Kondisi Indonesia Pasca Kemerdekaan tidaklah menunjukkan hal-hal yang dapat dikatakan stabil. Persoalan-persoalan bagi sebuah negara yang baru berdiri tentu saja menjadi penyebab ketidakstabilan bagi negara Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1945 secara sepihak bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya sebagai sebuah bangsa dan negara yang lepas dari intervensi, lepas dari pengaruh kekuasaan bangsa lain. Deklarasi kemerdekaan bangsa Indonesia semata-mata bukanlah sebuah tujuan akhir dari perjuangan bangsa Indonesia, tetapi adalah sebagai pintu gerbang menuju bangsa yang merdeka yang mampu menentukan pilihan dan nasibnya sendiri.
Kemerdekaan yang sudah dengan susah payah serta memakan waktu yang cukup lama itu, bukanlah berarti bangsa Indonesia terlepas dari pelbagai permasalahan yang harus dihadapi sebagai sebuah negara baru di dalam perhelatan dunia politik internasional. Bangsa Indonesia sebagai negara yang baru terbentuk itu memerlukan perangkat-perangkat penunjang untuk dapat berjalan sebagaimana mestinya, yakni sebagai bangsa yang utuh berdaulat. Kegiatan pembentukan berbagai perangkat sebagai negara yang merdeka dilakukan melalui sidang-sidang PPKI Pertama hingga sidang PPKI ketiga yang dilaksanakan pada tanggal 18 – 22 Agustus 1945.
Situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia, yang dialami oleh segenap bangsa Indonesia tidaklah terlepas dengan apa-apa yang telah terjadi pada masa-masa sebelumnya. Itulah kiranya yang dimaksudkan juga dengan prinsip-prinsip dalam konsep sejarah berkelanjutan dan berkesinambungan antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Sebagai sebuah negara yang baru terbentuk tentulah harus dipahami pelbagai situasi dan kondisi yang dialami oleh bangsa Indonesia dan langkah-langkah atau sikap bangsa Indonesia dalam merespon pelbagai situasi dan kondisi yang ada pada saat itu. Di dalam artikel ini akan dideskripsikan situasi dan kondisi politik ekonomi dan sosial Indonesia pasca kemerdekaan. Kondisi Indonesia pasca kemerdekaan erat kaitannya dengan berbagai peristiwa yang terjadi dalam periode Revolusi Nasional Indonesia.
Kondisi Politik Indonesia Pasca Kemerdekaan
Setelah berhasil mendeklarasikan kemerdekaannya,bangsa Indonesia harus dihadapi dengan Kondisi kehidupan politik dan pemerintahan Indonesia pada awal kemerdekaan masih belum stabil. Instabilitas ini disebabkan oleh pelbagai hal diantaranya;
- Adanya persaingan antar kelompok dan partai politik yang berbeda ideologi untuk menjadi partai yang paling berpengaruh di indonesia;
- Adanya gangguan-gangguan keamanan dalam negeri;
- Bangsa Indonesia masih mencari sistem pemerintahan yang cocok sehingga terjadi perubahan sistem pemerintahan
- Kedatangan Sekutu (Inggris) yang diboncengi oleh NICA (Belanda) dengan tujuan ingin kembali menguasai Indonesia yang telah menimbulkan pertempuran dan penolakan di berbagai daerah;
- Jepang masih mempertahankan status quo di wilayah Indonesia sampai Sekutu datang sehingga sering terjadi peperangan antara rakyat Indonesia dan tentara Jepang.
Kondisi kehidupan politik dan pemerintahan Indonesia pada awal kemerdekaan masih belum stabil. Ketidaksetabilan ini disebabkan oleh adanya persaingan antar partai politik yang berbeda ideologi untuk menjadi partai yang paling berpengaruh di indonesia, Adanya gangguan-gangguan keamanan dalam negeri, Bangsa Indonesia masih mencari sistem pemerintahan yang cocok sehingga terjadi perubahan sistem pemerintah serta kedatangan Sekutu (Inggris) yang diboncengi NICA (Belanda) dengan tujuan ingin kembali menjajah Indonesia telah menimbulkan pertempuran di berbagai daerah dan juga Jepang masih mempertahankan status quo di wilayah Indonesia sampai Sekutu datang sehingga sering terjadi peperangan antara rakyat Indonesia dan tentara Jepang.
Pembentukan Badan-Badan Kelengkapan Negara
Setelah diadakannya proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, para tokoh-tokoh bangsa Indonesia berusaha untuk membenahi dan membangun tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai sebuah bangsa dan negara yang merdeka, berdaulat dan mandiri yang terlepas dari pengaruh dan intervensi bangsa asing.
Sebagaimana pada umumnya, suatu negara yang baru merdeka sudah barang tentu memerlukan suatu dasar negara yang dijadikan sebagi pedoman bernegara dan memilih pemimpin negara yang mampu melaksanakan dan memimpin jalannya sebuah pemerintahan. Selain itu juga diperlukannya pembentukan badan atau lembaga yang berfungsi untuk membantu pemimpin negara demi menjalankan tugasnya sebagai pemerintah.
Sebagaimana diketahui, pada tanggal 7 Agustus 1945, telah dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) sebuah badan atau lembaga yang meskipun dibentuk oleh Jepang, namun berperan penting dalam membantu bangsa Indonesia di dalam mempersiapkan dan merancang hal-hal yang dirasa perlu dimiliki oleh sebuah negara yang merdeka.
Keberadaan PPKI mulai terasa manfaatnya bagi bangsa Indonesia sejak pertama kalinya lembaga tersebut mengadakan rapat pada tanggal 18 Agustus 1945 setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Di dalam rapat PPKI yang dilaksanakan pada tangal 18 Agustus 1945 dengan hasilnya adalah mengesahkan undang- undang negara, mengangkat Presiden dan wakil presiden. Adapun hasil hasil rapat PPKI selanjutnya adalah untuk membentuk alat-alat perlengkapan negara seperti membentuk komite nasional, pembentukan partai politik, alat pertahann negara, pembentukan provinsi dan kabinet pertama serta membahas mengenai pelbagai hal yang berkaitan dengan kondisi politik Indonesia.
Namun perlulah kiranya digaris bawahi bahwa keadaan politik Indonesia pada masa ini belum dapat dikatakan stabil. Hal ini dapat dilihat dari seringnya perubahan kabinet, berbagai ancaman dari dalam dan luar negeri serta masih terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pemerintahan.
Sidang Pertama PPKI
Setelah proklamasi dinyatakan sebagai berdirinya sebuah negara Indonesia pada 17 Agustus 1945, keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang untuk pertama kalinya yang menjadi kelanjutan sidang BPUPKI pada 10-16 Juli 1945 yaitu membahas rancangan Undang- Undang Dasar Negara Indonesia. Hasil sidang ini adalah :
- Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
- Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
Sidang Kedua PPKI
Pada Minggu, 19 Agustus 1945, PPKI melanjutkan sidangnya yang dipimpin oleh Otto Iskandarnita yang menghasilkan dua keputusan mengenai:
- Pembagian wilayah yang terdiri atas delapan provinsi beserta calon gubernurnya
- Pembentukan Komite Nasional Daerah.
Sidang Ketiga PPKI
Rapat PPKI dilanjutkan pada 22 Agustus 1945 yang berlokasi di Gedung Kebaktian Rakyat Jawa. Rapat kali ini diadakan untuk membahas 3 masalah utama yang dipimpin oleh wakil presiden Republik Indonesia serta menghasilkan keputusan sebagai berikut :
- Komite Nasional Indonesia (KNI) adalah badan yang berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (sebagai lembaga legislatif) sebelum pemilihan umum diselenggarakan dan disusun dari tingkat pusat hingga daerah;
- Partai Nasional Indonesia (PNI) dirancang sebagai partai tunggal RI, namun akhirnya dibatalkan;
- Badan Keamanan Rakyat (BKR) berfungsi sebagai penjaga keamanan umum bagi masing-masing daerah.
Pada 23 Agustus 1945 presiden Soekarno mengumumkan hasil sidang PPKI tersebut tetapi keputusan yang menyangkut ketetapan kedua yaitu PNI sebagai satu-satunya partai politik, namun hal itu tidak jadi diberlakukan. Keputusan dari hasil sidang-sidang PPKI terhitung sejak tanggal 18, 19 dan 22 Agustus 1945 diantaranya adalah:
Komite Nasional Indonesia
Setelah membentuk KNI pada 18 Agustus 1945, PPKI kembali membentuk KNIP pada 22 Agustus 1945 yang berpusat di Jakarta. Badan yang diketuai oleh Mr. Kasman Singodimedjo ini diumumkan pada 25 Agustus 1945 dan dilantik pada 29 Agustus 1945. untuk tingkat daerah dibentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) yang berada di seluruh provinsi di Indonesia dan badan ini berkembang sebagai badan legislatif. Pada 16 Oktober 1945 KNI menyelenggarakan sidangnya yang pertama yang menghasilkan :
- Membentuk Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) yang beranggota 15 orang;
- Mengusulkan kepada presiden supaya KNI diberi kekuasaan legislatif selama MPR/DPR belum terbentuk.
Usul Komite Nasional tersebut mendapat sambutan dari pemerintah yang segera mengeluarkan maklumat wakil presiden No.X yang isinya sesuai dengan usulan KNIP. Setelah BPKNIP terbentuk, kegiatan pertama yang dilakukannya adalah mengajukan usulan kepada pemerintah untuk segera membentuk pertain-partai politik. Usul tersebut dilakukan melalui pengumuman BPKNIP No.3 tanggal 30 Oktober 1945 dengan dasar pertimbangan sebagai berikut :
- BPKNIP menganggap roda pemerintahan telah berputar maka telah tiba saatnya untuk megusahakan pengertian rakyat; keputusan PPKI tentang pembentukan hanya satu partai politik.
Usul BPKNIP tentang penolakan pembentukan partai politik diterima oleh pemerintah yang kemudian mengeluarkan maklumat pemerintah No.3 pada 30 Oktober 1945 yang isinya :
- Pemerintah menghendaki adanya partai-partai politik, karena akan membuka jalan bagi semua aliran atau paham yang ada dalam masyarakat.
- Pemerintah berharap supaya partai-partai politik itu telah tersusun sebelum dilaksanakan pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat pada Januari 1946.
Segera setelah maklumat politik itu lahir partai-partai politik baru antara lain adalah Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Buruh Indonesia (PBI) Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Katolik, Partai Kristen dan Partai Sosialis.
Kabinet Republik Indonesia
Pembentukan 12 kementerian dalam kabinet dan pembagian wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi seperti yang diputuskan dalam sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945, direalisasikan pada 2 September 1945. Adapun susunan kabinet pertama Republik Indonesia sebagai berikut:
- Menteri Dalam Negeri : R.A.A.Wiranatakusumah
- Menteri Luar Negeri : Mr.Ahmad Subardjo
- Menteri Keuangan : Mr.A.A.Maramis
- Menteri Kehakiman : Prof. Dr. Mr. Supomo
- Menteri Kemakmuran : Ir.Surachman Tjokroadisurjo
- Menteri Keamanan Rakyat : Supriyadi
- Menteri Pengajaran : Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara)
- Menteri Penerangan : Mr. Amir Syarifudin
- Menteri Kesehatan : Dr. Buntaran Martoatmodjo
- Menteri Sosial : Mr. Iwa Kusuma Sumantri
- Menteri Pekerjaan Umum : Abikusno Tjokrosujoso
- Menteri Perhubungan ad interim : Abikusno Tjokrosujoso
- Menteri Negara : K. H. Wachid Hasyim
- Menteri Negara : Mr. R.M.Sartono
- Menteri Negara : Dr. Mr. Amir
- Menteri Negara : Otto I skandardinata
Kabinet tersebut merupakan kabinet presidensil yang bertanggung jawab kepada presiden yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden dan tugasnya adalah membantu presiden menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan amanat UUD 1945. Menindaklanjuti keputusan PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 tentang pembagian wilayah, maka panitia kecil yang terdiri dari Mr. Ahmad Subardjo, Sutardjo Kartohadikusumo, dan Mr. Kasman Singodomedjo, membentuk departemen dan membagi wilayah Indonesia atas 8 provinsi hasilnya adalah sebagai berikut :
- Sumatera : Teuku Mohammad Hasan
- Jawa Barat : Sutardjo Kartohadikusumo
- Jawa Tengah : R. Pandji Suroso
- Jawa Timur : R.M. Surjo
- Nusa Tenggara : I Gusti Ketut Pudja
- Maluku : Mr. J. Latuharhary
- Sulawesi : Dr. G.S.S.J. Ratulangi
- Kalimantan : Ir. Pangeran Moh. Noor
- Dua Daerah Istimewa : Yogyakarta dan Surakarta
Pembentukan Badan-Badan Perjuangan
Sebagai realisasi keputusan PPKI tanggal 22 Agustus 1945, presiden menganjurkan para pemuda yang dahulunya pernah tergabung dalam anggota Heiho, Peta, Seinendan, Keibodan, dan KNIL untuk segera bergabung dan membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) baik ditingkat pusat maupun daerah. Berikut adalah susunan pengurus BKR pusat :
Ketua Umum : Kaprawi
Ketua I : Sutalaksana
Ketua II : Latief Hendraningrat
Anggota : Arifin Abdurahman, Mahmud, dan Zulkifi Lubis
Pembentukan BKR ternyata tidak semulus yang diduga, banyak tokoh tokoh pemuda yang telah membentuk laskar-laskar perjuangan sendiri yang lepas dari BKR antara lain adalah Barisan Rakyat Indonesia (BARA), Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Banteng (BB), Hizbullah, Sabilillah, Kebangkitan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Pemuda Indonesia Maluku (PIM), Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI), dan Pemuda Sosialis Indonesia (pesindo).
Pembentukan Alat Pertahanan dan Keamanan Negara
Kedatangan NICA mengakibatkan terjadinya beberapa bentrokan senjata dengan para pemuda dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Kondisi seperti ini mendorong pemerintah untuk segera membentuk sebuah tentara nasional agar perjuangan kemerdekaan dapat dikendalikan. Pada 5 Oktober 1945, melalui media massa, radio, dan surat kabar, pemerintah mengeluarkan sebuah maklumat tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sehingga TKR menjadi wadah resmi dalam bidang pertahanan militer.
Oleh karena itu, seluruh laskar rakyat diwajibkan bergabung dengan TKR. Pada tanggal 6 Oktober 1945 pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pengangkatan Supriyadi yang dikenal sebagai pemimpin pemberontakam Peta terhadap pemerintah, sebagai Menteri Keamanan Rakyat. Tetapi karena sampai batas waktu yang ditentukan Supriyadi tidak diketahui nasibnya sementara keadaan sudah ssemakin gawat sehingga M. Suljoadikusumo ditunjuk sebagai penggantinya sebagaimana diumumkan pemerintah pada 20 Oktober 1945.
Kondisi Ekonomi Indonesia Pasca Kemerdekaan
Kondisi ekonomi pada awal berdirinya Republik Indonesia sangat kacau dan sulit. Hal ini disebabkan karena Indonesia yang baru saja merdeka belum memiliki pemerintahan yang baik, dimana belum ada pejabat khusus yang bertugas untuk menangani perekonomian Indonesia. Sebagai negara baru Indonesia belum mempunyai pola dan cara untuk mengatur ekonomi keuangan. Hal itu diperparah dengan Kondisi keamanan dalam negeri yang tidak stabil serta Belanda yang masih tetap tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia.
Selain itu keadaan politik yang cepat berubah-ubah semakin memperburuk keadaan. Banyak rapat serta kegiatan penting dilakukan mulai dari penunjukan presiden dan wakil presiden, pembentukan partai poitik, pembentukan perdana mentri serta kabinet, bahkan pemindahan ibukota dilakukan pada saat itu.Faktor- faktor penyebab kacaunya perekonomian Indonesia adalah sebagai berikut:
Terjadi Inflasi Yang Sangat Tinggi
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, keadaan ekonomi sangat kacau. Inflasi yang sangat tinggi atau yang biasa disebut juga dengan hiperinflasi menerpa negara yang masih seumur jagung itu. Hal yang menyebabkan inflasi tinggi di Indonesia pada masa awal kemerdekaan disebabkan tidak terkendalinya persebaran mata uang di masyarakat yang pada saat itu mencapai angka 4 Milyar.
Pada bulan Agustus 1945 jumlah uang Jepang yang beredar di Jawa mencapai 1,6 Milyar.Hal ini dapat disadari bahwa Indonesia baru saja merdeka dari kekuasaan Jepang dan mata uang Jepang telah tersebar terutama di Jawa selama masa pendudukan militerisme Jepang. Jumlah mata uang Jepang di Indonesia semakin bertambah ketika pasukan Sekutu berhasil menguasai kota-kota besar di Indonesia dan menguasai bank-bank di kota-kota itu.
Melalui bank yang telah dikuasai itu, diedarkan uang cadangan sebesar 2,3 Milyar untuk tujuan operasi militer dan membiayai pegawai-pegawai. Selain itu juga masih terdapat mata uang dari Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda dan de Javasche Bank yang masih beredar sebesar 300 juta. Persebaran uang yang tidak terkendali jelas membuat ekonomi Indonesia menjadi merosot dan memprihatinkan.
Pemerintah Indonesia tidak dapat menyatakan bahwa mata uang-mata uang itu tidak berlaku. Sebab, negara belum memiliki mata uang sebagai pengganti mata uang yang telah beredar. Kas pemerintah pun juga kosong, pajak-pajak dan bea masuk lainnya sangat minim, sedangkan pengeluaran negara semakin bertambah. Sehingga, dengan terpaksa pemerintah Indonesia menyatakan berlakunya beberapa mata uang sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Indonesia. Beberapa mata uang yang dinyatakan berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia yaitu;
1) Mata uang de Javasche Bank
2) Mata uang pemerintah Hindia-Belanda
3) Mata uang pendudukan Jepang
Itulah hal yang menyebabkan terjadinya inflasi pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Selain inflasi yang tinggi, Pemerintah Indonesia juga harus menghadapi blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda. Di mana blokade ekonomi ini semakin menambah beban Pemerintah Indonesia.
Blokade Ekonomi Oleh Belanda
Petani adalah golongan yang paling mengalami penderitaan akibat adanya inflasi pada masa awal kemerdekaan. Sebab para petani pada masa pendudukan militerisme Jepang adalah sebagai petani produsen yang banyak menyimpan dan memiliki mata uang Jepang. Di samping penderitaan yang dialami oleh petani Indonesia, situasi keuangan yang dialami pemerintah bertambah sulit ketika Belanda melakukan blokade laut terhadap Indonesia.
Blokade laut yang dilakukan oleh Belanda ini dilakukan dengan menutup (memblokir) pintu keluar-masuk perdagangan Republik Indonesia. Blokade laut yang dilakukan oleh Belanda ini dimulai pada bulan November 1945. Adapun alasan dari pemerintah Belanda melakukan blokade terhadap Indonesia adalah :
- Mencegah masuknya senjata dan peralatan militer ke Indonesia;
- Mencegah keluarnya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya;
- Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh bangsa lain.
Tujuan Belanda melakukan blokade adalah untuk mencekik Indonesia melalui senjata ekonomi. Barang-barang komoditas Indonesia diusahakan untuk dihancurkan dan dibumihanguskan. Selain itu adanya inflasi yang tidak terkendali menambah kerunyaman republik. Sehingga situasi yang diharapkan oleh Belanda terjadi di Indonesia setelah blokade ekonomi adalah:
- Agar ekonomi Indonesia mengalami kekacauan. Kekacauan ini oleh karena terjadinya permasalahan sosial-ekonomi akibat kekurangan bahan impor yang amat dibutuhkan oleh Indonesia.
- Permasalah sosial-ekonomi tentunya akan menyebabkan terjadinya kerusuhan sosial karena rakyat tidak percaya kepada pemerintah Indonesia, sehingga pemerintah Belanda dapat dengan mudah mengembalikan eksistensinya di Indonesia;
- Ekonomi Indonesia akan ambruk dan menyerah kepada Belanda dengan demikian Indonesia bisa dikuasai kembali oleh Belanda.
Nyatanya, memang dengan adanya blokade yang dilakukan oleh Belanda cukup membuat pemerintah Indonesia menjadi kewalahan. Berikut adalah akibat dari blokade yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia:
- Barang-barang ekspor Indonesia terlambat terkirim.
- Barang-barang dagangan milik Indonesia tidak dapat di ekspor bahkan banyak barang-barang ekspor Indonesia yang dibumi hanguskan.
- Indonesia kekurangan barang-barang impor yang sangat dibutuhkan.
- Inflasi semakin tak terkendali sehingga rakyat menjadi gelisah.
Kekosongan Kas Negara
Kas Negara mengalami kekosongan karena pajak dan bea masuk lainnya sangat berkurang sementara pengeluaran negara semakin bertambah. Penghasilan pemerintah hanya bergantung kepada produksi pertanian. Karena dukungan dari bidang pertanian inilah pemerintah Indonesia masih bertahan, sekalipun keadaan ekonomi sangat buruk.
Kebijakan Pemerintah Untuk Menghadapi Buruknya Kondisi Ekonomi Indonesia
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ekonominya mulai dilakukan pertama tama adalah dengan melakukan pinjaman nasional. Atas persetujuan dari BP-KNIP, Menteri Keuangan, Ir. Surachman melaksanakan pinjaman yang direncanakan sebesar Rp. 1.000.000.000,- yang terbagi menjadi dua tahap. Pinjaman akan dibayar kembali selambat-lambatnya dalam waktu 40 tahun.
Pada bulan Juli 1946 seluruh penduduk Jawa dan Madura diharuskan menyetor uangnya kepada Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian. Pinjaman Nasional tahap pertama berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp. 500.000.000,-.
Pelaksanaan pinjaman ini cukup mendapat dukungan dari masyarakat dan dapat dinilai sukses. Kesuksesan yang dicapai oleh pemerintah itu dapat dijadikan ukuran betapa besarnya dukungan rakyat Indonesia terhadap pemerintah dan perjuangan Republik. Di sisi lain, kesuksesan ini menunjukkan kekeliruan Belanda dalam memperhitungkan kekuatan internal Republik Indonesia.
Meskipun terlihat begitu besarnya dukungan rakyat terhadap Republik, Namun, kekacauan semakin bertambah dengan munculnya mata uang NICA di daerah yang diduduki sekutu pada tanggal 6 Maret 1946 Maklumat penggantian mata uang dikeluarkan oleh Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu Stopford. Uang NICA ini dimaksudkan untuk menggantikan mata uang Jepang yang nilainya sudah sangat menurun. Kurs pun ditentukan sebesar 3%, yaitu setiap 1 gulden de Japansche Regering dinilai sama dengan 3 sen uang NICA.
Karena tindakan sekutu tersebut, Perdana Menteri Sutan Sjahrir memprotes tindakan Panglima AFNEI itu yang dianggap telah melanggar persetujuan yang telah disepakati bersama. Sehingga Pemerintah Indonesia mengingatkan kepada masyarakat bahwa di wilayah Republik Indonesia hanya berlaku tiga mata uang sebagaimana yang telah diumumkan pada 1 Oktober 1945 dan menyatakan bahwa mata uang NICA tidak dapat dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah.
Sebagai tindak lanjut dari Maklumat Panglima AFNEI pada 6 Maret 1946, maka pemerintah Indonesiapun mengeluarkan uang kertas baru yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai pengganti uang Jepang pada bulan Oktober 1946. Untuk sementara waktu pemerintah mengizinkan setiap keluarga memiliki Rp. 300,- sedangkan yang tidak berkeluarga sebesar Rp. 100,-.
Sebagai upaya koordinasi dalam bidang ekonomi dan keuangan, pemerintah mendirikan Bank Negara Indonesia yang diresmikan pada 1 November 1946. Bank Negara ini awalnya adalah Yayasan Pusat Bank yang didirikan pada bulan Juli 1946 dan dipimpin oleh Margono Djojohadikusumo. Sebelum Bank Negara Indonesia didirikan, pemerintah telah merintis pembentukan Bank Rakyat Indonesia yang semula adalah Shomin Ginko (Bank Pemerintah Pendudukan Jepang). Bank Rakyat Indonesia ini merupakan prototipe dari bank negara. Bank Negara diberi tugas untuk mengatur nilai tukar ORI terhadap valuta asing yang ada di Indonesia.
Di dalam situasi yang ruwet ini, peran petani teramat penting dan menjadi tulang punggung bagi ketahanan republik yang harus mendapat tantangan blokade ekonomi Belanda. Usaha-usaha untuk menembus blokade Belanda mulai dilakukan oleh pemerintah dengan pelbagai cara dan sebagian lebih bersifat politis dan beberapa diantaranya lagi bersifat ekonomis.
Upaya pemerintah untuk keluar dari blokade Belanda adalah sebagai berikut:
Usaha Yang Bersifat Politis Dalam Menghadapi Blokade Belanda
Pemerintah Indonesia bersedia untuk membantu pemerintah India yang sedang ditimpa bahaya kelaparan dengan mengirimkan 500.000 ton beras. Pemerintah melakukan hal ini sebab akibat blokade oleh Belanda maka hasil panen Indonesia yang melimpah tidak dapat dijual keluar negeri pemerintah berasumsi pada pada musim panen 1946 akan diperoleh suplai hasil panen sebesar 200.000-400.000 ton.
Sebagai imbalannya pemerintah India menjanjikan akan mengirimkan bahan pakaian yang sangat dibutuhkan oleh rakyat Indonesia. Harga beras yang ditawarkan kepada India adalah yang paling rendah bila dibandingkan dengan pihak lain. Bagi Indonesia yang terpenting bukanlah harga, melainkan aspek politis yang sangat dibutuhkan Indonesia untuk mendapatkan dukungan dan pengakuan negara lain terhadap eksistensi Indonesia dan permasalah antara Indonesia dengan Belanda. Respon India terhadap kemerdekaan Indonesia adalah jawaban yang diinginkan oleh Indonesia sebagai bentuk dukungan India terhadap Indonesia dalam konflik internasional.
Usaha Yang Bersifat Ekonomis Dalam Menghadapi Blokade Belanda
Selain melakukan berbagai usaha yang bersifat politis dalam menghadapi blokade Belanda, pemerintah Indonesia juga melakukan berbagai usaha yang bersifat ekonomis antara lain:
Mengadakan Hubungan Dagang Langsung Dengan Luar Negeri
Hubungan dagang langsung dengan luar negeri dilakukan oleh pemerintah Indonesia bukan sekedar untuk mengisi kekosongan kas negara saja. Akan tetapi, dilakukan sebagai upaya menembus blokade ekonomi Belanda yang ingin membuat kondisi internal Indonesia memburuk.
Mengadakan hubungan dagang langsung dengan luar negeri dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta. Usaha tersebut antara lain Mengadakan kontak dagang dengan perusahaan swasta Amerika (Isbrantsen Inc.). Tujuan dari kontak ini adalah membuka jalur diplomatis ke berbagai negara. Dimana usaha tersebut dirintis oleh BTC (Banking and Trading Corporation) atau Perseroan Bank dan Perdagangan, suatu badan perdagangan semi-pemerintah yang membantu usaha ekonomi pemerintah, badan ini dipimpin oleh Sumitro Djojohadikusumo dan Ong Eng Die.
Hasil transaksi pertama dari kerjasama tersebut adalah Amerika Serikat bersedia membeli barang-barang ekspor Indonesia seperti gula, karet, teh, dan lain-lain. Tetapi selanjutnya kapal Amerika Serikat yang mengangkut barang pesanan Republik Indonesia dari Pelabuhan Cirebon dan akan memuat barang ekspor dari Republik Indonesia dicegat dan dialihkan ke Pelabuhan Tanjung Priok di mana seluruh muatannya disita oleh kapal Angkatan Laut Belanda.
Menteri Kemakmuran, A. K. Gani melayangkan protes kepada Belanda sebab berdasarkan Perjanjian Linggarjati, perairan Cirebon adalah wilayah de facto Republik Indonesia. Namun, protes itu dianggap angin lalu oleh Belanda.
Karena blokade Belanda di Jawa terlalu kuat maka usaha diarahkan untuk menembus blokade ekonomi Belanda di Sumatera dengan tujuan Malaysia dan Singapura. Usaha tersebut dilakukan sejak 1946 sampai akhir masa perang kemerdekaan. Hasilnya Indonesia berhasil menyelundupkan komoditas karet yang mencapai puluhan ribu ton dari Sumatera ke luar negeri, terutama ke Singapura. Di sisi lain Indonesia berhasil memperoleh senjata, obat-obatan dan barang-barang lain yang dibutuhkan.
Pemerintah Indonesia pada 1947 membentuk perwakilan resmi di Singapura yang diberi nama Indonesian Office (Indoff). Secara resmi badan ini merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan politik Indonesia di luar negeri, namun secara rahasia berusaha menembus blokade ekonomi Belanda dengan melakukan perdagangan barter. Badan perwakilan ini dipimpin oleh Mr. Oetojo Ramelan dan beberapa anggota seperti Soerjono Daroesman, Mr. Zairin Zain, Thaharudin Ahmad, dr. Soeroso dan Tamtomo. Badan inilah yang bertindak sebagai perantara dengan para pedagang Singapura dan juga mengusahakan kapal-kapal yang diperlukan. Diharapkan dengan upaya ini mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga membentuk perwakilan kementrian pertahanan di luar negeri yaitu Kementrian Pertahanan Urusan Luar Negeri (KPULN) yang dipimpin oleh Ali Jayengprawiro yang dibantu oleh Suhardjo, Harmono, Kusmardjo, Ferdy Salim dan Darry Salim. Tugas pokok badan ini adalah membeli senjata dan perlengkapan angkatan perang, serta memasukkannya ke Indonesia.
Sebagai pelaksana dari penembusan blokade yang dilakukan Belanda adalah John Lie, O. P. Koesno, Ibrahim Saleh, dan Chris Tampenawas. Upaya penembusan blokade Belanda ini menuai banyak keberhasilan melalui pelabuhan-pelabuhan di Sumatra di mana selama tahun 1946 barang-barang ekspor dari Sumatra ke Singapura mencapai $20.000.000,- sedangkan yang berasal dari jawa hanya $1.000.000,-. Barang-barang yang berasal dari Singapura ke Sumatra seharga $3.000.000,- dan dari Singapura ke Jawa seharga $2.000.000,-.
Konferensi Ekonomi I (Februari 1946)
Konferensi ini dihadiri oleh para cendekiawan, gubernur, dan pejabat lainnya yang bertanggungjawab langsung mengenai masalah ekonomi di Jawa, yang dipimpin oleh Menteri Kemakmuran (Ir. Darmawan Mangunkusumo). Tujuan Konferensi ini adalah untuk memperoleh kesepakatan dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, seperti :
1) Masalah produksi dan distribusi bahan makanan;
2) Masalah sandang;
3) Status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
Sedangkan hasil dari Konferensi Ekonomi I adalah sebagai berikut:
1) Konsepsi untuk menghapuskan sistem autokrasi lokal warisan jepang dan menggantikannya dengan sistem desentralisasi;
2) Bahan makanan akan ditangani oleh pemerintah secara sentral oleh organisasi Badan Pengawas Makanan Rakyat yang merubah namanya menjadi Badan Persediaan dan Pembagi Makanan (BPPM) yang dipimpin oleh dr. Sudarsono. BPPM ini merupakan perintis dari Badan Urusan Logistik (Bulog). Sejak adanya BPPM, larangan pengiriman bahan-bahan antar keresidenan dihapuskan, kecuali beras. Untuk beras harus mendapatkan izin dari Jawatan Kemakmuran;
3) Semua perkebunan akan diawasi pemerintah untuk meningkatkan produksinya.
Konferensi Ekonomi II ( 6 mei 1946 )
Konferensi kedua di Solo, 6 Mei 1946 membahas mengenai masalah program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi, dan alokasi tenaga manusia. Wakil Presiden Moh. Hatta mengusulkan mengenai rehabilitasi pabrik gula, dimana gula merupakan bahan ekspor penting sehingga harus dikuasai oleh negara. Untuk merealisasikan keinginan tersebut maka pada 6 Juni 1946 dibentuk Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Perusahaan Perkebunan Negara memiliki tugas sebagai berikut:
- Meneruskan pekerjaan bekas perusahaan perkebunan yang dikuasai oleh Jepang;
- Mengawasi perkebunan bekas milik Belanda;
- Mengawasi perkebunan-perkebunan lainnya dengan cara mengawasi mutu produksinya.
- Pulau Jawa dibagi atas beberapa wilayah PPN.
- Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Badan ini dibentuk atas usul dari menetri kemakmuran dr. A. K. Gani. Badan ini merupakan badan tetap yang bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun yang akhirnya disepakati Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun.
Badan ini bertujuan untuk menasionalisasikan semua cabang produksi yang telah ada dengan mengubah ke dalam bentuk badan hukum. Hal ini dilakukan dengan harapan agar Indonesia dapat menggunakan semua cabang produksi secara maksimal dan kuat di mata hukum internasional.
Rencana Kasimo (Kasimo Plan)
Menteri persediaan makanan rakyat I. J. Kasimo menghasilkan rencana prokuksi 5 tahun yang dikenal dengan Kasimo Plan. Program Kasimo Plan ini meliputi rencana produksi tiga tahun 1948-1950 mengenai usaha swasembada pangan.
Pinjaman Nasional
Program ini dilaksanakan oleh mentri keuangan ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP. Pinjaman nasional ini akan dibayar kembali paling lama dalam jangka waktu 40 tahun. Pada bulan juli 1946 target besar pinjaman yang didapatkan dari masyarakat sebesar 1 milyar, pada tahun pertama berhasil dikumpulkan uang sejumlah 500 juta. Hal ini menunjukkan betapa besarnya dukungan dari rakyat Indonesia terhadap negara Indonesia yang baru terbentuk.
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) tahun 1948
Program ini bertujuan untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi, selain meningkatkan efisiensi angkatan bersenjata. Rasionalisasi meliputi penyempurnaan administrasi negara, angkatan perang, dan aparat ekonomi
Kondisi Sosial Indonesia Pasca Kemerdekaan
Kondisi sosial indonesia pasca kemerdekaan adalah dengan kedatangan kembali orang-orang Belanda ke Indonesia melalui misi Sekutu yang ingin melucuti senjata dan memulangkan para interniran. Belanda yang datang kembali ke Indonesia ingin menegakkkan kekuasaannya kembali di Indonesia. Akibatnya, dibeberapa daerah pada awal kemerdekaan terjadi gejolak sosial yang mengakibatkan terjadinya pertempuran antara pihak Indonesia dan Jepang serta Belanda yang membonceng Sekutu. Melihat posisi Jepang yang condong pada Sekutu, para pemuda yang bergabung dalam BKR betekad melucuti senjata dan mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang.
Bangsa Indonesia dengan sekuat tenaga melakukan perlawanan untuk tetap menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Musuh dari luar yang dihadapi bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan adalah pasukan Jepang dan Sekutu. Untuk menghimpun kekuatan maka para pemuda segera membentuk badan-badan perjuangan. Tekad perjuangan kaum muda diasalurkan melaui Komite Van Aksi. Van Aksi mempelopori pengambilalihan kekuasaan dan pelucutan senjata sehingga terjadi pertempuran-pertempuran sengit antara pemuda Indonesia dan Jepang di berbagai daerah.
Beberapa Peristiwa Pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Peristiwa penting yang menunjukan dukungan rakyat secara spontan terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia, antara lain sebagai berikut :
Rapat Raksasa Di Lapangan Ikada
Di berbagai tempat, masyarakat dengan dipelopori para pemuda menyelenggarakan rapat dan demonstrasi untuk membulatkan tekad menyambut kemerdekaan. Di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) Jakarta pada tanggal 19 September 1945 dilaksanakan rapat umum yang dipelopori Komite Van Aksi. Lapangan Ikada saat ini terletak di sebelah Selatan Lapangan Monas.
Makna rapat raksasa di lapangan Ikada bagi bangsa Indonesia, antara lain sebagai berikut:
- Rapat tersebut berhasil mempertemukan pemerintah Republik Indonesia dengan rakyatnya.
- Rapat tersebut merupakan perwujudan kewibawaan pemerintah republik Indonesia terhadap rakyatnya.
- Menambah kepercayaan diri bahwa rakyat Indonesia mampu mengubah nasib dengan kekuatan sendiri.
- Rakyat mendukung pemerintahan baru yang baru terbentuk. Buktinya setiap intruksi pimpinan mereka laksanakan.
Tindakan-Tindakan Heroik Rakyat Mendukung Proklamasi
Usaha menegakan kedaulatan juga terjadi di berbagai daerah dengan adanya tindakan heroic di berbagai kota yang mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia anatara lain sebagai berikut :
- Yogyakarta
Perebutan kekuasaan di Yogyakarta dimulai tanggal 26 September 1945 sejak pukul 10.00. WIB. Para pegawai pemerintah dan perusahaan yang dikuasai Jepang melakukan aksi mogok.Mereka menuntut agar Jepang menyerahkan semua kantor kepada pihak Indonesia. Aksi mogok makin kuat ketika Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) menegaskan bahwa kekuasaan di daerah tersebut telah berada ditangan pemerintah RI. Pada hari itu juga di Yogyakarta terbit surat kabar Kedaulatan Rakyat. - Surabaya
Para pemuda yang tergabung dalam BKR berhasil merebut kompleks penyimpanan senjata jepang dan pemancar radio Di Embong, Malang. Selain itu terjadi insiden bendera di Hotel Yamato, Tunjungan Surabaya. Insiden itu terjadi ketika beberapa orang belanda mengibarkan bendera merah putih biru di atap hotel.Tindakan tersebut menimbulkan kemarahan rakyat. Rakyat kemudian menyerbu hotel, menurunkan, dan merobek warna biru bendera itu untuk dikibarkan kembali. Insiden ini terjadi pada tanggal 19 September 1945. Insiden itu membawa pertempuran yang lebih hebat lagi pada 10 November 1945. - Semarang ( Pertempuran 5 hari di Semarang)
Pada tanggal 14 Oktober 1945 para pemuda bermaksud memindahkan 400 orang tawanan Jepang (Veteran Angkatan Laut) dari pabrik gula Cepiring menuju penjara bulu di Semarang. Akan tetapi, ditengah perjalanan para tawanan itu melarikan diri dan bergabung dengan kidobutai di Jatingaleh (Batalyon Setempat Dibawah Pimpinan Mayor Kido).
Situasi bertambah panas dengan desas desus bahwa Jepang telah meracuni cadangan air minum penduduk semarang yang ada di candi. Untuk membuktikan kebenaran desas desus tersebut, Dr. Karyadi sebagai kepala Laboratorium Pusat rumah sakit pusat (parusara) melakukan pemeriksaan. Namun, yang terjadi Dr. Karyadi tewas di jalan pandanaran, semarang. Tewasnya Dr. Karyadi menimbulkan kemarahan para pemuda Semarang.
Pada tanggal 15 0ktober 1945 pasukan Kidobutai melakukan serangan ke kota Semarang dan dihadapi oleh TKR dan laksar pejuang lainnya. Pertempuran berlangsung selama lima hari dan mereda setelah pimpinan TKR berundingan dengan pasukan jepang. Kedatangan pasukan sekutu di semarang pada tanggal 20 Oktober 1945 juga mempercepat terjadinya gencatan senjata. Pasukan sekutu akhirnya menawan dan melucuti tentara Jepang. Akibat pertempueran ini ribuan pemuda gugur dan ratusan orang Jepang tewas.Untuk mengenang perestiwa itu, di semarang di dirikan tugu muda dan nama Dr. Karyadi diabadikan menjadi nama sebuah Rumah Sakit Umum Di Semarang.
- Aceh
Pada tanggal 6 Oktober 1945, para pemuda dari tokoh masyarakat membentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API). Penguasaan pemerintah Jepang memerintahkan pembubaran organisasi itu dan para pemuda tidak boleh melakukan kegiatan perkumpulan. Atas peringatan Jepang itu, para pemuda menolak keras. Anggota API kemudian merebut dan mengambil alih kantor-kantor pemerintahan. Di tempat-tempat yang telah mereka rebut para pemuda mengibarkan bendera merah putih dan berhasil melucuti senjata tentara jepang. - Bali
Pada bulan Agustus 1945, para pemuda Bali telah membentuk organisasi seperti Angkatan Muda Indonesia (AMI) dan Pemuda Republic Indonesia (PRI). Upaya perundingan untuk menegakan kedaulatan RI telah mereka upayakan, tetapi pihak Jepang selalu menghambat. Atas tindakan tersebut pada tanggal 13 Desember 1945 para pemuda merebut kekuasaan dari Jepang secara serentak, tetapi belum berhasil karena persenjataan Jepang masih kuat. - Kalimantan
Rakyat Kalimantan juga berusaha menegakkan kemerdekaan dengan cara mengibarkan bendera Merah Putih, memakai lencana Merah Putih, dan mengadakan rapat-rapat, tetapi kegiatan ini dilarang oleh pasukan Sekutu yang sudah ada di Kalimantan. Rakyat tidak menghiraukan larangan Sekutu, sehingga pada tanggal 14 November 1945 di Balikpapan (Depan Markas Sekutu) berkumpul lebih kurang 8.000 orang dengan membawa bendera Merah Putih. - Palembang
Rakyat Palembang dalam mendukung proklamasi dan menegakkan kedaulatan Negara Indonesia dilakukan dengan jalan mengadakan upacara pengibaran bendera Merah Putih pada tanggal 8 Oktober 1945 yang dipimpin oleh Dr. A.K.Gani.Pada kesempatan itu diumumkan bahwa Sumatra Selatan berada dibawah kekuasaan RI. Upaya penegakkan kedaulatan di Sumatra Selatan tidak memerlukan kekerasan, karena Jepang berusaha menghindari pertempuran. - Bandung
Para pemuda bergerak untuk merebut untuk merebut Pangkalan Udara Andir (sekarang Bendara Husein Sastranegara) dan gudang senjata dari tangan Jepang. - Makassar
Gubernur Sam Ratulangi menyusun pemerintah pada tanggal 19 Agustus 1945. Sementara itu, para pemuda bergerak untuk merebut gudang-gudang penting seperti stsiun radio dan tangsi polisi. - Sumbawa
Bentrokan fisik antara pemuda dan antara Jepang terjadi di daerah Gempe, Sape, dan Raba. - Sumatra selatan
Pada tanggal 8 Oktober 1945 rakyat mengadakan upacara pengibran bendera Merah Putih. Pada tanggal itu juga diumumkan bahwa Sumatra selatan berada dibawah lingkup negara Indonesia. - Lampung
Para pemuda yang tergabung dalam API (Angkatan Pemuda Indonesia) melucuti senjata Jepang di Teluk Betung, Kalianda, dan Menggala. - Solo
Para pemuda melakukan pengepungan markas Kempetai Jepang, sehingga terjadilah pertempuran antara pemuda dan pihak Jepang.
Daftar Bacaan
- Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik. Jakarta: Balai Pustaka.
- Ricklefs, M. C. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200- 1800. Jakarta: Serambi.