Kehidupan Manusia Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Masa Berburu Dan Mengumpulkan Makanan

Masa berburu dan mengumpulkan makanan – Perubahan di dalam tata cara kehidupan manusia pada masa pra-aksara sangatlah memakan waktu yang cukup lama. Perubahan dari masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana di mana penggunaan alat-alat yang masih sangat sederhana. Hanya dengan sedikit pengolahan saja berdasarkan apa yang terdapat dari alam ini membutuhkan waktu yang sangat lama puluhan hingga ratusan ribu tahun menuju periode selanjutnya di mana alat-alat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sudah diolah dengan lebih baik lagi.

Di dalam artikel ini akan dijelaskan tentang masa berburu dan mengumpulkan makanan yang terbagi menjadi dua periodesasi yakni;

  1. Kehidupan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana;
  2. Kehidupan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut.

Kehidupan Manusia Pada Masa Berburu Dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana

Periodesasi atau pembabakan waktu pada masa pra-aksara di Indonesia salah satunya adalah kehidupan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana. Pada periode ini juga sering dikenal dengan pembabakan masa paleolitikum di Indonesia hingga masa mesolitikum di Indonesia. Di bawah ini akan dijelaskan tentang kehidupan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana di Indonesia.

Keadaan lingkungan fisik pada masa ini sangat memengaruhi cara hidup manusia purba pendukungnya. Keadaan alam pada masa pleistosen berlangsung selama beberapa juta tahun yang lalu dengan kondisi alam masih tidak stabil, baik dalam bentuk fisik, iklim, maupun perkembangan manusia. Penghidupan hanya terpusat pada usaha mempertahankan diri di tengah alam dengan kemampuan yang serba terbatas. Manusia purba yang hidup pada masa ini terdiri dari jenis Pithecantrophus dan Megantrophus yang teramat sangat menggantungkan kehidupannya pada kondisi alam yang ada.

Daerah-daerah yang diduduki atau ditempati oleh manusia purba pada masa ini haruslah dapat memberikan persediaan makanan dan kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, tempat-tempat yang menarik untuk didiami adalah tempat yang cukup mengandung bahan makanan dan air, terutama tempat-tempat yang sering dikunjungi atau dilalui oleh binatang seperti tepian danau, tepi sungai besar, tepi pantai dan lain-lain. Maka, tidaklah mengherankan bahwa penemuan sisa-sisa peninggalan manusia pada masa ini banyak ditemukan di daerah tersebut.

Baca Juga  Rakeyan Watuageng (942-954)

Pada periode ini manusia belumlah mengenal pembagian kerja secara nyata. Kehidupan di dalam kelompok dilakukan secara komunal primitif yang berarti segala alat produksi yang dimiliki oleh manusia adalah milik bersama dan untuk kepentingan bersama. Segala kegiatan dilakukan secara bersama-sama dan untuk kepentingan bersama, antara lain seperti kegiatan berburu dan meramu makanan. Semua kegiatan ini dilakukan oleh seluruh anggota kelompok tanpa memandang gender (jenis kelamin) maupun status sosial yang dimiliki oleh masing-masing individu.

Kegiatan berburu di dalam kelompok menggunakan alat-alat dari batu sehingga dapatlah dikatakan periode ini sebagai Zaman Batu. Alat-alat yang terbuat dari batu ini masih dalam bentuk yang sangat sederhana. Semisal adalah sebuah batu bulat yang diikat untuk menjerat binatang, maupun untuk menghancurkan makanan. Peralatan hidup yang dihasilkan pada masa ini sangatlah sederhana dan terbuat dari apa yang disediakan oleh alam seperti batu, tulang dan kayu yang hanya dibentuk sekedar untuk memenuhi tujuan penggunaannya. Di mana alat-alat tersebut digunakan untuk pencarian dan pengolahan bahan makanan seperti umbi-umbian maupun untuk keperluan beruburu hewan.

Peralatan Yang Dihasilkan Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana

Berikut ini adalah peralatan yang dihasilkan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana:

Kapak Perimbas

Kapak perimbas merupakan alat batu yang dipangkas salah satu permukaan untuk memperoleh ketajamannya. Teknik pembuatannya pada umumnya masih sangat kasar dan tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Pendukung kebudayaan kapak perimbas diduga adalah manusia jenis Pithecantrophus. Di Indonesia, kapak perimbas mempunyai daerah persebaran yang sangat luas meliputi daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Flores dan Timor. Daerah Pacitan, Jawa Timur, merupakan daerah terkaya akan penemuan kapak perimbas sehingga kapak perimbas disebut juga sebagai hasil dari kebudayaan Pacitan.

Alat Serpih

Alat serpih merupakan alat yang dibuat dari serpihan batu. Alat serpih ini digunakan sebagai pisau, serut, gurdi, dan penusuk. Bentuk alat serpih tergolong sederhana (seperti tipe clacton) dengan kerucut pukul (bulbus) yang menonjol dan dataran pukul (striking platform) yang lebar dan rata. Teknik clacton merupakan teknik pembuatan alat serpih yang menghasilkan dataran pukul lebar dan kerucut pukul tebal. Tradisi alat serpih menghasilkan perkakas-perkakas yang berbentuk sederhana dengan memperlihatkan kerucut pukul yang jelas. Persebaran alat serpih meliputi wilayah Jawa, Sumatera, Sumbawa, Sulawesi, Flores, dan Timor. Di Indonesia, alat serpih yang ditemukan berasal dari masa akhir Pleistosen Tengah atau awal Pleistosen Atas.

Baca Juga  Sultan Trenggana

Alat-alat Tulang dan Tanduk

Alat-alat dari tanduk biasanya digunakan sebagai mata tombak, pencukil, atau belati. Alat ini ditemukan di Jawa, terutama di daerah Ngandong, Jawa Timur. Oleh karena itu, alat tulang dan tanduk disebut juga sebagai hasil kebudayaan Ngandong. Pendukung kebudayaan ini diperkirakan adalah jenis manusia Pithecantrophus Soloensis.

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana di dominasi oleh jenis manusia Pithecantrophus dan Megantrophus. Kehidupan manusia pada masa ini cenderung masih nomaden (berpindah-pindah) maupun semi-nomaden dengan mulai menetap di gua-gua. Kehidupan manusia pada masa ini belum mengenal kepercayaan yang berkaitan dengan hal-hal spiritual. Hal ini dapat terjadi sebab, sebagian besar atau bahkan keseluruhan aktivitas dari kehidupan manusia hanya terfokus untuk mempertahankan kehidupannya, memenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu makan di tengah keadaan alam yang masih belum stabil ini.

Kehidupan Manusia Pada Masa Berburu Dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut

Selain pengolahan alat yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut ini manusia sudah memulai usaha-usaha untuk memelihara dan mengembangbiakkan binatang. Meskipun telah ada usaha untuk pengembangbiakkan binatang, pada masa ini, pola tempat tinggal manusia pun masih belum menetap secara permanen. Manusia masih memilih gua-gua sebagai tempat tinggal yang letaknya berdekatan dengan sungai maupun tepi pantai.

masa berburu dan mengumpulkan makanan
Ilustrasi kehidupan manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan

Jika sumber makanan di lingkungan sekitar sudah berkurang, maka mereka akan pergi dan mencari tempat lain, di mana sumber makanan masih tersedia secara berlimpah. Sementara mereka yang tinggal di tepi pantai, mulai melakukan berbagai usaha untuk mencari ikan di laut dan juga muara sungai. Selain memakan ikan dan kerang, mereka juga memakan tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan darat.

Di Indonesia, sepanjang pantai timur Sumatera bagian utara, ditemukan peninggalan berupa sampah dapur yang terdiri atas tumpukkan kulit kerang yang disebut kjokkenmoddinger. Tumpukan kulit kerang yang membukit itu menunjukkan adanya penduduk yang telah tinggal di sekitar tepi pantai dan makanan laut sebagai sumber pangannya.

Baca Juga  Pergerakan Nasional Masa Pendudukan Jepang

Kehidupan spiritual dan sosial-ekonomi masyarakat dapat dilacak dari penemuan dari lukisan-lukisan di dinding gua tempat tinggal mereka. Sebagai salah satu contoh yang terdapat di Gua Leang-Leang, Maros, Sulawesi Selatan. Lukisan tersebut berupa cap tangan dengan latar belakang cat merah yang diperkirakan mungkin mengandung arti kekuatan pelindung untuk mencegah roh-roh jahat. Sementara itu, cap tangan yang jari-jarinya tidak lengkap dianggap sebagai tanda adat berkabung.

Lukisan-lukisan di dinding gua itu dibuat dengan cara menggores dindingnya atau dengan menggunakan cat alami yang didominasi oleh warna merah, putih dan hitam. Alam kepercayaan masyarakat pada masa ini juga nampak terlihat dari upacara-upacara penguburan. Seperti yang ditemukan di Gua Lawa, Sampung, Gua Sodong, dan bukit kerang di Sumatera Utara.

Peralatan Yang Dihasilkan Pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut

Berikut ini adalah peralatan yang digunakan pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut;

Alat Serpih Bilah

Alat serpih adalah alat yang masih tetap bertahan digunakan sejak masa sebelumnya. Di mana dalam teknik pembuatannya melanjutkan teknik dari masa sebelumnya, tetapi bentuk-bentuk alatnya lebih maju dalam berbagai corak untuk bermacam kegunaannya. Batuan yang digunakan untuk membuat alat ini umumnya adalah kalsedon, gamping dan andesit. Di Indonesia tradisi serpih bilah pada masa ini banyak ditemukan di daerah Sulawesi Selatan.

Kapak Genggam Sumatera (Pebble)

Pebble adalah alat batu yang dipangkas pada salah satu sisi permukaan dan berbentuk lonjong. Alat ini ditemukan di bukit-bukit kerang di pantai timur Sumatera Utara dan Aceh. Kapak genggam Sumatera ini secara umum banyak ditemukan di Asia Tenggara. Selain di Indonesia, kapak jenis ini juga ditemukan di Tiongkok Selatan, Vietnam, Kamboja, Pegunungan Annam, Thailand, Semenanjung Malaya, Australia dan juga Tasmania.

Alat Tulang

Penemuan alat tulang yang terkenal dari periode ini adalah alat-alat yang ditemukan di Gua Lawa di daerah Sampung, Ponorogo, Jawa Timur. Di dalam Gua Lawa ditemukan alat-alat tulang yang berasal dari masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut dan juga alat-alat tulang yang berasal dari masa sebelumnya, yaitu masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana.

Jadi, perkembangan kehidupan manusia pada masa ini dapat dikatakan sudah mengalami beberapa hal yang cukup maju. Diantaranya dengan ditemukannya alat-alat yang telah diolah dengan lebih baik lagi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Di sisi lain, jejak-jejak kehidupan spiritual pun sudah mulai nampak dari petunjuk yang diberikan dalam goresan-goresan di dinding gua yang menunjukkan bahwa manusia pada masa ini sudah mulai memikirkan dan mempercayai kekuatan yang diluar nalar manusia itu sendiri yang disebut dengan kekuatan gaib.

Daftar Bacaan

  • Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca