Kondisi ekonomi Kerajaan Tarumanegara dapat ditelusuri berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ada. Kerajaan Tarumanegara adalah salah satu kerajaan kuno di Indonesia yang eksis sekitar abad ke-4 sampai dengan abad ke-7 M. Eksistensi Kerajaan Tarumanegara memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi di kawasan Kepulauan Nusantara terutama dalam aktivitas perdagangan. Dalam artikel ini akan dijelaskan tentang kondisi ekonomi Kerajaan Tarumanegara serta faktor-faktor yang memengaruhinya.
Letak Geografis Kerajaan Tarumanegara
Berdasarkan pada tinjauan letak geografisnya, Kerajaan Tarumanegara berlokasi di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Jawa Barat, Indonesia. Letak geografis Kerajaan Tarumanegara ini meliputi kawasan Laut Jawa dan juga Selat Sunda yang dinilai merupakan daerah strategis. Wilayahnya yang strategis memungkinkan Kerajaan Tarumanegara untuk menjadi salah satu pusat perdagangan dan pertanian yang makmur.Dengan kenyataan inilah tidak mengherankan bagi Kerajaan Tarumanegara dapat tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kekuatan politik yang diperhitungkan di kawasan Kepulauan Nusantara dan Asia Tenggara.
Memahami Kondisi Ekonomi Kerajaan Tarumanegara
Menyadari pada letak geografisnya di mana Kerajaan Tarumanegara menggantungkan perekonomian kerajaan pada sektor pertanian dan perdagangan. Meskipun demikian, bukan berarti faktor-faktor lainnya nihil sama sekali. Di bawah ini adalah beberapa hal yang mencerminkan kondisi ekonomi Kerajaan Tarumanegara:
Sumber Daya Alam
Salah satu kekayaan Kerajaan Tarumanegara adalah sumber daya alamnya yang melimpah. Kekayaan akan sumber daya alamnya disebabkan dari wilayahnya yang subur mendukung pertanian sehingga sektor pertanian berkembang dengan pesat. Di sisi lain, kekayaan sumber daya alam ditopang oleh keberadaan sungai-sungai besar seperti Sungai Citarum menjadi jalur perdagangan yang vital bagi kerajaan ini.
Pertanian dan Perdagangan
Pertanian menjadi tulang punggung ekonomi Kerajaan Tarumanegara. Berkat teknik pertanian yang maju, kerajaan ini mampu menghasilkan berbagai jenis hasil pertanian seperti padi, jagung, dan rempah-rempah. Hasil-hasil ini tidak hanya mencukupi kebutuhan dalam negeri tetapi juga diekspor ke kerajaan lain di Nusantara.
Koneksi dengan Kerajaan Lain
Kerajaan Tarumanegara menjalin hubungan perdagangan yang erat dengan kerajaan-kerajaan tetangga seperti Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra dan Kerajaan Kalingga yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa bagian tengah. Hubungan ini memperkuat posisi ekonomi Kerajaan Tarumanegara di wilayah Nusantara khususnya di Laut Jawa dan Selat Sunda. Tidak hanya dengan kerajaan-kerajaan yang berada di Kepulauan Indonesia saja, aktivitas ini pun juga dilakukan dengan negeri-negeri seperti Tiongkok dan India. Bahkan, ketenaran Tarumanegara yang diidentifikasi oleh Claudius Ptolomeus yang menyebut Argyre (kota perak) dalam karyanya yaitu Geographike Hyphegesis.
Perkembangan Ekonomi Kerajaan Tarumanegara

Perkembangan ekonomi Kerajaan Tarumanegara disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan. Faktor-faktor ini menjadi pendorong bagi pertumbuhan dan kondisi ekonomi Kerajaan Tarumanegara. Di bawah ini adalah beberapa faktor yang menjadi pendorong perkembangan ekonomi Kerajaan Tarumanegara
Perdagangan Internasional
Faktor pertama yang menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya perekonomian Kerajaan Tarumanegara adalah aktivitas perdagangan internasional yang terjadi disekitar awal abad tarikh Masehi. Harus diakui bahwa aktivitas perdagangan internasional yang mempertemukan dua kebudayaan besar (India dan Tiongkok) tentu sangat memengaruhi kondisi ekonomi Kerajaan Tarumanegara. Letak geografisnya yang strategis dalam mempertemukan dua kebudayaan besar inilah yang menyebabkan Kerajaan Tarumanegara perlu mengambil peranan dalam aktivitas kemaritimannya.
Letak geografis yang strategis dari Kerajaan Tarumanegara memaksa kerajaan ini untuk mengembangkan kekuatan maritimnya agar tetap dapat eksis dan mendapatkan keuntungan dari aktivitas perdagangan internasional. Berdasarkan catatan-catatan Tiongkok maupun prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara pada masa pemerintahan Raja Purnawarman menunjukkan upaya-upaya memperkuat aktivitas kemaritiman Kerajaan Tarumanegara (terutama pada prasasti Cidanghiang).
Dengan memanfaatkan letaknya yang strategis dan memperkuat kemaritimannya, Kerajaan Tarumanegara menjelma menjadi Kerajaan yang terkenal sebagai salah satu pusat perdagangan internasional. Barang-barang hasil pertanian dan kerajinan tangan dipertukarkan dengan barang dari negara-negara seberang lautan seperti India dan Tiongkok. Aktivitas inilah yang membawa kekayaan dan keuntungan berlimpah bagi kerajaan ini.
Pembangunan Infrastruktur
Untuk mendukung aktivitas perdagangan internasional, Kerajaan Tarumanegara membangun beberapa infrastruktur terutama yang dijelaskan dalam Prasasti Tugu. Keterangan yang diberikan di dalam prasasti ini bukan hanya sekedar Purnawarman menyempurnakan ‘proyek’ pembangunan sungai yang selama ini diyakini sebagai upaya pengendalian banjir atau pun sebagai sistem irigasi. Lebih daripada itu, ini merupakan salah satu upaya raja Purnawarman membangun pelabuhan yang nyaman bagi para pedagang yang singgah di pelabuhan-pelabuhan Tarumanegara. Proyek perbaikan pelabuhan dengan menambah fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan bagi para pedagang seperti penginapan, air tawar hingga melakukan pengerukan (pendalaman) aliran sungai pun tentu saja menjadi agenda rutin untuk tetap dapat menjaga kenyamanan bagi kapal-kapal yang singgah.
Daftar Bacaan
- Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa
- Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 4 Parwa 2
- Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 3 Parwa 2
- Ayatrohaedi. 2005. Sundakala: cuplikan sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya.
- Ekajati, Edi S. 2005. Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Jakarta: Pustaka Jaya.
- Groeneveldt. W. P. 2009. Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Depok: Komunitas Bambu.
- Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Hindu. Jakarta: Balai Pustaka.