Kerajaan Demak 1475-1548

Kerajaan Demak

Kerajaan Demak (Kesultanan Demak) sebagai kerajaan bercorak Islam pertama di Pulau Jawa, mulai menunjukkan eksistensinya sebagai kerajaan mandiri sejak permulaan awal abad ke-16 setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah yang merupakan anak dari Brawijaya V (raja Kerajaan Majapahit terakhir). Setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa, Kerajaan Demak mulai tumbuh dan berkembang menjadi kerajaan besar yang memiliki pengaruh bagi perkembangan ajaran agama Islam di Pulau Jawa dan juga terhadap hegemoni lalu lintas perdagangan di pantai utara Pulau Jawa. Di dalam artikel ini akan dijelaskan secara singkat tentang Kerajaan Demak.

Latar Belakang

Sebelum mengetahui awal berdirinya Kerajaan Demak, perlu diketahui terlebih dahulu letak geografis Kerajaan Demak. Letak geografis Kerajaan Demak terletak di pesisir utara Pulau Jawa dengan lingkungan alamnya yang subur, dan semula adalah sebuah kampung yang dalam babad lokal disebut dengan Gelagahwangi. Gelagahwangi inilah tempat yang konon dijadikan pemukiman muslim di bawah pimpinan Raden Patah yang mana dengan kehadirannya di tempat tersebut atas petunjuk seorang wali bernama Sunan Rahmat atau Sunan Ampel.

Raden Patah adalah seorang putra Brawijaya V dan ibunya merupakan seorang putri Champa. Kerajaan Demak yang pada masa pemerintahan Raden Patah merupakan salah satu kerajaan bawahan dari Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Brawijaya V. Ketika Raden Patah masih di dalam kandungan ibunya, ibunya oleh Brawijaya V dititipkan kepada Arya Damar, gubernur di Palembang, dan di tempat itulah Raden Patah lahir. Raden Patah dididik oleh Arya Damar yang telah memeluk ajaran agama Islam, sehingga Raden Patah pun memeluk keyakinan yang dianut oleh Arya Damar.

Setelah mulai beranjak dewasa, Raden Patah diberikan wilayah oleh Brawijaya V untuk diperintah sendiri olehnya di daerah Demak. Di Demak itulah kemudian tumbuh dan berkembang sebagai pusat kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa sejak akhir abad ke-15 M. Kerajaan Demak sendiri mungkin mulai eksis sebagai kerajaan sejak lenyapnya ibukota Kerajaan Majapahit di daerah Trowulan oleh wangsa Girindawardhana dari Kerajaan Kadiri tahun 1474.

Kerajaan Demak adalah kerajaan yang bercorak Islam pertama di Pulau Jawa. Pada awalnya, Kerajaan Demak adalah kerajaan bawahan (vasal) dari Kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak mulai berdiri setelah Brawijaya V memberikan putranya, Raden Patah wilayah Demak untuk memerintah. Dengan bantuan dari daerah-daerah pesisir utara Pulau Jawa seperti Jepara, Tuban dan Gresik yang telah memeluk agama Islam, Kerajaan Demak mulai tumbuh besar dan mulai menenggelamkan pengaruh Kerajaan Majapahit.

Baca Juga  Respon Mesir Terhadap Kemerdekaan Indonesia

Pengaruh Kerajaan Demak yang semakin membesar menyebabkan Raden Patah memutuskan ikatan dengan Kerajaan Majapahit yang sedang berada dalam kemunduran. Putusnya ikatan dengan Kerajaan Majapahit menyebabkan Kerajaan Demak mulai menjadi kerajaan yang mandiri terlepas dari pengaruh Kerajaan Majapahit. Kuatnya pengaruh Kerajaan Demak selanjutnya berhasil membawa Kerajaan Majapahit ke arah keruntuhannya.

Babad lokal menempatkan keruntuhan Kerajaan Majapahit terjadi pada tahun 1478 M, dengan candrasengkala-nya “Sirna Hilang Kertaning Bhumi” (1400 Saka). Mungkin angka tahun ini dapat dikaitkan pula dengan candarasengkala memet yang digambarkan sebagai bulus pada dinding mihrab Masjid Agung Demak yang dapat diartikan tahun 1401 S atau 1479 M. Berdasarkan berita yang diberikan oleh Tome Pires, Demak merupakan kota besar dengan jumlah rumah kurang lebih mencapai 8000-14000 rumah. Setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Majapahit pada 1478, Kerajaan Demak berhasil menjadi kerajaan mandiri pada tahun 1481 yang lepas dari pengaruh Kerajaan Majapahit.

Kondisi Politik

Penting dicatat di sini bahwa raja-raja Kerajaan Demak terkenal sebagai pelindung agama sehingga antara raja-raja dengan kaum ulama erat bergadengan. Pendirian Masjid Agung Demak oleh para wali dengan arsiteknya adalah Sunan Kalijaga. Masjid Demak difungsikan sebagai pusat dari kegiatan penyebaran agama Islam termasuk di dalamnya dakwah ajaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Ampel, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Gresik, Sunan Drajat, Sunan Gunungjati, dan Syekh Lemah Abang (Syekh Siti Jenar). Berikut ini adalah raja-raja yang memerintah di Kerajaan Demak berdasarkan sumber-sumber lokal dan sumber-sumber asing;

  1. Raden Patah
  2. Pati Unus
  3. Sultan Trenggana (Sultan Trenggono)
  4. Sunan Prawata
  5. Arya Penangsang

Puncak Kejayaan

Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Trenggana. Hal ini dapat diketahui dari upaya-upaya yang dilakukan oleh Sultan Trenggana pada masa pemerintahannya dengan menguasai pelabuhan-pelabuhan di Pantai Utara Jawa. Selain itu, pada masa kepemimpinan Sultan Trenggana ini pula pengaruh Kerajaan Demak juga nampak pada daerah-daerah diluar Pulau Jawa seperti Palembang, Banjar, dan Maluku.

kerajaan demak

Kerajaan Demak yang telah berhasil menguasai daerah-daerah pelabuhan di Pantai Utara Jawa nyatanya telah membawa Kerajaan Demak sebagai penguasa tunggal terhadap hegemoni perekonomian di Pantai Utara Jawa dengan pusatnya sendiri di Pelabuhan Demak. Sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan, Pelabuhan Demak ditunjang oleh Pelabuhan Jepara yang dijadikan sebagai pusat dari aktivitas kemiliteran.

Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana, Kerajaan Demak menjadi pusat dari penyebaran ajaran agama Islam, terutama dengan pusatnya adalah Masjid Agung Demak sendiri. Peran Kerajaan Demak dalam menyebarkan ajaran agama Islam melalui keberhasilannya dalam menaklukan daerah-daerah pelabuhan penting di Pantai Utara Jawa, termasuk Cirebon, Sunda Kalapa dan Banten. Dengan dikuasainya pelabuhan-pelabuhan itu maka perekonomian Kerajaan Demak bangkit dan mencapai kemajuan yang pesat.

Baca Juga  Pergerakan Nasional Akhir Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda

Kondisi Ekonomi

Perekonomian Kerajaan Demak dapat dilihat dari wilayah kekuasaannya. Letak Kerajaan Demak yang strategis dnegan menguasai pelabuhan-pelabuhan Pantai Utara Pulau Jawa sangat menguntungkan bagi Kerajaan Demak. Pelabuhan-pelabuhan Pantai Utara Pulau Jawa yang memang memegang peranan penting dalam perdagangan sejak awal tarikh Masehi tetap mendatangkan keuntungan yang besar bagi Kerajaan Demak melalui aktivitas jual-beli barang dagang dan pajak yang menggiurkan dari adanya pelabuhan yang mampu memfasilitasi para pedagang untuk singgah.

Kerajaan Demak menjadi daerah penghubung bagi penghasil rempah-rempah yang terletak di Kepulauan Indonesia bagian timur dengan daerah penjual rempah-rempah yang terletak di sebelah barat Kepulauan Indonesia. Letak Kerajaan Demak yang strategis inilah yang menjadikan Kerajaan Demak dapat dengan mudah tumbuh dan berkembang sebagai salah satu kekuatan politik terbesar di Indonesia pada abad ke-16 dengan terutama memanfaatkan aktivitas perdagangan.

Selain memanfaatkan pelabuhannya, Kerajaan Demak sangat bergantung pada aktivitas pertanian yang menjadi mata pencaharian utama masyarakatnya. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas ekspor Kerajaan Demak, terutama beras yang dikirimkan ke pelabuhan-pelabuhan di Pantai Utara Pulau Jawa. Beberapa barang yang diekspor dari Kerajaan Demak antara lain beras, lilin, garam, kayu jati dan juga madu. Hasil komoditas Kerajaan Demak yang terletak di daerah pedalaman diekspor melalui dua pelabuhan utama yaitu Japara (Jepara) dan Bergota (Semarang).

Sosial, Kebudayaan dan Agama

Kerajaan Demak menjadikan ajaran agama Islam sebagai agama negara dan ini nampaknya juga menjadi agama mayoritas dari masyarakatnya yang telah menganut ajaran agama Islam dari ajaran lama (baik kebudayaan asli maupun ajaran Hindu ataupun Buddha). Meskipun telah menganut ajaran agama Islam, masyarakat Kerajaan Demak masih menjalankan tradisi-tradisi lama yang bersinkretisme dengan ajaran agama Islam.

Kerajaan Demak menjadikan semangat untuk menyebarkan dakwah ajaran agama Islam diiringi dengan ambisi politik untuk menaklukan seluruh Pulau Jawa terutama yang belum memeluk ajaran agama Islam. Kerajaan Demak menjadi pusat awal dari penyebaran ajaran agama Islam dengan bantuan para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Bonang. Para wali itu beberapa diantaranya ada yang menjabat sebagai penasehat raja, senapati maupun sebagai utusan raja. Para raja Kerajaan Demak berupaya membangun hubungan antara para bangsawan maupun dengan rakyat melalui cara pembinaan masyarakat yang dilakukan di masjid maupun dengan pembangunan pondok pesantren.

Kemunduran Kerajaan Demak

Kerajaan Demak mulai mengalami kemunduran oleh karena terjadinya perebutan kekuasaan antara Sunan Prawoto dan Arya Penangsang, Bupati Jipang. Arya Penangsang menganggap dirinyalah yang lebih berhak dan pantas atas kekuasaan di Kerajaan Demak dibandingkan dengan Sunan Prawoto. Konflik antara Arya Penangsang dan Sunan Prawoto menyebabkan terbunuhnya Sunan Prawoto dan juga Pangeran Hadiri, Bupati Kalinyamat.

Baca Juga  Prasasti Jambu: Menarik Prasasti Ini Menunjukkan "Keangkuhan" Raja Purnawarman!

Upaya Arya Penangsang dengan mengaku bahwa dirinya sebagai pewaris sah dari Kerajaan Demak oleh karena permasalahan yang terjadi antara Sultan Trenggana dengan Pangeran Seda Lepen. Permasalahan itu disebabkan setelah Pati Unus meninggal pada tahun 1521. Oleh sebab Pati Unus tidak memiliki putra, maka takhta Kerajaan Demak diperebutkan oleh Pangeran Seda Lepen dan Pangeran Trenggana (Sultan Trenggana).

Pada saat itu, Pangeran Trenggana berhasil menyingkirkan Pangeran Seda Lepen (Raden Kikin) yang sebenarnya lebih berhak sebagai pewaris takhta sepeninggal Pati Unus. Pangeran Trenggana kemudian memerintahkan Raden Mukmin (Sunan Prawoto) untuk membunuh Pangeran Seda Lepen. Setelah Raden Mukmin berhasil membunuh Pangeran Seda Lepen, maka Pangeran Trenggana-lah yang menjadi raja Kerajaan Demak.

Semasa pemerintahan Sultan Trenggana, anak Pangeran Seda Lepen (Raden Kikin), Arya Penangsang tetap menyimpan dendam kepada Sultan Trenggana yang telah menyingkirkan ayahnya dari hak atas takhta Kerajaan Demak, begitupula pada Sunan Prawoto yang telah membunuh ayahnya. Namun, selama masa pemerintahan Sultan Trenggana, Arya Penangsang tidak pernah melaksanakan keinginannya itu. Namun, setelah Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dan digantikan oleh Sunan Prawoto, Arya Penangsang berusaha menuntut balas kematian ayahnya yang memang dibunuh langsung oleh Sunan Prawoto.

Arya Penangsang segera melakukan penyerangan terhadap daerah Pati yang menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Demak pada masa pemerintahan Sunan Prawoto. Di dalam penyerangan itu, Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto. Setelah membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang menobatkan dirinya sebagai raja Kerajaan Demak.

Arya Penangsang menjadi raja Kerajaan Demak tidaklah lama, sebab adik ipar dari Sunan Prawoto, Jaka Tingkir segera menyusun rencana mengalahkan Arya Penangsang. Jaka Tingikir mendapatkan bantuan dari Ki Ageng Pamanahan dan Ki Panjawi untuk mengalahkan Arya Penangsang. Atas usahanya itu, Jaka Tingkir yang dibantu oleh Sutawijaya (anak Ki Ageng Pamanahan) dalam pertempuran berhasil mengalahkan Arya Penangsang dan merebut takhta Kerajaan Demak untuk dipindahkan ke Pajang. Dengan dipindahkannya pusat kekuasaan di Pajang maka berakhirlah riwayat dari Kerajaan Demak.

Daftar Bacaan

  • Coedes, George. 1968. The Indianized states of Southeast Asia. Honolulu: University of Hawaii Press.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam. Jakarta: Balai Pustaka
  • M.C. Ricklefs. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi
  • Muljana, Slamet. 2005. Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKiS.
error: Content is protected !!