Kerajaan Lombardia adalah sebuah kerajaan awal abad pertengahan negara yang didirikan oleh bangsa Lombard, suku Jermanik, di Semenanjung Italia pada akhir abad ke-6. Kehancuran kerajaan Ostrogoth oleh serangan Kekaisaran Romawi Timur tidak serta-merta telah membebaskan Italia dari orang-orang Germanik. Segera setelah kematian Justinian pada tahun 565 M, orang-orang Germanik muali berusaha untuk melakukan gangguan terhadap Italia dan berusaha untuk kembali dikuasai, dan kali ini oleh orang-orang Lombard.
Orang-orang Lombard adalah yang terakhir dari kelompok bangsa Germanik yang meninggalkan hutan belantara di utara dan mencari rumah baru di Italia. Mereka merebut wilayah utara sungai Po – daerah yang sejak itu dikenal sebagai Lombardy – dan mendirikan ibu kota mereka di Pavia. Orang-orang Lombard sesudahnya membuat banyak pemukiman di Italia tengah dan selatan, tetapi tidak pernah berhasil menaklukkan seluruh semenanjung Italia. Di bawah ini akan dijelaskan tentang Kerajaan Lombardia 568-774 M.
Di bawah raja mereka Wacho dan, kemudian, Audoin (546-560 M), orang-orang Lombard hidup dengan makmur di Pannonia. Setelah Audoin wafat pada tahun 560 M dan digantikan oleh putranya Alboin (560-572 M), salah satu raja Lombard terbesar. Alboin, menurut beberapa sumber, merasakan cara terbaik untuk mengalahkan Gepids adalah dengan bersekutu dengan Bayan I dari Avar (562 / 565-602 M) dan mengalahkan mereka dalam sebuah pertempuran tahun 567 M, Alboin dan Bayan I membunuh raja Gepids, Cunimund dan mengambil kepalanya sebagai tanda kemenangan dan kemudian mengubahnya menjadi cangkir anggurnya. Namun, terdapat beberapa sumber berbeda mengenai perincian ini, dan mungkin Bayan I yang menyarankan aliansi dan yang membunuh Cunimund, yang kemudian memberikan tengkorak Cunimund itu kepada Alboin untuk merayakan kemenangan mereka.
“Migrasi” Lombard ke Semenanjung Italia (565 – 572 M)
Akan tetapi, begitu Gepid ditundukkan, suku Avar-lah yang paling unggul di wilayah Pannonia itu karena kesepakatan yang dibuat Alboin dengan Bayan I sebelum pertempuran. Bayan I telah bersikeras bahwa, jika mereka mengalahkan Gepid, semua tanah dan kekayaan Gepid akan dikembalikan ke Avar, bukan ke Lombard. Hal yang cukup mengherankan mengapa Alboin menyetujui persyaratan yang tidak menguntungkan ini, namun untuk alasan Alboin menyetujuinya masih belum dapat diketahui. Dengan tanah Gepid di bawah kendali mereka, suku Avar mulai dapat mengerahkan lebih banyak kekuatan jika dibandingkan dengan apa yang pernah dilakukan oleh Gepid.
Alboin kemudian menikahi Rosamund, putri raja Cunimund dari Gepid, untuk mengikat persatuan antara Lombard dan Gepid dalam sebuah aliansi untuk melawan kaum Avar, tetapi, pada saat itu, kaum Avar telah tumbuh terlalu kuat dan aliansi Lombard-Gepid terlalu lemah; Alboin merasa akan lebih bijaksana jika ia meninggalkan daerah Pannonia itu. Sejumlah besar pasukan Lombardia yang telah bertugas di pasukan Kekaisaran Romawi Timur di bawah jenderal Narses di Italia, tampil sangat baik dalam pertempuran terutama di Pertempuran Taginae pada 552 M, di mana Narses mengalahkan raja Ostrogoth Totila dan mengklaim kembali Italia untuk kekaisaran.
Para prajurit ini masih mengingat bahwa Italia sebagai tanah hijau dan subur, dan kemungkinan mereka menyarankan migrasi kepada Alboin atau, menurut sumber lain, Narses sendirilah yang mengundang Lombard ke Italia di mana hal ini masih diperdebatkan hingga sekarang. Apa pun motivasinya, pada tahun 568 M, Alboin memimpin orang-orang Lombard dari Pannonia menuju Italia utara.
Migrasi yang dilakukan oleh Alboin juga diikuti oleh berbagai bangsa lain yang secara sukarela bergabung dengan Alboin untuk menjadi bagia dari migrasi ini. Penduduk dari Gepid, Bulgaria, Sarmatian, Pannonia, Suabia, Norican dan juga diantara migrasi ini terdapat setidaknya 20.000 prajurit Saxon, sekutu lama para Lombard beserta keluarga mereka bergabung dengan Alboin dalam migrasi ini. Penyerangan pertama pada tahun 569 M berhasil merebut daerah timur laut Italia dan menguasai beberapa kota penting seperti Vicenza, Verona, Brescia, dan terutama Milan yang menjadi pusat kota Romawi di utara Italia.
Kerajaan Lombardia Di Semananjung Italia (572 – 628 M)
Kekuasaan orang Lombard pada mulanya nyaris tidak bergantung pada apa yang sudah ada di Italia. mereka memperlakukan Italia layaknya sebagai tanah yang ditaklukkan. Secara karakter mereka tampaknya jauh kurang menarik daripada para pendahulu mereka yakni Visigoth dan Ostrogoth di Tanah Italia. Alboin dengan mudah mulai menguasai kota demi kota dengan sedikit atau tanpa perlawanan dari pasukan kekaisaran (pengecualian besar adalah Pavia yang membutuhkan pengepungan tiga tahun untuk proses penaklukkannya). Pada 572 M, Alboin telah menaklukkan sebagian besar Italia, mendirikan ibukotanya di Verona dan Pavia juga berhasil dikuasai setelah pengepungan selama tiga tahun (569-572 M). Namun dapat dikatakan Lombard gagal untuk menguasai seluruh Semananjung Italia.
Kegagalan Lombard untuk menaklukkan seluruh Semenanjung Italia memiliki pengaruh dalam perkembangan politik Italia kemudian hari. Sisilia dan bagian selatan Semenanjung Italia yang ekstrem, di samping distrik-distrik besar yang berisi kota-kota seperti Napoli, Roma, Genoa, Venesia, dan Ravenna, selanjutnya terus berada di bawah kendali Kekaisaran Romawi Timur selama 500 tahun. Para penguasa di Konstantinopel tidak dapat melakukan kontrol yang efektif atas Italia, Italia kini dipisahkan satu sama lain oleh wilayah Lombardia. Konsekuensinya adalah bahwa Italia terpecah menjadi sejumlah negara kecil dan independen, yang tidak pernah bergabung menjadi satu kerajaan sampai seribu tiga ratus tahun.
Setelah berhasil merebut Verona dan Pavia, Alboin kemudian membagi negara itu menjadi 36 wilayah yang dikenal sebagai “duchies” (kadipaten(?)), masing-masing dipimpin oleh seorang duke (adipati) yang melapor langsung kepada raja. Sistem ini dianggap oleh Alboin sebagai sistem pemerintahan yang efisien, mungkin dari sudut pandang birokrasi. Tetapi sistem ini telah meninggalkan terlalu banyak kekuasaan di tangan masing-masing adipati, dan daerah-daerah itu akan makmur ataupun miskin, tergantung pada kualitas adipati mereka. Alboin berkuasa secara efektif dari Verona tetapi, karena dia lebih memperhatikan soal pengamanan perbatasannya melawan kaum Frank dan usaha untuk menghalau serangan Kekaisaran Romawi Timur, Alboin menyerahkan urusan pemerintahan kepada para adipati ini, yang mengakibatkan kurangnya keserasian antara wilayah karena setiap adipati, menginginkan yang terbaik untuk wilayahnya.
Dikarenakan oleh sistem itulah Kerajaan Lombardia berada dalam keadaan yang sangat rentan dan berbahaya pada tahun 572 M ketika Raja Alboin berhasil dibunuh oleh komplotan yang dipimpin oleh istrinya sendiri, Rosamund. Menurut keterangan yang diberikan oleh Paul the Deacon, seorang juru tulis dan sejarawan dari Kerajaan Lombardia, Rosamund tidak pernah memaafkan Alboin yang telah membunuh ayahnya, Cunimund, Raja Gepid. Rosamund dengan berhasil meyakinkan saudara angkat Alboin, yaitu Helmechis, untuk membunuh Alboin.
Paul the Deacon memberikan keterangan bahwa Alboin memaksa Rosamund untuk minum dari cangkir yang dibuatnya dari tengkorak ayahnya, mengundangnya untuk “to drink happily with her father”. Hal inilah yang memberikan alasan bagi Rosamund untuk membunuh suaminya sendiri. Menyusul kematian Alboin sebagai raja Lombardia, berbagai wilayah Lombardia menjadi semakin tidak bersatu. Hal yang Nampak adalah diantara mereka saling bertempur satu sama lain sampai eksistensi mereka terancam oleh pasukan kaum Frank dan Kekaisaran Romawi Timur.
Kekaisaran Romawi Timur telah menghabiskan banyak uang untuk mendapatkan kembali Italia dari Ostrogoth setelah kematian Theodoric pada tahun 526 M. Antara tahun 526-555 M, Kekaisaran Romawi Timur hampir selalu berperang dengan Ostrogoth di Italia, sering kali Kekaisaran Romawi Timur menggunakan jasa orang-orang Lombard untuk melawan Ostrogoth. Karena itu, merupakan pukulan keras bagi Kekaisaran Romawi Timur menerima kenyataan bahwa bekas sekutu mereka yang berhasil menduduki tanah yang telah cukup lama diperjuangkan dan menguras kas kekaisaran.
Pada 582 M kaisar Kekaisaran Bizantium, Maurice, membentuk Exarchate di Ravenna yang tujuannya adalah untuk merebut kembali Italia dari Lombard. Exarchs adalah komandan militer yang perannya adalah untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan penduduk dan memperlengkapi pasukan atau dengan kata lain jabatan ini dibentuk untuk memudahkan dalam mengelola wilayah yang terletak cukup jauh dari kekaisaran. Namun, orang-orang Italia, yang masih ingat dengan pemberlakuan pajak selangit dari kekaisaran, tidak tertarik melihat kembalinya kekuasaan kekaisaran dan bahkan kurang berminat ketika melihat uang pajak mereka digunakan untuk membiayai lebih banyak peperangan kekaisaran dibandingkan digunakan untuk perbaikan di tanah mereka sendiri. Oleh karena itu, Sang Penguasa (Exarchs) tidak efektif dan tidak menghasilkan apa-apa.
Ancaman dari Franka dan juga Kekaisaran Romawi Timur, telah mendorong para adipati Lombard untuk berhenti berperang di antara kalangan mereka sendiri dan memilih seorang raja, Authari, pada tahun 586 M. Authari berhasil mengalahkan pasukan Bizantium yang pada tahun 586 M. Akan tetapi kemenangan ini hanyalah sementara sebab pada pertempuran-pertempuran selanjutnya Lombard mulai mengalami kekalahan yang menyebabkan hilangnya tanah-tanah mereka.
Dalam upaya untuk memperkuat posisinya, Authari mengawalinya dengan cara ingin melakukan pernikahan dengan putri salah satu raja Frank, Childebert II, tetapi negosiasi ini menemui kegagalan, dan Childebert justru menikahi putrinya dengan seorang raja Visigoth. Kaum Frank, yang telah lama memusuhi Kekaisaran Bizantium, sekarang bersekutu dengan mereka untuk melawan orang-orang Lombard dan pada tahun 590 M Frank dan Bizantium melancarkan invasi dengan skala besar menyerbu Italia. Dari penyerangan-penyerangan ini berhasil mengambil sejumlah kota-kota penting.
Untuk memperkuat persekutuan dan posisi politiknya, Authari kemudian menikahi putri seorang duke Bavaria, Theodelinda, dengan berharap mendapatkan persekutuan melawan pasukan kaum Frank dan Bizantium. Namun, sebelum ia mendapat pengaruh dari persekutuan militer dalam bentuk apa pun, Authari meninggal pada tahun 590 M dan digantikan oleh kerabatnya (kemungkinan keponakannya) Agilulf (memerintah 590-616 M) yang menikahi jandanya, seorang putri dari Bavaria. Agilulf adalah penguasa yang jauh lebih efektif daripada Authari. Dia berhasil menjalin perdamaian dengan kaum Frank, memperkuat perbatasannya, dan kemudian mengatur kembali struktur pemerintah dengan cara mengurangi wewenang dan kekuatan adipati di Lombardia dan membawa seluruh wilayah Lombardia di Italia berada di bawah kendalinya.
Di sisi lain ketika Agilulf berusaha untuk merestrukturisasi Kerajaan Lombardia, Kekaisaran Bizantium berperang melawan Avar dan Slavia di wilayah Balkan dan berusaha untuk mengusir Persia di Anatolia sehingga menyebabkan Kekaisaran Bizantium tidak memiliki sumber daya untuk melakukan kampanye lebih lanjut di Italia. Hal ini dimanfaatkan oleh Agilulf untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya yang menjadi relatif tenang.
Di dalam kehidupan sosial dan keagamaan Orang-orang Lombard banyak dari mereka masih “kafir” ketika memasuki Italia dan beberapa diantara mereka bertobat dengan menganut Kristen Arian. Jadi, sebagian besar orang-orang Lombard pada masa Agilulf telah menganut Kristen Arian, sementara sebagian besar penduduk Italia adalah Trinitarian (Katolik Roma) dan masalah pembagian hak antara orang-orang Arian dan Katolik, yang menyebabkan begitu banyak masalah di kerajaan lain dan pada waktu yang lain, dapat dikatakan hampir tidak terlihat, sebab tidak ada catatan tentang perdebatan teologis atau konfrontasi tentang masalah kepemilikan gereja.
Agilulf sendiri adalah seorang Arian, namun ia melindungi kuil-kuil Katolik. Seiring berjalannya waktu, orang-orang Lombard mulai menerima ajaran Katolik Roma dan mengadopsi kebiasaan-kebiasaan rakyatnya. Bahkan, Agilulf setuju untuk membaptis putranya sebagai penganut Katolik, atas permintaan istrinya. Selain menganut agama Katolik, orang-orang Lombard mulai melupakan bahasa Germanik dan mulai belajar berbicara bahasa Latin,
Pada masa pemerintahan Agilulf, adat-istiadat asli, pakaian, dan tingkah laku orang Lombard sebagian besar telah digantikan oleh kebudayaan orang-orang Romawi. Orang-orang Lombard semakin melupakan ritual pagan mereka demi ritus Katolik dan memilih nama Romawi untuk anak-anak mereka saat proses pembaptisan. Itulah kiranya “ketenangan” yang terjadi pada masa Agilulf berkuasa dimana telah terjadi proses konversi kebudayaan Germanik menjadi Romawi meskipun tidak secara keseluruhan.
Keruntuhan Kerajaan Lombardia (628 – 774 M)
Setelah kematian Agilulf, istrinya Theodelinda memerintah hingga tahun 628 M ketika putranya, Adaloald, menjadi dewasa dan naik takhta. Dia digulingkan oleh Arioald, saudara iparnya dan penganut Arian yang setia, yang keberatan dengan agama Katolik yang dianut oleh raja. Arioald digantikan pada 636 M oleh Rothari. Di bawah pemerintahan Rothari, Kerajaan Lombardia berhasil memperluas wilayah mereka di Italia sampai memaksa Kekaisaran Bizantium hanya menguasai Roma dan beberapa provinsi kecil. Bagian utara Italia sepenuhnya dikuasai oleh pemerintahan Lombardia. Dia mengeluarkan hukum tertulis pertama dari Lombard yang diberi nama Edictum Rothari, pada 643 M, yang merupakan himpunan dari hukum dalam bahasa Latin. Rothari digantikan oleh putranya, Rodoald, yang dengan cepat dibunuh oleh musuh-musuh politiknya.
Setelah kematian Rodoald, Kerajaan Lombardia terpisah menjadi dua penguasa, satu di Milan dan yang lainnya di Pavia, dan orang-orang Lombard saling bertarung antara satu dengan yang lain serta berselisih dengan suku-suku Slavik di perbatasan. Situasi ini diselesaikan ketika Liutprand naik tahta pada 712 M dan memerintah hingga 744 M. Liutprand dianggap sebagai raja Lombardia terhebat yang berhasil meningkatkan kejayaan bagi Kerajaan Lombardia melebihi apa yang telah dicapai Rothari dan berhasil bersekutu dengan kaum Frank. Pemerintahannya ditandai oleh meningkatnya stabilitas keamanan dan kemakmuran, tetapi hal ini tidak bertahan lama.
Setelah kematiannya pada 744 M, para penggantinya pada umumnya adalah orang yang lemah dan tamak yang menghasilkan pemerintahan yang tidak efektif. Raja terakhir, Desiderius, berhasil merebut Roma dan mengusir orang-orang Bizantium dari Italia, tetapi ketika ia mengancam Paus Hadrianus I, Charlemagne dari kaum Frank turun tangan, dan memecah aliansi kaum Frank-Lombard, dan berhasil mengalahkan Desiderius dalam pertempuran pada tahun 774 M. Charlemagne kemudian merebut tanah Lombardia dan mengakhiri pemerintahan Lombard di Italia.
Beberapa wilayah di bawah kekuasaan para adipati Lombard yang berada di sebelah selatan negara Kepausan yang masih hidup tetap eksis. Meskipun Charlemagne dan keturunannya tidak pernah menaklukan wilayah itu, tetapi tidak ada lagi pemerintah Lombardia pusat. Sehingga lambat laun orang-orang Lombard dengan budaya mereka terserap ke dalam kerajaan kaum Frank.
Daftar Bacaan
- Adams, George B. 1914. Civilization During The Middle Ages: Especially in Relation to Modern Civilization. New York, Chicago, Boston: Charles Scribner’s Sons.
- Barnish, S. J. & Marazzi, F. 2007. The Ostrogoths from the Migration Period to the Sixth Century. Boydell Press.
- Church, R. W. 1914. The Beginnings of The Middle Ages. London, New York, Bombay and Calcutta: Longmans, Green, and Co. 39 Paternoster Row.
- Goffart, W. A. 1987. Barbarians and Romans, A.D. 418-584. New Jersey: Princeton University Press.
- Halsall, G. 2008. Barbarian Migrations and the Roman West, 376 – 568. Cambridge: Cambridge University Press.
- Heather, P. 2003. The Visigoths from the Migration Period to the Seventh Century. Woodbridge: Boydell Press.
- Kelly, C. 2010. The End of Empire and the Fall of Rome. New York: W. W. Norton & Company.
- Kulikowski, M. 2006. Rome’s Gothic Wars: From the Third Century to Alaric. Cambridge: Cambridge University Press.
- Peters, Edward. 2003. History of the Lombards. (terj.) William Dudley Foulke. Pennsylvania: University of Pennsylvania Press.
- Webster, Hutton. 1917. Early European History. Nebraska: Lincoln.
- Wolfram, H. 1990. History of the Goths. California: University of California Press.