Kemunculan Kerajaan-Kerajaan Pesisir di Asia Tenggara Awal Abad Masehi
Kerajaan-Kerajaan Pesisir Asia Tenggara – Kemunculan kerajaan-kerajaan pesisir di Asia Tenggara berkaitan erat dengan meningkatnya aktivitas kemaritiman pada awal tarikh Masehi. Aktivitas kemaritiman itu telah membuat munculnya kota-kota pelabuhan di Asia Tenggara termasuk Kepulauan Indonesia. Dengan letaknya yang dilalui oleh rute pelayaran dan perdagangan internasional, kota-kota pelabuhan ini secara bertahap mulai berkembang menjadi kekuatan politik yang mampu memberikan pengaruhnya terhadap wilayah di sekitarnya.
Pelayaran yang dilakukan dengan memanfaatkan angin muson memengaruhi waktu para pedagang yang singgah di suatu wilayah (kota pelabuhan). Mereka diharuskan untuk menunggu hingga angin kembali bertiup yang dapat mengantarkan mereka ke tujuan selanjutnya ataupun menuju kembali pulang. Selama waktu itu sudah tentu terdapat interaksi antara pedagang dengan penduduk lokal. Di mana selama interaksi sosial ini juga terdapat interaksi kebudayaan. Di sini lah terjadi proses distribusi kebudayaan mereka kepada penduduk-penduduk lokal maupun sebaliknya.
Nyatanya, memang aktivitas kemaritiman ini telah menjadi pintu gerbang bagi tersebarnya kebudayaan-kebudayaan luar di Asia Tenggara yang diawali oleh proses Indianisasi yang diwakili terutama oleh ajaran agama Hindu dan agama Buddha yang dilanjutkan oleh proses Islamisasi di kemudian hari. Berkembangnya aktivitas kemaritiman dan semakin intensnya kehadiran orang-orang asing di Asia Tenggara terutama dari India dan Cina telah membawa ide baru di dalam masyarakat dan salah satunya adalah ide mengenai sistem pemerintahan yang bercorak kerajaan. Di bawah ini akan sedikit diuraikan beberapa kerajaan-kerajaan pesisir di Asia Tenggara.
Kerajaan Funan: Kerajaan Pesisir Awal di Asia Tenggara
Eksistensi Kerajaan Funan diperkirakan mulai ada sejak permulaan abad pertama Masehi. Secara geografis letaknya berada diantara Bassac dan Teluk Siam dan bagian selatan Kamboja. Kerajaan Funan diketahui memiliki gudang dan pusat perdagangannya di daerah Oc-Eo, yang amat memegang peranan penting di Delta Sungai Mekong. Kerajaan Funan tumbuh dan berkembang dengan pesat akibat dari perdagangan maritim. Kerajaan Funan di puncak kejayaannya berhasil menguasai perdagangan timur-barat dari India-Cina. Pengaruhnya pun juga mencapai Teluk Siam dan pantai-pantai di barat Kepulauan Indonesia serta di Burma bagian selatan.
Pada awal abad ke-3, raja Funan mengirimkan utusan-utusannya ke India dan Cina. Kontak dengan Cina dan India tidak pernah berhenti. Pengaruh India amat besar bagi Funan selama periode abad ke-4 hingga ke-5 di mana Kerajaan Funan dipimpin oleh seorang India yang bernama Tchan-t’an. Kemudian pada tahun 478-514 Kerajaan Funan dipimpin oleh Kaundinya Jayavarma, yang juga seorang keturunan Brahmana dari India.
Hubungan dengan Cina dibuktikan dengan kehadiran seorang biarawan Buddha bernama Nagasena dan atas nama rajanya, ia membawa patung-patung Buddha buatan Kerajaan Funan untuk maharaja Cina yang berkuasa di daerah selatan. Pada abad ke-5 dua orang biarawan Buddha asal Funan yang ahli dalam bahasa Sanskerta menetap di Cina dan menerjemahkan teks-teks agama Buddha ke dalam bahasa Cina.
Berkat hubungan dengan India dan Cina serta keberhasilan memaksimalkan potensi geografisnya, Kerajaan Funan dapat memperluas pengaruh kebudayaan India ke negeri-negeri disekitarnya. Memasuki abad ke-6 Kerajaan Funan ditaklukkan oleh Kerajaan Chen-la yang terletak di Indocina tengah. Selain serangan yang dilakukan oleh Kerajaan Chen-la terdapat beberapa faktor yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Funan adalah ketergantungan Funan terhadap aktivitas kemaritiman, sehingga ketika sering terjadinya serangan bajak laut di daerah Tanah Genting Kra dan Cina Selatan, membuat Funan sedikit demi sedikit mengalami kemerosostan.
Setelah keruntuhan Kerajaan Funan, di Indocina muncul dua kekuatan politik baru;
- Kerajaan Cham yang menguasai Vietnam Tengah dan Selatan;
- Kerajaan Khmer yang mendominasi Kamboja dan Lembah Sungai Menam.
Kerajaan Koying
Selain Kerajaan Funan yang berhasil tumbuh menjadi kekuatan politik yang berkembang dari kota pelabuhan, di Kepulauan Indonesia berdasarkan keterangan yang dihimpun oleh sumber-sumber Cina juga muncul Kerajaan Koying. Kerajaan Koying diperkirakan mulai eksis sekitar abad ke-2 hingga ke-3. Dari beberapa temuan arkeologis Kerajaan Koying dianggap sebagai penghubung perdagangan antara Laut Jawa – India – Funan.
Kota-kota pelabuhan Kerajaan Koying berfungsi sebagai tempat singgah bagi perahu-perahu kun-lun yang mengangkut rempah-rempah dari Kepulauan Maluku menuju India dan Cina. Selain rempah-rempah juga terdapat komoditas lainnya seperti kayu cendana yang berasal dari Timor. Perdagangan yang dilakukan dengan para pedagang India dilakukan dengan sistem barter di mana para pedagang India akan menukar barang-barang ini dengan mutiara, emas, batu giok, kacang pistachio, kuda, maupun barang pecah belah.
Eksistensi Kerajaan Koying sangatlah ditunjang oleh aktivitas perdagangan maritim di mana di sanalah Kerajaan Koying menggantungkan dirinya. Nasib kerajaan Koying tidak jauh berbeda dengan Kerajaan Funan yang amat menggantungkan kehidupannya pada perdagangan maritim. Ketika jalur-jalur maritim sering mendapat ancaman dari bajak laut dan kerajaan itu tidak cukup kuat mengatasinya, maka mulai mundurlah pengaruh dan kekuatannya. Kerajaan Koying tidak pernah disebut-sebut lagi dalam berita-berita Cina setelah digantikan dengan kebesaran nama shih-li-fo-shih (Kerajaan Sriwijaya)
Kerajaan Kantoli
Kerajaan Kantoli terletak diantara Jambi dan Palembang yang dianggap sebagai kekuatan politik pertama di daerah ini sebelum eksistensinya digantikan oleh Kerajaan Sriwijaya. Seperti Kerajaan Funan dan Kerajaan Koying, Kerajaan Kantoli sangat bergantung pada dunia perdagangan maritim. Kerajaan Kantoli adalah kerajaan yang memiliki fungsi sebagai penghubung seperti Kerajaan Koying yang menghubungkan perdagangan di Kepulauan Indonesia menuju India atau pun Cina.
Kemunduran Kerajaan Kantoli bukan hanya sekedar disebabkan oleh adanya ancaman di lautan terutama oleh bajak laut, namun hubungan dagang dengan Cina lah yang menyebabkan kemunduran Kerajaan Kantoli. Perkembangan politik di Cina saat dipimpin oleh Kaisar Yan Jian pada abad ke-6. Kaisar Yan Jian melarang kemewahan dan kosmetik di dalam kalangan istana. Tindakan ini jelas pula mempengaruhi jumlah impor barang-barang mewah dan rempah-rempah menurun secara signifikan.
Perlu diketahui pula bahwa Kerajaan Kantoli adalah kerajaan yang berada di luar dari pengaruh Kerajaan Funan. Sehingga Kerajaan Kantoli amatlah bergantung pada perdagangannya dengan Cina. Hal ini lah yang menyebabkan situasi politik yang terjadi di Cina akan berdampak pula bagi pemasukan Kerajaan Kantoli. Selain oleh karena kebijakan politik Cina, Kerajaan Kantoli mengalami kemunduran juga disebabkan adanya letusan Gunung Krakatau pada tahun 535 yang menjadi sebab terpisahnya Pulau Sumatera dan Pulau Jawa.

Demikianlah penjelasan singkat tentang kemunculan Kerajaan-Kerajaan Pesisir di Asia Tenggara pada awal abad Masehi. Ketiga kerajaan pesisir ini menjadi pelopor terbentuknya kesatuan-kesatuan politik lainnya di Asia Tenggara yang berkembang dari kota pelabuhan dan mendapatkan manfaat dari aktivitas kemaritiman.