Manusia Pendukung Zaman Paleolitikum di Indonesia: Inilah Jenis Manusia Pertama di Indonesia Yang Hidup 2 Juta Tahun Yang Lalu

Manusia Pendukung Zaman Paleolitikum di Indonesia

Manusia pendukung zaman paleolitikum di Indonesia yang diperkirakan terjadi sekitar 2,2 juta tahun yang lalu terdiri dari beberapa spesies dan sub-spesies sebagai masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Beragam bentuk kebudayaan zaman paleolitikum di Indonesia seperti kapak genggam, kapak perimbas, kapak penetak, alat serpih dan alat-alat yang terbuat dari tanduk maupun tulang hewan serta alat yang terbuat dari kayu mulai dipergunakan. Beberapa spesies yang diperkirakan sebagai manusia pendukung zaman paleolitikum di Indonesia antara lain adalah spesies Pithecanthropus erectus dan Meganthropus paleojavanicus.

manusia pendukung zaman paleolitikum di indonesia
Kegiatan berburu pada masa paleolitikum

Manusia pendukung zaman paleolitikum di Indonesia dalam ciri-ciri kehidupannya memiliki persamaan dengan manusia pendukung zaman paleolitikum diberbagai wilayah di dunia. Di dalam artikel ini akan dijelaskan secara singkat tentang manusia pendukung zaman paleolitikum di Indonesia yang hidup sejak lebih kurang 2,2 juta tahun yang lalu berdasarkan penemuan fosil-fosil yang dilakukan oleh para ahli paleoantropologi maupun oleh ahli arkeologi.

Pithecanthropus erectus

Penemuan fosil hominid yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah fosil dari spesies Pithecanthropus erectus. Fosil dari Pithecanthropus erectus ditemukan oleh Eugene Dubois seorang ahli paleoantropologi yang melakukan penggalian pertamanya pada tahun 1890 di Desa Kedungbrubus, Madiun. Awalnya, Eugene Dubois menamai temuannya ini sebagai Anthropopithecus erectus, namun seiring dengan temuan-temuan fosil lainnya, Eugene Dubois menyatakan bahwa spesies ini memiliki ciri-ciri antara manusia dan kera.

Hasil rekonstruksi fosil tengkorak Pithecanthropus erectus
Hasil rekonstruksi fosil tengkorak Pithecanthropus erectus

Pithecanthropus erectus hidup secara berpindah-pindah (nomaden) dengan berburu dan meramu (food hunting and food gathering) sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Pithecanthropus erectus memakan berbagai jenis daging maupun tumbuh-tumbuhan dan hidup secara komunal primitif. Berdasarkan pada temuan yang diawali di Kedung Brubus oleh Eugene Dubois, dan disusul oleh temuan-temuan lainnya yang teridentifikasi sebagai spesies Pithecanthropus erectus di Sangiran maupun Trinil maka Pithecanthropus erectus berhasil direkonstruksi dengan memiliki ciri-ciri fisik sebagai berikut:

  1. Memiliki volume otak sekitar 750-900 cc;
  2. Memiliki tinggi sekitar 160-180 cm;
  3. Memiliki bobot sekitar 80-100 kg;
  4. Badannya tegap dengan tonjolan kening yang sangat jelas dan meluas hingga ke dahi;
  5. bagian belakang kepala menonjol.

Di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, spesies Pithecanthropus erectus ini terdapat dua sub-spesies yaitu Pithecanthropus soloensis berdasarkan hasil ekskavasi di wilayah Sangiran, dan Pithecanthropus modjokertensis berdasarkan hasil ekskavasi yang dilakukan di Mojokerto. Pada saat ini, terutama setelah penelitian yang dilakukan oleh Ernst Mayr pada tahun 1941, Pithecanthropus erectus telah digolongkan ke dalam genus Homo, sehingga kini Pithecanthropus erectus dianggap sebagai Homo erectus.

Meganthropus paleojavanicus

Selain penemuan spesies Pithecanthropus erectus juga ditemukan fosil dari spesies salah satu manusia yang hidup pada masa paleolitikum di Indonesia. Fosil ini pertama kalinya ditemukan oleh Ralph von Koenigswald pada tahun 1936-1941 di situs Sangiran. Penemuannya ini, oleh Ralph von Koenigswald diberi nama Meganthropus paleojavanicus yang memiliki arti Manusia besar (raksasa) dari Jawa. Meganthropus paleojavanicus memiliki ciri fisik yang berbeda dengan Pithecanthropus erectus.

Meganthropus paleojavanicus diperkirakan hidup sezaman dengan Pithecanthropus erectus di Jawa. Meganthropus paleojavanicus memiliki persamaan dalam beberapa ciri kehidupannya dengan Pithecanthropus erectus seperti hidup secara nomaden (berpindah-pindah), hidup berkelompok secara komunal primitif. Namun, perbedaannya adalah jenis makanan yang dikonsumsi adalah hanya jenis tumbuh-tumbuhan. Di bawah ini adalah ciri fisik dari Meganthropus paleojavanicus;

  1. Tubuh kekar dengan rahang dan geraham besar;
  2. Tidak berdagu dengan terdapat ciri-ciri kera;
  3. Termasuk ke dalam pemakan tumbuh-tumbuhan;
  4. Tonjolan keningnya sangat mencolok dan tonjolan belakang kepala yang tajam, serta otot-otot tengkuk yang kuat;
  5. Memiliki tinggi sekitar 8 kaki (2,44 m);
  6. Memiliki bobot sekitar 181-272 kg;
  7. Memiliki volume otak sekitar 800-1000 cc.

Demikianlah penjelasan secara singkat tentang manusia pendukung zaman paleolitikum di Indonesia yang terdiri dari dua spesies; Pithecanthropus erectus dan Meganthropus paleojavanicus.

Daftar Bacaan Manusia Pendukung Zaman Paleolitikum di Indonesia

  • Dennell, Robin. 2009. The Palaeolithic Settlement of Asia. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Koenigswald, G. H. R. 1973. “Australopithecus, Meganthropus and Ramapithecus”. Journal of Human Evolution. 2 (6): 487–491.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Robinson, J. T. 1953. “Meganthropus, australopithecines and hominids”. American Journal of Physical Anthropology. 11 (1): 1–38.
  • Sartono, S; Tyler, D. E; Krantz, G. S. 1995. “A new ‘Meganthropus’ mandible from Sangiran, Java: an announcement”. Human Evolution in Its Ecological Context. 1: 225–228.
  • Tyler, D. E. 2001. “Meganthropus cranial fossils from Java”, Human Evolution, 16 (2): 81–101.
error: Content is protected !!