Kerajaan Babilonia adalah kerajaan yang diperkirakan muncul ketika orang Amori menjadi Raja di Kerajaan Babilonia pada 1894 SM. Awal mulanya Kerajaan Babilonia adalah salah satu negara-kota kecil yang berada di selatan Mesopotamia dan hanya sebuah provinsi kecil pada masa Kekaisaran Akkadia. Akan tetapi, ketika orang-orang Amori yang sebelumnya dikalahkan oleh Kerajaan Assyria berhasil membangun dan mengembangkan kota Babilonia, Kota Babilonia mulai tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kekuatan politik terkuat di Mesopotamia.
Latar Belakang Didirikannya Kerajaan Babilonia
Orang-orang Amori mulai mendirikan sebuah kerajaan kecil yang dikenal dengan nama Kazallu yang mencakup kota kecil Babilonia sekitar tahun 1894 SM. Namun, secara perlahan orang-orang Amori di bawah pimpinan Sumuabum mulai memperluas kekuasaannya dengan mengekspansi daerah-daerah sekitarnya dan membentuk Kerajaan Babilonia.
Periode pembentukan ini disebut juga sebagai Kerajaan Babilonia Pertama atau juga disebut dengan Dinasti Babilonia Pertama. Meskipun Sumuabum berhasil dalam memperluas wilayah Kerajaan Babilonia, namun ia tidak pernah mendeklarasikan dirinya sebagai seorang raja. Begitu juga oleh penerus-penerusnya seperti Sumu-la El, Sabium, Apil-Sin yang tidak mendeklarasikan dirinya sebagai seorang raja.
Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya Kerajaan Babilonia masih merupakan kekuatan politik yang masih kecil sehingga belum berani secara terang-terangan menunjukkan eksistensinya sebagai sebuah kekuatan yang mandiri. Walaupun penguasa selanjutnya, Sin-Muballit mendeklarasikan dirinya sebagai raja, nampaknya Kerajaan Babilonia masih tergantung oleh kekuatan-kekuatan politik yang berada di sekitarnya. Kerajaan Babilonia memang berada di dalam bayang-bayang kerajaan-kerajaan besar disekitarnya seperti Kerajaan Assyria, Isin, larsa dan Elam. Sehingga, ini lebih baik bagi Kerajaan Babilonia untuk menghindari perseteruan dengan kekuatan politik yang besar di saat belum siap. Raja-raja Kerajaan Babilonia pada periode awal ini sebagian besar memang menjadi bawahan dari Kerajaan Elam di Mesopotamia Selatan.
Pemerintahan Hammurabi
Kerajaan Babilonia mulai tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan politik yang besar pada masa pemerintahan Raja Hammurabi yang memerintah selama 1792-1750 SM. Selama pemerintahan Hammurabi, Kerajaan Babilonia mulai tumbuh dari kota kecil menjadi kota besar yang layak dihuni oleh seorang raja. Dengan proyek pembangunan besar-besaran Hammurabi mulai membangun Kerajaan Babilonia. Selain melakukan pembangunan infrastruktur, Hammurabi juga melakukan pembaruan di bidang birokrasi, pemberlakuan pajak dan penerapan sistem pemerintahan terpusat.
Hammurabi juga berhasil membebaskan Kerajaan Babilonia dari pengaruh Kerajaan Elam dan berhasil mengusir bangsa Elam dari seluruh Mesopotamia selatan. Di Mesopotamia selatan, Hammurabi berhasil menaklukan Kota Isin, Larsa, Eshnunna, Kish, Lagash, Nippur, Borsippa, Ur, Uruk, Umma, Adab, Sippar, Rapiqum, dan Eridu. Penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh Hammurabi telah memberikan stabilitas bagi daerah selatan Mesopotamia dan mengintegrasikan negara-negara kecil menjadi satu bangsa; sejak masa Hammurabi inilah daerah Mesopotamia selatan menggunakan nama Babilonia.
Setelah berhasil menaklukkan selatan Mesopotamia, Hammurabi mengarahkan pasukannya yang terlatih dan terkenal disiplin itu ke arah timur untuk menaklukkan Elam, Gutia, Lullubi dan Kassites. Di sebelah barat, ia menaklukkan negara bagian Amori di Levant termasuk kerajaan Mari dan Yamhad yang dikenal kuat.
Hammurabi kemudian mulai melirik Kerajaan Assyria yang menguasai Mesopotamia dan mendominasi daerah itu dalam berbagai bidang. Hammurabi tidak mudah dalam menaklukkan Kerajaan Assyria dan baru pada masa pemerintahan Mut-Ashkur di Kerajaan Assyria, Kerajaan Babilonia berhasil memaksa raja Kerajaan Assyria itu untuk memberi penghormatan kepada Babilonia pada 1751 SM sebagai tanda tunduknya Kerajaan Assyria terhadap Kerajaan Babilonia. Kerajaan Assyria kemudian memberi wewenang kepada Kerajaan Babilonia kendali atas koloni Kerajaan Assyria yang berusia berabad-abad yaitu Hattian dan Hurrian di Anatolia.
Salah satu karya Hammurabi adalah yang bernama codex Hammurabi adalah sebuah hukum tertulis yang merupakan penyempurnaan dari Sumeria, Akkadia, dan Assyria. Codex Hammurabi ini ditulis setelah penaklukan Hammurabi atas wilayah Elam. Pada masa Hammurabi inilah posisi Dewa Marduk menjadi dewa tertunggi di selatan Mesopotamia. Orang-orang Babilonia yang sebagian besar adalah orang Amori, pada masa pemerintahan Hammurabi tetap melakukan perdagangan dengan negara-kota orang Amori dan Kanaan di barat, dengan pejabat atau pasukan Kerajaan Babilonia kadang-kadang melewati Levant dan Kanaan, dan pedagang Amori beroperasi secara bebas di seluruh Mesopotamia.
Keruntuhan
Setelah Hammurabi meninggal pada 1749 SM, Samsu-iluna, penggantinya berhasil dikalahkan oleh Ilum-ma-ili yang diduga adalah orang Akkadia berhasil mengusir orang-orang Babilonia dari ujung selatan Mesopotamia dan mendirikan Dinasti Sealand. Tekanan juga dirasakan oleh Kerajaan Babilonia ketika Puzur Sin pada 1740 SM yang merupakan orang Assyria mengusir orang-orang Amori dari Ashur. Ketika Adasi berhasil memenangkan konflik internal di Kerajaan Assyria dan menjadi raja pada 1735 SM, orang Assyria ini mulai melirik bekas wilayah Kerajaan Babilonia di Mesopotamia Tengah yang terus dilanjutkan oleh penguasa Kerajaan Assyria selanjutnya, Bel-bani.
Kerajaan Babilonia mulai kehilangan wilayahnya secara bertahap meskipun penerus Samshu-iluna (Samsu-iluna), Abi-Eshuh sejak 1712 SM berupaya untuk merebut Sealand, namun upayanya berhasil digagalkan oleh Damqi-ilishu II. Pada akhir pemerintahan Abi-Eshuh, Kerajaan Babilonia hanya menjadi kerajaan kecil dan lemah.
Setelah Abi-Eshuh, para penerusnya Ammi-Ditana dan Ammi-Saduqa berada dalam posisi yang relatif sangat lemah untuk mengembalikan wilayah yang telah banyak hilang setelah kematian Hammurabi. Keduanya lebih memilih untuk membangun perdamaian di dalam Kerajaan Babilonia sendiri.
Raja Kerajaan Babilonia terakhir, Samsu-Ditana mendapatkan tekanan dari orang-orang Kassites yang berasal dari pegunungan yang berada di barat laut negara Iran sekarang. Selain itu, Samsu-Ditana juga harus mendapatkan serangan orang Het yang berpusat di Anatolia pada 1595 SM. Samshu-Ditana (Samsu-Ditana) akhirnya digulingkan oleh Raja Het Mursili I, raja Kerajaan Hitit setelah penjarahan terhadap Menara Babel.
Peninggalan Kerajaan Babilonia
Hukum Hammurabi (Codex Hammurabi)
Tidak dapat dipungkiri bahwa Kode Hammurabi adalah hukum tertulis pertama di dunia yang berisi 280 putusan; tentang hukum perdata dan pidana, yang terutama menangani kasus-kasus dari kehidupan sehari-hari sedemikian rupa seperti masalah korupsi, pencurian, perampokan, penjarahan, perbudakan, pajak, pembunuhan, penebangan pohon secara liar, hukum keluarga dan posisi masyarakat di dalam struktur sosial kerajaan.
Ilmu Pengetahuan Kerajaan Babilonia
Tidak banyak hal yang diketahui tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa Kerajaan Babilonia. Perkembangan ilmu pengetahuan seperti matematika dan ilmu administrasi tentu merupakan warisan dari periode sebelumnya, yakni pada masa Sumeria, Akkadia dan Assyria. Namun, yang mungkin menjadi pertanyaan adalah mengenai keberadaan Menara Babel yang diklaim sebagai bagian dari peninggalan Kerajaan Babilonia meskipun hingga kini masih diperdebatkan berkaitan letak dan waktu pembangunannya. Kurangnya minat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini dapat disebabkan oleh kurangnya stabilitas politik yang terjadi pada masa berdirinya Kerajaan Babilonia di mana peperangan terus terjadi sepanjang berdirinya Kerajaan Babilonia ini.
Daftar Bacaan
- Budge, E. A. Wallis (Ernest Alfred Wallis); King, L. W. (Leonard William). 1908. A guide to the Babylonian and Assyrian antiquities. London : Printed by the order of the Trustees.
- King, Leonard William. 1969. A History of Babylon: From the Foundation of the Monarchy to the Persian Conquest. New York: AMS Press.
- van Koppen, Frans. “The Old to Middle Babylonian Transition: History and Chronology of the Mesopotamian Dark Age.” Ägypten Und Levante / Egypt and the Levant, vol. 20, 2010, pp. 453–63.