Payangko, atau nokdiak moncong panjang cyclops/ekidna moncong panjang cyclops/ekidna moncong panjang sir david/nokdiak moncong panjang sir david/Attenborough’s long-beaked echidna dengan nama ilmiah Zaglossus attenboroughi, adalah mamalia bertelur yang unik dan endemik di Pegunungan Cyclops, Papua. Hewan ini termasuk dalam genus Zaglossus bersama dengan dua spesies lain di Papua Nugini, dan merupakan anggota terkecil dari genusnya. Payangko pertama kali ditemukan pada tahun 1961, namun payangko secara ilmiah baru dinamai pada tahun 1998.
Ciri-Ciri Payangko
Payangko (Zaglossus attenboroughi), merupakan mamalia bertelur yang unik dan endemik di Pegunungan Cyclops, Papua. Hewan ini memiliki beberapa ciri-ciri khas yang membedakannya dari hewan lain, seperti duri di punggung dan ekornya, sehingga membuatnya mirip dengan landak. Duri yang ada di tubuhnya ini terbuat dari keratin, protein yang sama yang membentuk rambut dan kuku. Duri ini berfungsi sebagai pertahanan diri terhadap predator. Saat merasa terancam, payangko akan menggulung tubuhnya menjadi bola duri, dengan demikian membuat predator kesulitan untuk melakukan penyerangan.
Ciri khas dari spesies ini yang paling menonjol adalah moncongnya yang panjang dan lurus. Layaknya keluarga Zaglossus lainnya, moncong ini digunakan untuk mencari mangsa di tanah, seperti serangga dan cacing tanah. Dengan memiliki indera penciuman yang tajam itu dapat membantu spesies ini menemukan mangsa dalam kegelapan. Payangko memiliki bulu pendek dan lebat yang berwarna coklat kehitaman. Bulu ini membantu menjaga tubuhnya tetap hangat di iklim dingin Pegunungan Cyclops.

Dapat dikatakan bahwa hewan ini adalah mamalia bertelur terkecil, dengan panjang tubuh yang hanya sekitar 40-60 cm dan berat sekitar 1-2 kg. Ukurannya yang kecil membuatnya lebih gesit dan mampu bergerak dengan mudah di hutan lebat. Empat kaki dengan lima kuku pada kaki depan dan belakang membuat dirinya memungkinkan untuk memanjat pohon dan menggali tanah.
Hewan ini memiliki telinga kecil yang tersembunyi di dalam bulunya. Telinga ini tidak terlalu penting untuk pendengarannya, karena hewan ini lebih mengandalkan indera penciumannya untuk mencari mangsa. Dengan memiliki lidah yang panjang dan lengket ini digunakan untuk menjangkau mangsa di tanah. Lidah ini juga membantu payangko untuk membersihkan dirinya. Untuk menunjukkan dominasinya terhadap sebuah wilayah, spesies ini memiliki kelenjar aroma di dekat ekornya. Selain digunakan untuk menandai wilayahnya dan berkomunikasi dengan payangko lain.
Payangko memiliki beberapa keunikan fisiologi yang membedakannya dari mamalia lain di mana selain ia bertelur. Hewan ini memiliki suhu tubuh yang lebih rendah daripada mamalia lain, sekitar 32-35°C. Seperti Zaglossus lainnya, metabolisme payangko juga dikatakan lambat, yang membantunya menghemat energi di lingkungan yang dingin.
Perilaku Payangko
Sebagaimana telah diuraikan di atas, payangko adalah hewan nokturnal, yang berarti mereka aktif di malam hari dan tidur di siang hari. Mereka biasanya mulai beraktivitas saat senja dan mencari makan sepanjang malam. Pergerakan hewan ini gesit dan mampu memanjat pohon karena memiliki kaki yang kuat dan cakar yang tajam yang membantu mereka memanjat dan menggali tanah. Seperti Zaglossus lainnya, payangko memakan berbagai macam serangga, cacing tanah, dan hewan kecil lainnya. Mereka menggunakan moncong panjang mereka untuk mencari mangsa di tanah.
Dalam bereproduksi Betina payangko akan bertelur 1-2 telur di dalam sarang bawah tanah. Telur-telur ini dierami selama sekitar 10-15 hari. Setelah menetas, anak payangko dilahirkan dalam keadaan buta dan tidak berbulu. Mereka akan menyusu dari induknya selama sekitar 6 bulan. Hewan ini adalah hewan soliter dan jarang terlihat bersama-sama. Mereka hanya bertemu dengan payangko lain untuk melakukan perkawinan.
Cara berkomunikasi hewan ini dengan menggunakan suara dan bau. Mereka memiliki berbagai macam suara yang mereka gunakan untuk memperingatkan satu sama lain tentang bahaya, untuk menarik pasangan, dan untuk melindungi wilayah mereka. Di mana kelenjar aroma di dekat ekornyanya lah yang mereka gunakan untuk berkomunikasi.
Habitat Dan Persebaran Payangko

Perlu diketahui, Payangko adalah hewan endemik yang hanya ditemukan di Pegunungan Cyclops di Papua, Indonesia. Dengan begitu hewan ini hanya dapat hidup di hutan hujan tropis pada ketinggian 1.500-3.000 meter di atas permukaan laut. Di mana Iklim di Pegunungan Cyclops lembab dan dingin, dengan suhu rata-rata sekitar 10-15°C. Hutan hujan tropis di Pegunungan Cyclops memiliki banyak pohon besar, liana, dan tanaman bawah. Saat ini, habitat payangko terancam oleh penebangan hutan, perburuan, dan perubahan iklim.