Kemunculan Partai Komunis Indonesia berawal dari masuknya ideologi komunisme ke Hindia-Belanda (Indonesia) tidak pernah terlepas dari peranan seorang warga negara Belanda yang bernama Hendricus Josephus Franciscus Maria Sneevliet. Pada awal masuknya ke Indonesia Sneevliet bekerja disalah satu harian di Surabaya yang bernama Soerabajasche Handelsbad sebagai staff redaksi di harian tersebut. 

Namun, tidak lama berada di Surabaya, Sneevliet memutuskan untuk pindah ke Semarang dan bekerja sebagai sekertaris di salah satu maskapai dagang di kota tersebut. Pada saat itu kota Semarang merupakan pusat organisasi buruh kereta api Vereenigde van Spoor en Tramweg Personnel (VSTP). Di bawah ini akan diuraikan secara singkat tentang sejarah Partai Komunis Indonesia 1920-1926.

Latar Belakang Didirikannya Partai Komunis Indonesia

Sneevliet sadar betul bahwa keterkaitannya dengan VSTP merupakan sebuah peluang besar untuk menumbuh kembangkan ideologi komunisme di Indonesia. Pada bulan Juli 1914 bersama personil-personil yang tergabung dalam VSTP seperti P. Bersgma, J.A. Brandstedder, H. W. Dekker (pada saat itu menjabat sebagai sekertaris VSTP) mempelopori berdirinya organisasi politik yang bersifat radikal, Indische Sosial Democratische Vereeniging (ISDV) atau Serikat Sosial Demokrat India. 

ISDV kemudian menerbitkan surat kabar Het Vrije Woord (suara kebebasan) sebagai alat propaganda untuk menyebarkan ajaran-ajaran komunisme yang menjadi ideologi dari organisasi tersebut. Oleh karena anggota ISDV hanya terbatas dikalangan orang-orang Belanda, maka organisasi ini belum dapat menjamah dan mempengaruhi organisasi pergerakan nasional seperti Boedi Oetomo (BO) dan Sarekat Islam (SI).

Gebrakan yang dilakukan Sneevliet pun diperkuat dengan diterbitkannya koran Soldaten en Mattrozekrant (koran serdadu dan kelasi) dalam lingkungan militer. Isi koran ini selalu diwarnai dengan ide-ide komunisme yang mengedepankan ide-ide perjuangan kelas. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Sneevliet ternyata terdeteksi oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda. Kemudian pada bulan Desember 1918 Pemerintah Hindia-Belanda mengambil tindakan untuk mengusir Sneevliet dari Hindia-Belanda karena kegiatan yang dilakukannya dianggap mulai memberikan ancaman kepada Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda. 

Pada bulan Desember 1919 rekan Sneevliet, Brandstedder juga mengalami apa yang dialami oleh Sneevliet, yakni diusir oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda. Kendati Sneevliet dan Brandstedder telah meninggalkan Hindia-Belanda namun, usaha yang mereka lakukan selama ini telah menemukan hasillnya. ISDV yang sejak Sarekat Islam telah menunjukkan eksistensi dan kecemerlangannya mulai melakukan infiltrasi ke dalam organisasi berbasis masa itu. 

Akhirnya ISDV berhasil menyebarkan ajaran-ajaran komunisme di Semarang dan mempengaruhi pimpinan SI Semarang yang pada saat itu dipimpin oleh Semaun dan Darsono. Ada beberapa hal yang menyebabkan berhasilnya ISDV melakukan infiltrasi kedalam tubuh Serikat Islam diantaranya;

  1. Central Serikat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat masih sangat lemah kekuasaanya. Tiap-tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri secara bebas. Para pemimpin lokal yang kuat mempunyai pengaruh yang menentukan di dalam afdeiling SI;
  2. Kondisi kepartaian pada masa itu memungkinkan orang untuk sekaligus menjadi anggota lebih dari satu partai. Hal ini disebabkan pada mulanya organisasi-organisasi itu didirikan bukan sebagai suatu partai politik melainkan sebagai suatu organisasi guna mendukung berbagai kepentingan sosial budaya dan ekonomi. Dikalanngan kaum terpelajar menjadi kebiasaan bagi setiap orang untuk memasuki berbagai macam organisasi yang di anggapnya dapat membantu kepentingannya.

Setelah mendapatkan dukungan penuh dari Sarekat Islam (SI) Semarang, ISDV menjadi semakin kuat dan ajaran komunisme semakin dikenal oleh masyarakat. Pada tanggal 23 Mei 1920, tepatnya di gedung SI Semarang, ISDV sepakat mengganti namanya menjadi Perserikatan Komunis Indie (PKI). 

Perubahan nama ini diperuntukan supaya organisasi ini lebih tegas dalam mengedepankan nama komunisme sebagai ideologi dari organisasi mereka selama ini. Semaun dipilih sebagai ketua dan Darsono sebagai wakilnya. Beberapa tokoh ISDV yang orang belanda diangkat sebagai pendamping antara lain P. Bergsma sebagai sekertaris, H. W. Dekker sebagai bendahara dan A. Barrs sebagai salah satu anggotanya. 

Perlu dipahami bahwa pada periode ini, meskipun Semaun dan Darsono telah menjadi pimpinan PKI, namun mereka tetap menjadi pimpinan SI Semarang. Hal ini disebabkan karena pada saat itu CSI (Centraal Sarekat Islam) masih memperbolehkan anggotanya untuk menjadi anggota dari organisasi lain.

Baca Juga  PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia )

Perkembangan Partai Komunis Indonesia

Setelah berdiri pada tanggal 23 Mei 1920, PKI semakin berkembang pesat. Sejak awal berdirinya pada tahun 1920 ini Partai Komunis Indonesia bergerak di bidang politik. Diperbolehkannya keanggotaan ganda pada tubuh SI dilihat sebagai kesempaatan besar bagi PKI untuk menyusup ke dalam organisasi tersebut yang kemudian bertujuan umtuk memecahnya. Hal ini dilakukan karena PKI menyadari bahwa pada saat itu SI merupakan sebuah organisasi pergerakan berbasis massa yang besar dan kuat. Sehingga timbul keinginan diantara para pimpian PKI untuk menguasainya. 

Gebrakan-gebrakan yang dilakukan oleh PKI dalam tubuh SI terang saja membuat pimpinan CSI gusar. CSI melihat bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh PKI telah mengarah kepada sebuah ancaman keutuhan didalam tubuh SI sendiri. CSI kemudian menyadari bahwa yang menjadi penyebab pengaruh PKI begitu kuat dalam tubuh SI adalah karena SI memperbolehkan sistem keanggotaan rangkap, sehingga menjadi sangat mudah untuk disusupi oleh orang-orang yang bersal dari organisasi lain. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila terdapat anggota SI yang juga sebagai anggota dari Boedi Oetomo maupun ISDV.

partai komunis indonesia
Tidak bisa dipungkiri, PKI muncul seiring dengan berkembangnya organisasi Sarekat Islam

Pada bulan Oktober 1921 dilaksanakan kongres SI yang ke VI di Surabaya. Pada saat itu terjadi suasana panas mewarnai jalannya kongres karena adanya perdebatan yang terjadi diantara fraksi komunis yang diwakili oleh Darsono dan Tan Malaka dengan pimpinan SI pada saat itu Haji Agus Salim. Pada kongres tersebut kemudian diputuskan bahwa dilarangnya keanggotaan rangkap. Artinya anggota SI tidak lagi boleh menjadi anggota dari organisasi lain, jadi bagi anggota yang selama ini merangkap sebagai anggota dari organisasi lain harus memilih antara SI atau organisasi lainnya tersebut. Keputusan ini sontak mendapat perlawanan dari faksi komunis karena hal tersebut akan sangat merugikan bagi mereka.

Semaun yang menyadari bahwa keluar dari SI merupakan sesuatu yang akan sangat merugikan bagi kekuatan PKI, maka Semaun selaku ketua PKI dan SI Semarang pada saat itu menolak keputusan kongres dan justru menghimpun kekuatan didalam tubuh SI. Semaun kemudian melakukan propaganda dalam tubuh SI dan mengatakan bahwa apa yang telah diputuskan dalam kongres merupakan sebuah sesuatu yang keliru dan oleh sebab itu harus di tinjau kembali keputusannya. 

Menanggapi pernyataan yang dilontarkan oleh Semaun, pimpinan SI pada saat itu tetap bersikeras pada apa yang telah diputuskan dalam kongres. Dengan keputusan tersebut maka anggota-anggota SI yang tidak mau keluar dari PKI dikeluarkan dari tubuh SI. Sekalipun keputusan ini akan mengurangi jumlah anggota, namun pimpinan SI tetap menganggap bahwa keputusan ini merupakan hal terbaik yang harus dilakukan.

Semaun dan para anggota SI yang juga merupakan anggota PKI tidak tinggal diam dengan keputusan ini. Mereka tetap tidak mau menerima hasil kongres dan tidak mau keluar dari SI. Mereka kemudian membentuk SI tandingan yang disebut dengan SI Merah, sedangkan SI yang menerima hasil kongres tersebut dinamakan sebagai SI Putih. SI tandingan ini tidak hanya terjadi ditingkat pusat, melainkan juga samapi ke cabang di daerah-daerah. 

Pada kongres PKI II di Bandung Maret 1923 dirumuskan secara jelas bahwa mereka menentang secara terang-terangan SI sebagai kekuatan politik, dan mengubah SI Merah menjadi Sarekat Rakyat (SR) sebagai organisasi yang berada dibawah PKI. Pemerintah Hindia-Belanda melihat bahwa kekuatan komunis sudah mulai berkembang dan semakin menyebabkan ancaman karena aksi yang dilakukan anggotanya. 

Kemudian Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda mengusir tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia seperti Muso, Alimin, Darsono dan Semaun. Tokoh-tokoh ini menyebar ke Asia hingga Eropa. Namun, tidak lama kemudian pada akhir tahun 1923 para tokoh Partai Komunis Indonesia tersebut kembali ke Hindia-Belanda.

Ternyata kepergian mereka meninggalkan Hindia-Belanda telah mengakibatkannya kelemahan dalam kepemimpinan Perserikatan Komunis di Hindia-Belanda. Sebagai upaya ntuk kembali membangkitkan kekuatan komunis tersebut, Semaun dan Darsono mencoba untuk menghimpun kembali kekuatan dengan melakukan kongres pada Juni 1924 di Jakarta. Pada saat itulah nama Partai Komunis Indonesia (PKI) secara resmi digunakan. Kongres tersebut juga memutuskan untuk memindahkan markas besar PKI dari Semarang ke Batavia (sekarang Jakarta) dan memilih pimpinan baru yaitu Alimin, Musso, Aliarcham, Sardjono dan Winanta. Di dalam kongres tersebut juga diputuskan untuk membentuk cabang-cabang di Padang, Semarang, dan Surabaya.

Baca Juga  Gerindo (1937-1942)

Komunisme ternyata telah berhasil memecah belah SI ke dalam dua bagian. Bagian pertama adalah mereka yang mempunyai pandangan komunis dalam tubuh SI dan bagian yang kedua adalah mereka yang menentang ajaran komunisme dalam tubuh SI. Sekalipun akibat ulah dari komunisme, SI mengalami penurunan dalam jumlah anggotanya, tapi bagi pimpinan SI hal ini harus dilakukan untuk menyelamatkan SI itu sendiri. Atas peristiwa tersebut SI dan PKI pun menjadi dua kekuaan politik yang berdiri sendiri dan saling melakukan persaingan dalam mendapatkan simpati/dukungan dari rakyat

PKI dan Komunisme Internasional (Komintern)

Konvensi pertama PKI digelar di basecamp Sarekat Islam, di Semarang, Jawa Tengah, pada pertengahan Desember 1920. Ribuan anggota dan simpatisan hadir disana, dan rapat berlangsung tertutup dan  underground, karena walaupun partai ini sudah memiliki basis massa yang banyak, tapi keberadaan mereka masih illegal dimata pemerintah saat itu. Agenda utama Konvensi ini adalah memutuskan satu soal penting tentang “bergabung tidaknya PKI dengan Komunis Internasional (Komintern)”.

Dari kesepakatan rapat itu, akhirnya mereka memutuskan untuk berafiliasi dengan Komintern yang berpusat di Moscow (Uni Soviet), yang di kepalai oleh Josep Vissarionovich Stalin. Sehingga, kebijakan partai  mau tak mau harus segaris dengan apa yang dirumuskan di Moskow (Komintern), dan wakil pertama Indonesia di rapat-rapat Komite Eksekutif Komunis Internasional di Moscow adalah Sneevliet (yang sebelumnya dibuang Belanda) , setelah itu ada Semaoen dan Darsono yang selanjutnya mereka menjadi agen – agen kunci Komintern. Saat kongres PKI 24-25 Desember 1921, Tan Malaka (seorang aktivis PKI yang sebelumnya dikirim belajar ke Netherland dan kembali lagi ke Indonesia tahun 1919) dan diangkat sebagai pimpinan partai cabang Asia Tenggara dan Australia.

Selain itu juga berkat di perbolehkannya keanggotaan ganda pada SI menyebabkan banyak anggota SI yang kemudian ikut terjun kedalam ISDV. Hal ini karena sebagian besar anggota SI adalah golongan pedagang dan golongan masyarakat kelas bawah. Selain itu karna syarat keanggotaan dari SI yang sangat mudah yaitu “hanya beragama Islam” membuat SI ini berkembang sedemikian pesatnya. 

Dari kenyataan itulah timbul gagasan baru dari Snivleet dan rekan-rekan untuk melakukan infiltrasi kepada SI sekaligus menjaring keanggotaan untuk mendirikan PKI. Dari aksi infiltrasi itulah banyak orang-orang yang tidak mengerti apa makna dari sebenarnya PKI kemudian menjadi anggota PKI. Bukan hanya itu saja Komunisme mudah menarik bangsa-bangsa terjajah atau mudah diterima oleh masyarakat karena mereka merasa akan dibebaskan dari belenggu penjajahan. Itulah sebabnya komunisme mendapat sambutan yang tidak sedikit di Hindia-Belanda (Indonesia). Karena sebagian besar penduduk indonesia adalah golongan petani maupun pedagang yang kurang mempunyai pengaruh di dalam struktur sosial masyarakat.

Kemunduran Partai Komunis Indonesia

Memang, gerakan-gerakan yang dilakukan oleh PKI dapat dikatakan cukup Radikal. Tindakan yang dilakukan oleh PKI akhirnya menimbulkan gerakan anti komunis dan Pemerintah Hindia-Belanda mulai mengambil tindakan tegas. Ketegasan itu diwujudkan dengan penangkapan dan pengasingan terhadap pimpinan komunis dari Indonesia. Penangkapan dan pengusiran serta pengasingan itu diawali dengan Sneevliet tahun 1919. Tan Malaka tahun 1922 dibuang dan diusir dari Hindia-Belanda ,sedangkan Semaun pada tahun 1923.

Dengan demikian semua pemimpin PKI seperti Darsono, Ali Archam, Alimin, Musso merasa terancam. Pada Kongres PKI tanggal 11-15 Desember 1924 di kota Gede Yogyakarta, dibahas mengenai rencana gerakan bersama di seluruh Indonesia. Rencana pemberontakan ini pada awalnya tidak memperoleh persetujuan Komintern. Aksi-aksi seperti pemogokan mendapat perhatian serius oleh Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda bahkan rapat-rapat PKI juga dibubarkan.

Pada 25 Desember 1925, pemimpin-pemimpin utama PKI , Sardjono, Boedisoetjitro, Winanta, Moesso, dan beberapa lainnya mengadakan pertemuan di Prambanan, mereka memutuskan untuk membuat rencana pemberontakan yang konkret dan menyerukan semua anggota partai untuk menciptakan suatu struktur partai bawah tanah. PKI memimpin sebuah pemberontakan yang nantinya akan menentukan nasib, bukan hanya PKI, tetapi juga pergerakan pada umumnya.

Selama tahun 1925, unsur-unsur yang lebih mengekstrim dalam Partai Komunis Indonesia di bawah pengawasan Dahlan dan Soekra, dua pemimpin yang menolak patuh kepada kepemimpinan yang tetap. Mereka terus menghasut dicetuskannya revolusi dan memakai metode-metode teoritis. Dalam usaha-usahanya, mereka didukung oleh dua pemimpin penting yang sudah mapan, Alimin dan Musso. Kelompok ini berhasil menguasai suatu rapat komisi pelaksanaan partai tersebut dan para pemimpin persatuan-persatuan dagang pokok di bawah pengawasan komunis, yang diselenggarakan di Candi Prambanan (antara Yogyakarta dan Surakarta). Pada pertengahan bulan Oktober 1925. Sebagai hasilnya, revolusi ditetapkan akan diadakan segera. 

Baca Juga  OPEC: Organization of Petroleum Exporting Countries

Pada Januari 1926 Musso, Boedisoetjitro, dan Soegono rencananya akan ditangkap oleh Gubernur Jendral van Limburg Stirum tetapi mereka telah pergi ke Singapura. Kekacauan hari demi hari semakin memuncak dan hampir semua pimpinan PKI berada di luar Indonesia, seperti di Singapura ada Alimin, Musso, Boedisoetjitro, Soegono, Subakat, Sanusi, dan Winata. Sedangkan Tan Malaka di Manila dan Darsono di Uni Soviet. 

Akhirnya PKI melakukan gerakan dengan “gaya lokal” dan aksi lokal (local action) yang di antaranya tidak banyak berkaitan dengan komunisme teoritis. Di Banten partai ini menjadi Islam yang berlebih-lebihan. PKI berkembang pesat di Sumatra dan Jawa tanpa koordinasi yang kuat, ketika partai ini semakin bertambah menarik bagi unsur-unsur masyarakat pedesaan yang menyukai kekacauan. 

Alimin kemudian ke Manila untuk menemui Tan Malaka, selaku wakil Komintern untuk wilayah Asia Tenggara dan Australia. Dengan harapan rencana itu akan mendapat dukungannya, ternyata diluar dugaan Tan Malaka menolak keputusan Parambanan dengan alasan:

a. Situasi revolusioner belum ada;
b. PKI belum cukup berdisiplin;
c. Seluruh rakyat belum berada di bawah PKI;
d. Tuntutan/sumbangan konkret belum dipikirkan;
e. Imperialisme internasional bersekutu melawan komunisme.

Reaksi Tan Malaka membuat perpecahan dalam organisasi PKI, tetapi Alimin dan Musso tidak gentar menanggapi reaksi Tan Malaka. Kemudian Alimin dan Musso pergi ke Moskow, Uni Soviet untuk membahas tentang keputusan di Prambanan 16 Maret 1926. Alih-alih mendapat dukungan sebaliknya mereka harus diindoktrinasi lagi. “Alimin dan Musso tiba di Malaya melalui Kanton pada pertengahan bulan Desember 1926, setelah aksi di Prambanan terjadi. Pada tanggal 18 Desember 1926 mereka ditahan orang Inggris di Johor dan tidak kembali ke Indonesia lagi.

PKI seolah seperti ayam yang kehilangan induknya, PKI setelah tragedi Prambanan ini tanpa pemimpin yang militan. Kegiatannya kacau, ditambah lagi para anggota bingung ikut Tan Malaka atau Alimin-Musso. Tidak adanya koordinasi para pemimpin ekstrimis, sebut saja Sardjono dan kawankawan merasa berhasil menguasai dan coba mempertahankan pengaruh mereka. Bahkan Suparjo yang kembali ke Indonesia untuk memberitahukan hasil diskusinya dengan Tan Malaka dan Subakat tidak dihiraukan. 

Walaupun rencana pemberontakan ditunda tetapi akhirnya meletus juga pada malam hari tanggal 12 November 1926 di Jawa Barat (Banten, Priangan) dan menyusul 1 Januari 1927 di Sumatra Barat. Pemberontakan di Batavia dapat ditumpas dalam waktu satu hari. Di Banten dan Priangan penumpasan selesai pada bulan Desember. Sedangkan di Sumatra dapat ditumpas selama tiga hari dan mendapat perlawanan yang relatif kuat. 

Selama periode penumpasan gerakan PKI ini, di Jawa seorang Eropa tewas begitu pula di Sumatra. Sekitar 13.000 orang ditangkap, beberapa orang ditembak, kira-kira 4.500 orang dijebloskan ke dalam penjara dan 1.038 orang dikirim ke kamp penjara yang terkenal mengerikan di Boven Digul, Irian, yang khusus dibangun pada tahun 1927 untuk mengurung mereka. Dengan begitu dapatlah dikatakan bahwa PKI hancur dan dilarang oleh pemerintah Kolonial Belanda.

Partai Komunis Indonesia mengadakan pemberontakan (dalam perspektif Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda) pada tahun 1926 dengan tujuan meruntuhkan eksistensi Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda yang menerapkan praktik kolonialisme dan imperialisme di Hindia-Belanda. Namun, gerakan Prambanan itu mengalami kegagalan oleh ketidakmatangan dalam menyusun rencana strategi gerakan itu sendiri. Akibatnya Partai Komunis Indonesia akhirnya dinyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia (Hindia-Belanda).

Jadi, dapatlah ditarik suatu gambaran bahwa kehancuran PKI pada periode tahun 1926-1927 dalam kurun masa pergerakan nasional Indonesia disebabkan oleh kekurangmantapan dalam menyusun strategi untuk menghancurkan kolonialisme dan imperialisme Belanda. Alih-alih mendapatkan keberhasilan justru menuai kegagalan.

Daftar Bacaan

  • Kartodirjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru II: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia.
  • Nagazumi, Akira. 1989. Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918. Jakarta: Grafiti.
  • Neil, Robert van. 1984. Munculnya Elit Modern Indonesia. (terj.) Zahara Deliar Noer. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia-Belanda. Jakarta: Balai Pustaka
error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Share via
Copy link