Maharaja Aswawarman (Sang Angsuman)
Aswawarman – Raja Aswawarman adalah raja kedua Kerajaan Kutai. Aswawarman naik takhta sebagai raja Kutai untuk menggantikan Kudungga. Keterangan mengenai Aswawarman dapat ditemukan dari prasasti Yupa yang diterbitkan oleh putranya, Mulawarman maupun di dalam naskah-naskah kuno. Di bawah ini akan dijelaskan tentang Aswawarman yang dikenal sebagai pendiri keluarga raja (wangsakerta) dinasti Kerajaan Kutai.

Siapa Aswawarman? Apakah Putera Raja Kudungga?
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh prasasti Yupa terbitan Mulawarman, Aswawarman adalah ayah Mulawarman yang menggantikan kakek Mulawarman yang bernama Kudungga. Berikut adalah petikan prasasti yang mengungkapkan identitas Aswawarman:
Teks : “Crimatah cri-narendrasya, Kundungasya mahatmanah, Putro cvavarmmo vikhyatah, Vancakartta yathancuman, Tasya putra mahatmanah, Trayas traya ivagnayah, Tesan trayanam pravarah, Tapo-bala-damanvitah, Cri mulavarmma rajendro, Yastpa bahusuvarnnakam, Tasya yajnasya yupo yam, Dvijendrais samprakalpitah.”
Terjemahan : “Sang Maharaja Kudungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aswawarmman namanya, yang seperti sang Angsuman (dewa matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarmman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci) tiga. Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mulawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat dan kuasa. Sang Mulawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak. Untuk peringatan kenduri (salamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh pra Brahmana.”
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh prasasti Yupa Mulawarman itu, maka dapat diketahui bahwa Aswawarman adalah putra Raja Kudungga. Namun, bila merujuk pada naskah Wangsakerta, Aswawarman adalah putra Raja Dewawarman VIII dari Kerajaan Salakanagara. Raja Dewawarman VIII adalah salah satu raja terbesar Kerajaan Salakanagara yang memerintah pada tahun 348-363 M. Raja Dewawarman VIII berupaya untuk memperkuat Kerajaan Salakanagara dengan mengirimkan utusan ke berbagai wilayah dan menjalin hubungan dengan negara-negara tetangga, termasuk dengan Bakulapura (Kalimantan).
Di Kalimantan, Kudungga telah mendirikan kerajaan yang dikenal dengan nama Kerajaan Kutai. Raja Dewawarman VIII menjalin persahabatan dengan raja Kudungga dengan cara menjadikan Aswawarman, putra Dewawarman VIII sebagai anak angkatnya. Aswawarman diangkat sebagai putera oleh Raja Kudungga dikarenakan Kudungga tidak memiliki seorang anak laki-laki sehingga ia mengangkat anak laki-laki dari Dewawarman VIII untuk kemudian dinikahkan oleh puteri dari Kudungga. Sehingga Aswawarman sebenarnya adalah putera dari Dewawarman VIII yang diangkat anak oleh Kudungga dan kemudian dijadikan juga sebagai menantunya.
Penggunaan kata “warman” dibelakang nama Aswawarman pun memberikan petunjuk bahwa ia bukan berasal dari Bakulapura, melainkan dari wilayah lain yang apabila merujuk pada naskah Wangsakerta, Aswawarman sesungguhnya berasal dari Kerajaan Salakanagara. Hal ini juga diperkuat oleh keterangan yang diberikan oleh prasasti Yupa bahwa Aswawarman sebagai pendiri keluarga raja (wangsakerta). Sehingga menimbulkan pertanyaan, mengapa bukan Kudungga sebagai raja pertama yang dianggap sebagai pendiri keluarga raja?. Apakah karena nama Kudungga tidak “berbau” India sehingga ia tidak dianggap sebagai pendiri keluarga raja? Ataukah pada masa Kudungga ia masih berstatus sebagai kepala suku?.
Pertanyaan-pertanyaan itu dapat terjawab apabila mencoba untuk menghubungkan naskah kuno dan sumber prasasti. Kudungga adalah seorang raja yang mendirikan Kerajaan Kutai sekitar tahun 350 M, terlepas dari asal-usul Kudungga yang berasal dari Campa maupun yang berasal dari Indonesia asli. Kudungga yang bersahabat dengan Dewawarman VIII dari Kerajaan Salakanagara kemudian mengangkat Aswawarman sebagai puteranya yang merupakan anak dari sahabatnya.
Sehingga kiranya tidaklah keliru menyebutkan bahwa Aswawarman adalah putera dari Kudungga, meskipun, Aswawarman adalah anak angkat. Namun, Aswawarman yang sebagai anak angkat Kudungga menikahi puteri Kudungga sehingga ia pun juga berstatus sebagai menantu dari Kudungga. Jadi, Aswawarman tetap berhak mewarisi takhta Kerajaan Kutai sepeninggal Kudungga karena statusnya sebagai anak angkat dan juga menantu.
Oleh sebab itu, tidaklah berlebihan jika di dalam prasasti Mulawarman, Aswawarman yang dianggap sebagai pendiri keluarga raja. Mulawarman mengetahui bahwa asal-usul Aswawarman yang berasal dari Salakanagara, sehingga ia membuat prasasti yang meligitimasi bahwa dirinya adalah keturunan dari Kudungga dan Aswawarman sebagai putra dari Kudungga. Dari hasil pernikahan Aswawarman dengan puteri Kudungga memiliki tiga orang anak, salah satunya adalah Mulawarman yang melanjutkan Aswawarman sebagai raja Kerajaan Kutai.
Masa Pemerintahan
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh prasasti Mulawarman menceritakan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang cakap dan kuat. Aswawarman pun mulai memperkuat Kerajaan Kutai dan memperluas wilayah kekuasaannya. Aswawarman mengadopsi pelbagai kebudayaan India dalam pemerintahannya. Hal ini dapat dimengerti dan dipahami oleh Aswawarman sebab Aswawarman sendiri hidup sebelumnya dilingkungan yang telah dipengaruhi oleh budaya India, yakni Salakanagara. Oleh karena beberapa tradisi yang lekat dengan budaya India telah dipraktikan oleh Aswawarman, sehingga lebih meyakini bahwa Aswawarman bukanlah orang asli Bakulapura, dan bukanlah putra kandung Kudungga.
Salah satu tradisi dari kebudayaan India yang dilakukan oleh Aswawarman adalah dengan dilakukannya upacara Aswamedha. Upacara Aswamedha atau yang dikenal juga dengan upacara korban kuda adalah tradisi ritual pengorbanan yang berasal dari zaman veda sebagai simbol representasi kekuatan dan kekuasaan tertinggi atas raja-raja lain yang menjadi taklukan.
Di dalam upacara Aswamedha itu Aswawarman melepaskan kuda yang diikuti oleh para satria dari Kerajaan Kutai. Pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai (ditentukan dengan tapak kaki kuda yang nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak disitulah batas kekuasaan Kerajaan Kutai ). Kuda itu dibiarkan berkelana kemanapun tanpa diganggu dan dilindungi oleh para satria dan pasukan bersenjata lengkap. Apabila kuda ini melewati perbatasan kerajaan lain, maka sang raja akan berperang atau memutuskan menyerah dengan kerajaan itu. Setelah selama satu tahun dilepas, kuda akan dibawa kembali ke ibu kota kerajaan dan disambut dengan upacara besar untuk kemudian dikorbankan.
Upacara Aswamedha ini kemudian diikuti juga oleh putra Aswawarman, Mulawarman. Upacara Aswamedha sebelumnya pernah juga dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta (335-375 M) dari Kerajaan Gupta ketika ingin memperluas wilayahnya. Upacara Aswamedha ini mengikuti tradisi yang pernah dilakukan oleh Sagara, raja keturunan Dinasti Surya (mitologi agama Hindu) yang memerintah di Kerajaan Kosala.