurut kepercayaan agama masing-masing individu. John Locke bukanlah orang Inggris pertama yang mengusulkan ada dan pentingnya toleransi beragama dari semua sekte Protestan. Tetapi argumen yang dilontarkan oleh Locke yang dinilai kuat dalam karyanya ini.

John Locke berpihak kepada perlu adanya toleransi merupakan faktor dukungan penduduk terhadap sikap dan pandangannya yang lebih dari itu. Sebab, John Locke pun mengembangkan prinsip toleransinya kepada golongan non-Kristen. Baik penganut kepercayaan primitif, Islam maupun Yahudi yang mana mereka pun tidak boleh dikurangi hak-hak sipilnya di dalam negara oleh karena semata-mata hanya atas pertimbangan agama. John Locke menyatakan bahwa toleransi ini tidak berlaku bagi golongan Katolik, karena John Locke yakin mereka (orang-orang Katolik) tergantung pada bantuan kekuatan dari luar, dan juga tidak ada toleransi bagi kaum Atheis. Alasan–alasan yang dikemukakan oleh John Locke ini bertujuan untuk demi terciptanya toleransi beragama di Inggris terutama.

Baca Juga  Resiguru Manikmaya (536-568)

Karya John Locke yang ketiga adalah bukunya yang berjudul Two Treatises of Government yang diterbitkan tahun 1689. Di dalam karyanya ini John Locke memberikan ide-ide dasar yang menekankan arti penting konstitusi demokrasi liberal. Di dalam buku ini John Locke menyatakan dengan keyakinannya bahwa tiap-tiap manusia memiliki hak alamiah, di mana hal ini bukan hanya sekedar menyangkut hak dalam hidup, tetapi juga kebebasan pribadi dan hak atas kepemilikan terhdap sesuatu. Tugas utama dari pemerintah adalah melindungi penduduk dan hak milik warga negara.

John Locke menolak anggapan hak suci raja dan memberikan penekanan bahwa pemerintah baru dapat menjalankan kekuasaannya atas persetujuan yang diperintah (dalam hal ini rakyat). “Kemerdekaan pribadi dalam masyarakat berada di bawah kekuasaan legislatif yang disepakati dalam suatu negara.” Dengan tegas John Locke menekankan sesuatu yang disebutnya “kontrak sosial.” Pemikiran ini sebagian berasal dari tulisan-tulisan filsuf Inggris sebelumnya, Thomas Hobbes (1588-1679).

Akan tetapi, terdapat perbedaan diantara keduanya yaitu; Thomas Hobbes menggunakan “kontrak sosial” ini untuk memperkokoh absolutisme, sedangkan John Locke memandang “kontrak sosial” itu dapat diganti apabila legislator mencoba merampas dan menghancurkan hak milik penduduk, atau menguranginya dan mengarah kepada perbudakan di bawah kekuasaan, mereka (legislator) berada dalam keadaan perang (bermusuhan) dengan rakyat, dan karenanya rakyat terbebas dari kesalahan apabila membangkang dan biarlah mereka berlindung pada naungan Tuhan yang memang menyediakan penjagaan buat semua manusia dari kekerasan dan kemajuan.”

Oleh sebab itu rakyat akan dapat menggulingkan dan mengganti badan perwakilannya apabila rakyat melihat wakil-wakil mereka berbuat bertentangan dengan kepercayaan yang telah diletakkan di pundak mereka sebagai legislator.

John Locke berpendirian pada pemikiran akan perlu adanya pemisahan kekuasaan. Locke menganggap kekuasaan legislatif harus lebih unggul jika dibandingkan dengan kekuasaan eksekutif dan yudikatif yang dianggapnya merupakan cabang dari eksekutif. Locke yang percaya dengan keunggulan kekuasaan legislatif dari kekuasaan eksekutif dan yudikatif, hampir senantiasa menentang hak pengadilan yang memutuskan bahwa tindakan legislatif itu tidak konstitusional.

Meski pun John Locke berpendirian atas prinsip kekuasaan mayoritas, tetapi dijelaskannya bahwa suatu pemerintahan tidaklah memiliki kekuasaan tanpa batas. Mayoritas tidak diperkenankan untuk merusak hakikat hak-hak manusia. Suatu pemerintahan hanya dapat dibenarkan merampas hak milik atas perkenaan dari yang diperintah.

Pemikiran John Locke

John Locke yang merupakan salah seorang pemikir yang berpengaruh di dalam sejarah filsafat telah memberikan banyak sumbangan ide diantaranya adalah;

Ragam Pengalaman Manusia dan Proses Manusia Mendapatkan Pengetahuan

Menurut John Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia (empiris). Maksudnya adalah bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran manusia belum berfungsi atau masih kosong ibaratkan seperti sebuah kertas putih, yang kemudian mendapatkan isisnya dari buah pengalaman yang telah di jalani oleh manusia itu. Menurutnya, terdapat dua macam pengalaman manusia, yaitu pengalaman lahiriah dan pengalaman batiniah. Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra manusia (sense atau eksternal sensation).

Sedangkan pengalaman batiniah terjadi saat manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri melalui cara menginga, menghendaki, meyakini, memahami dan sebagainya (internal sense atau reflection). Kedua bentuk pengalaman inilah yang akan membentuk pengetahuan bagi manusia melalui proses selanjutnya.

Dari perpaduan dua bentuk pengalaman manusia, pengalaman lahiriah dan pengalaman batiniah, diperoleh apa yang disebut oleh John Locke ‘pandangan-pandangan sederhana’ (simple ideas) di mana hal itu berfungsi sebagai data-data empiris. Menurutnya terdapat empat jenis pandangan sederhana:

  1. Pandangan yang hanya diterima oleh satu indra manusia saja. Misalnya, warna diterima oleh mata, dan bunyi diterima oleh telinga.
  2. Pandangan yang diterima oleh beberapa indra, misalnya saja ruang dan gerak.
  3. Pandangan yang dihasilkan oleh refleksi kesadaran manusia, misalnya ingatan.
  4. Pandangan yang menyertai saat-saat terjadinya proses penerimaan dan refleksi. Misalnya, rasa tertarik, rasa heran, rasa takut dan waktu.
Baca Juga  Pertempuran Medan Area

Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, rasio atau pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah pandangan-pandangan sederhana ini telah tersedia, maka barulah rasio atau pikiran mulai bekerja untuk membentuk ‘pandangan-pandangan kompleks’ (complex ideas). Rasio bekerja untuk membentuk pandangan kompleks dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan menghubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut. Menurut John Locke terdapat tiga jenis pandangan kompleks yang terbentuk:

  1. Substansi atau sesuatu yang berdiri sendiri, misalnya pengetahuan tentang manusia atau tumbuhan.
  2. Modi (cara mengada suatu hal) atau pandangan kompleks yang keberadaannya bergantung kepada substansi. Misalnya, siang adalah modus dari hari.
  3. Hubungan sebab-akibat (kausalitas). Misalnya saja, pandangan kausalitas dalam pernyataan: “air mendidih karena dipanaskan hingga suhu 100° Celcius”. Ide-ide sebab-akibat ada dalam pertimbangan (consist in consideration) dan perbandingan di antara ide yang satu dengan ide yang lain (comparing one idea with another)

Macam-Macam Pengetahuan Menurut John Locke

Berdasarkan pada esai-esai yang ditulis oleh John Locke, maka dapat disimpulkan terdapat empat macam pengetahuan:

  1. Intuitive knowledge
  2. Demonstrative knowledge
  3. Sensible knowledge
  4. Faithful knowledge

Intuitive knowledge adalah pengetahuan yang didapatkan rasio dari pemahamannya terhadap kesesuaian atau ketidaksesuaian antara idea-idea secara langsung tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur lainnya. Seperti putih adalah bukan hitam, lingkaran adalah bukan segitiga, tiga lebih besar daripada dua, dan lain-lain.

Perlu dicatat, bahwa intuisi yang dimaksud John Locke adalah kekuatan yang ada pada rasio yang dapat mengetahui hubungan antara idea-idea yang kita dapatkan melalui sensasi atau perenungan. Meskipun sensasi adalah kekuatan rasio akan tetapi objeknya bersifat konkret, dengan demikian, intuisi menurut John Locke tidak bertentangan dengan filsafat empirisme.

Demonstrative knowledge adalah pengetahuan yang didapatkan rasio dari pemahamannya terhadap kesesuaian atau ketidaksesuaian antara idea-idea secara tidak langsung, tetapi dengan perantara idea-idea lain. Ini berarti tidak mengeluarkan suatu hukum terhadap suatu permasalahan sebelum dapat membuktikannya. Hal ini mengharuskan analisis rasio untuk sampai pada suatu hukum, seperti argumentasi matematis, dan pembuktian atas eksistensi Tuhan.

Sensible knowledge adalah pengetahuan terhadap adanya alam di luar kita. Dengan demikian ia bersandar pada penginderaan. Menurut John Locke meski pengetahuan ini tidak sampai pada tingkat keyakinan dan pembuktian, namun lebih meyakinkan daripada pengetahuan hipotesis, karena pengetahuan semacam ini membantu kita menetapkan adanya alam luar. Sebagai buktinya, rasio dapat membedakan antara tidur dan jaga.

John Locke mengatakan bahwa kita dapat meyakini adanya alam di luar kita yang sesuai dengan persepsi-persepsi kita. Memang akal tidak dapat mengetahui sesuatu yang konkret secara langsung, tapi melalui persepsi-persepsi kita tentang sesuatu itu. Dari situlah pengetahuan kita terbentuk sejauh mana ada kesesuaian antara persepsi-persepsi rasio dengan perkara-perkara luar.

Faithful knowledge adalah pengetahuan yang diperoleh manusia melalui kepercayaan agama. Pengetahuan ini tidak dapat dibuktikan karena di luar batas kemampuan rasio dan indera kita, namun kita meyakininya dengan kuat karena merupakan rahasia keimanan (mystery of faith).

Pengetahuan semacam ini didapatkan dari agama dan kitab suci yang diturunkan Tuhan. John Locke menerima dengan bulat pengetahuan ini karena ketidakmampuannya untuk membuktikannya, sebab akal tidak akan dapat sanggup mencapai hakikat keyakinan-keyakinan agama, di antaranya adalah esensi akan Tuhan itu sendiri.

Batas Pengetahuan Menurut John Locke

Sejauh mana batas pengetahuan manusia? John Locke memberikan batasan-batasannya sebagai berikut:

  1. Pengetahuan kita tidak mungkin melampaui idea-idea kita.
  2. Pengetahuan kita tidak bisa melampaui pemahaman kita tentang adanya kesesuaian atau ketidaksesuaian antara idea-idea yang terbentuk melalui intuisi, argumentasi, dan persepsi.
  3. Kita tidak mungkin mencapai pengetahuan intuitif yang mencakup seluruh idea-idea kita, atau segala yang ingin kita ketahui. Karena kita tidak dapat mengetahui semua hubungan antara idea-idea itu baik dengan menyusun ataupun membanding-bandingkannya.
  4. Demonstrative knowledge juga tidak mungkin mencakup semua idea-idea kita. Karena kita tidak selamanya menemukan idea penengah yang menghubungkan dua idea dalam argumentasi. Dalam kondisi ini kita tidak dapat menghasilkan pengetahuan ataupun argumentasi.
  5. Sensible knowledge tidak melampaui lebih jauh dari adanya perkara yang serupa di hadapan kita dalam kenyataannya, maka ia lebih sempit dari dua macam pengetahuan sebelumnya.
Baca Juga  Prabu Ragamulya Luhur Prabawa (1340-1350)

Dari uraian-uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa teori pengetahuan John Locke sangat mendominasi pemikiran kefilsafatannya. Sebagaimana para filusuf abad ke-17, 18, dan 19 lainnya, ia juga sibuk meneliti asal pengetahuan manusia, sifat dasar pengetahuan, sumber pengetahuan, tingkat keyakinan dan batas-batasnya. Ia memberikan batasan atas dasar-dasar keyakinan, pendapat, kesesuaian, perbedaan, dan tingkatan masing-masing. John Locke adalah orang pertama yang menerapkan metode empiris di abad moderen dan metode ilmiah dalam filsafat.

Pembatasannya terhadap empat macam pengetahuan, yaitu pengetahuan intuitif yang mengantarkan kepada pengetahuan terhadap wujud dzati, sensible knowledge yang membawa kepada pengetahuan terhadap wujud sesuatu yang parsial, pengetahuan agama yang menyampaikan kepada pengetahuan terhadap eksistensi Tuhan, metode ini adalah kebalikan dari metode yang berlaku sebelumnya.

Teori pengetahuan John Locke juga sampai pada pengakuan akan keterbatasan akal manusia mengetahui segala sesuatu yang ada di sekelilingnya seputar kenyataan-kenyataan alam material dan nonmaterial. Bahkan ia sendiri tidak dapat mengetahui sesuatupun tentang idea-ideanya sendiri dan hubungan-hubungan yang ada di antaranya. Dengan demikian, Locke membuka jalan bagi penelitian terhadap batas-batas pengetahuan manusia menurut George Barkeley, David Hume, dan Immanuel Kant.

Pandangan Tentang Negara Menurut John Locke

Menurut John Locke terdapat tahap-tahap perkembangan di dalam masyarakat yang terbagi menjadi 3 tahapan:

  1. Keadaan alamiah, keadaan alamiah sebuah masyarakat manusia yaitu situasi harmonis, di mana semua manusia memiliki kebebabasan dan kesamaan hak. Dalam keadaan ini setiap manusia bebas menentukan dirinya dan mengguanakan apa yang dimilikinya tanpa bergantung kepada kehendak orang lain. Meskipun masing-masing individu bebas terhadap sesamanya, namun tidak terjadi kekacauan karena masing-masing orang hidup berdasarkan ketentuan hukum kodrat. Ada hak-hak dasar yang terikat dalam kodrat setiap manusia dan merupakan pemberian Tuhan. Seperti halnya dengan Hak Asasi Manusia pada masyarakat modern.
  2. Keadaan perang, ketika keadaan alamiah telah mengenal hubungan-hubungan sosial maka situasi harmoni itu tadi mulai mengalami perrubahan. Penyebab utamanya adalah tericptanya uang, dengan uang manusia dapat mengumpulkan kekayaan secara berlebihan, ketidaksamaan harta kekayaan membuat manusia mengenal status tuan-budak , majikan-pembantu, dan status-status yang hierarkis lainnya. Di dalam upaya untuk mempertahankan harta miliknya, manusia menjadi iri dan saling bermusuhan yang menyebabkan keadaaan alamiah yang harmonis dan penuh damai tersebut kemudian berubah menjadi keadaan perang yang di tandai dengan adanya permusuhan, kedengkian, kekerasan dan saling menghancurkan.
  3. Terbentuknya negara, sebagai upaya untuk keluar dari keadaan perang tersebut masyarakat mengadakan perjanjian, kesepakatan (konsensus). Disinilah lahirnya sebuah negara persemakmuran. Dengan demikian, tujuan berdirinya negara bukannlah menciptakan kesemerataan setiap orang yang mengadakan perjanjian tersebut. Kedua kuasa dalam perjanjian ini adalah hak untuk menentukan bagaimana setiap manusia mempertahankan diri dan hak untuk menghukum setiap pelanggar hukum kodrat yang berasalah berdasarkan apa yang berasal dari Tuhan.

Pandangan John Locke Mengenai Agama

John Locke menganggap bahwa agama Kristen adalah agama yang paling masuk akal dibandingkan dengan agama-agama lain, karena ajaran-ajaran Kristen dapat dibuktikan oleh akal manusia. John Locke berangkat dari kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang berakal budi, sehingga pastilah disebabkan karena adanya Tokoh Pencipta yang mutlak dan maha kuasa. Meskipun John Locke menganggap bahwa Kristen adalah agama yang paling masuk akal, bukan berarti dalam kehidupan sosial John Locke mengesampingkan agama lainnya. Hal ini terbukti dari gagasannya tentang pentingnya toleransi beragama dalam kehidupan bernegara di mana gagasannya ini tertuan dalam A Letter Concerning Toleration yang diterbitkan pada tahun 1689.

Daftar Bacaan

  • Macpherson, C.B. 1962. The Political Theory of Possessive Individualism: Hobbes to Locke. Oxford: Oxford University Press.
  • Locke, John (1997b), Woolhouse, Roger (ed.), An Essay Concerning Human Understanding. New York: Penguin Books.
  • Brewer, Holly. October 2017. “Slavery, Sovereignty, and “Inheritable Blood”: Reconsidering John Locke and the Origins of American Slavery”. American Historical Review. 122 (4): 1038–1078.

Beri Dukungan

Beri dukungan untuk website ini karena segala bentuk dukungan akan sangat berharga buat website ini untuk semakin berkembang. Bagi Anda yang ingin memberikan dukungan dapat mengklik salah satu logo di bawah ini:

error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca