Pengertian dan Sejarah Demokrasi
Demokrasi – Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negara memiliki hak setara dalam pengambilan suatu keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Di dalam bentuk pemerintahan demokrasi, demokrasi mengizinkan warga negaranya untuk berpartisipasi, baik secara langsung atau pun melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Bentuk pemerintahan demokrasi mencakup pelbagai hal, diantaranya kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, sehingga memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Di bawah ini akan dijelaskan pengertian dan sejarah demokrasi.
Secara harfiah, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang diartikan rakyat, dan kratos/cratein yang diartikan pemerintahan, sehingga demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang pada era modern ini dikenal sebagai pemerintahan “dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”. Demokrasi di era modern ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Salah satu unsur penting dalam sistem demokrasi adalah prinsip trias politica yang dikemukakan oleh Montesquieu membagi kekuasaan negara menjadi tiga (eksekutif, yudikatif dan legislatif) di mana tiga jenis lembaga negara ini saling berdiri sendiri (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar antara satu sama lain. Independensi dan kesejajaran dari tiga lembaga negara ini (eksekutif, yudikatif dan legislatif) sangat diperlukan agar ketiganya dapat saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Jenis-jenis Demokrasi
Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung adalah jenis demokrasi yang di dalam praktiknya diwujudkan dengan adanya keterlibatan langsung rakyat dalam proses pengambilan suatu keputusan atau kebijakan pemerintahan. Demokrasi langsung ini dilaksanakan melalui penyampaian pendapat secara terbuka oleh rakyat atau referendum (pemungutan suara) untuk mengetahui kehendak dan keinginan rakyat.
Demokrasi Tidak Langsung/Perwakilan
Demokrasi tidak langsung atau yang biasa disebut dengan demokrasi perwakilan adalah jenis demokrasi yang pelaksanaannya diwujudkan melalui keterlibatan wakil-wakil rakyat yang terpilih dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan pemerintahan. Di dalam demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan, rakyat menyampaikan kehendaknya atau keinginannya melalui wakil rakyat sebagai penyalur aspirasi dalam proses pengambilan keputusan atau kebijakan pemerintahan.
Sejarah Perkembangan
Zaman Yunani Kuno
Pada zaman Yunani kuno, telah diperkenalkan metode-metode eksperimental dan spekulatif guna mengembangkan pengetahuan melalui semangat rasionalisme dan empirisme dengan menempatkan akal diatas segala-galanya. Menurut Socrates, bahwa kebenaran dapat dikenali melalui metode retorikanya. Yakni, melalui bukti dan investigasi, dan bertanya secara terus-menerus.
Socrates, filsuf terkemuka Yunani kuno sangat kritis dalam membela pemikiran-pemikiran nya yaitu agar kaum muda tidak mempercayai para dewa dan mengajari mereka untuk mencapai kebijaksanaan sejati dengan berani bersikap mencintai kebenaran sehingga terhindar dari kedangkalan dalam berpikir. Socrates meyakini adanya kebenaran mutlak. Socrates menemukan argument untuk membela diri, yaitu dengan metode induksi (menarik kesimpulan dari khusus ke umum).
Plato, menurutnya kebenaran yang mutlak terletak pada ide dan gagasan yang abadi. Pemikiran Plato tentang negara berawal dari idenya yang menggolongkan manusia kedalam kelas negara, berturut turut dari akal semangat dan nafsu yang kemudian memperoleh interpretasi berbeda yakni sebagai penasehat, golongan militer dan pedagang. Plato mempercayai bahwa masing-masing individu harus dapat melaksanakan fungsi dengan sebaik-baiknya dan tidak ada pelanggaran hierarkis.
Menurut Plato, kepentingan individu harus disesuaikan dengan kepentingan masyarakat. Dengan demikian, plato lebih cenderung untuk menciptakan adanya rasa kolektivisme, rasa bersama, daripada penonjolan pribadi orang-perorang. Oleh karena itu, dalam organisasi-masyarakat-negara dalam tujuan itu menghendaki adanya persesuaian dalam fungsi. Jadi, menurut Plato, pembagian pekerjaan di kalangan masyarakat, walaupun pembagian pekerjaan itu bukan terbatas pada ekonomi atau efesiensi kerja, melainkan bersandar pada panggilan kesadran diri manusia itu sendiri dalam rangka yang sesuai dengan tujuan hidup.
Aristoteles, mengenai demokrasi diungkapkan dalam pandangan nya mengenai warganegara. Menurutnya tidak semua individu dikelompokkan ke dalam warga negara, warganegara adalah individu yang memiliki waktu untuk memperluas pengetahuan tentang urusan publik dan mengupayakan kewajiban. Sebaliknya, individu yang secara alamiah merupakan budak dan kelas produsen, petani tidak termasuk kategori warganegara. Jadi ketika wewenang diberikan kepada individu secara meluas seperti golongan petani, penghasil produsen dan budak, mengakibatkan negara berada pada bentuk terburuknya.
Ada tiga bentuk negara menurut Aristoteles, yakni monarki, aristokrasi dan demokrasi. Dari ketiga bentuk negara itu yang paling mungkin diwujudkan dalam kenyataan adalah demokrasi atau politea (polis), berbeda dengan Plato yang lebih memilih kerajaan filsuf. Apabila kekuasaan terletak ditangan orang banyak atau rakyat yang bertujuan demi kepentingan semua masyarakat, maka bentuk negara itu adalah Politea. Akan tetapi, bila negara dipegang oleh banyak orang (miskin, terdidik) dan bertujuan hanya demi kepentingan mereka, maka bentuk negara itu demokrasi. Demokrasi seakan memiliki konotasi negatif dan Aristoteles tidak menyebutnya sebagai bentuk negara ideal.
Abad Pertengahan
Santo Agustinus meletakkan bentuk negara politea yang berdasarkan dengan konsep ketuhanan sebagai negara yang paling baik. Secara simbolis, Santo Agustinus mengungkapkan demokrasi terletak pada penguasa tunggal, monarki yang merupakan representasi dari Tuhan dan mesti diikuti oleh rakyat umum atas dasar nilai kebaikan dan kepatuhan bersama. Dalam beberapa tulisannya, Santo Agustinus memperkenalkan konsep pemahaman dalam memahami fenomena budak sebagai keadaan alamiah yang mesti diterima dengan lapang sebagai suatu keadaan dalam rangka upaya untuk menebus dosa. Sehingga ketika wewenang diberikan kepada rakyat secara luas, maka wewenang tersebut cenderung dilaksankan jauh dari cita- cita “Negara Tuhan”.
Negara Tuhan berdasarkan cinta kasih Tuhan yang bersifat immortal, merupakan faktor yang mengintegrasikan Negara menjadi suatu kesatuan politik, yakni kepatuhan warganegara terhadap hukum-hukum Negara dilaksanakan atas kesadaran kolektif, semua dilakukan demi mencapai kebaikan bersama, dan kebaikan bersama ini sebagai perhatian utama dalam Negara Tuhan. Negara Tuhan bersifat universal, tidak dibatasi oleh sekat-sekat territorial kebangsaan, suku, bahasa maupun waktu. Ia dapat berlangsung sepanjang masa. Oleh, sebab itu Agustinus percaya bahwa masyarakat atau Negara ideal yang seharusnya dibangun oleh umat kristiani adalah semacam Negara Persemakmuran Kristiani.
Thomas Aquinas mengatakan bahwa hakikat manusia adalah berasal dari Tuhan, yang Tuhan kemudian menetapkan bahwa manusia adalah mahluk sosial dan politik. Menurutnya Negara merupakan aktualisasi sifat alamiah manusia, sehingga terbentuknya suatu Negara merupakan cerminan kebutuhan kodrati manusia. Thomas Aquinas berpikiran bahwa tentang kehendak bebas manusia dan tujuan akhir manusia yang selalu bermuara pada kebaikan, idealnya, pada tujuan ketuhanan. Menurutnya, bentuk Negara terbaik adalah monarki dan terburuknya adalah tirani dengan tambahan demokrasi, setidaknya telah mendapatkan posisi yang lebih baik dari pada dulu zaman filsuf.
Menurutnya, demokrasi meskipun buruk, tapi lebih baik daripada tirani. Alasannya, dalam negara tirani kemungkinan terjadinya penyelewengan kekuasaan Negara sangatlah besar. Raja dapat bertindak sewenang-wenang diluar batas tanpa adanya kekuasaan pengontrol dari rakyat. Sekali orang berhasil merebut kekuasaan dan membentuk tirani, maka tidak ada pilihan bagi rakyat kecuali kepatuhan yang total karena tiraninya itu.
Untuk menghindari penguasa tirani itu, diperlakukan pengawasan dan kontrol, ini dapat dilakukan beberapa hal: pertama, bagi penguasa tunggal yang memerintah Negara hendaknya harus dianggap berdasarkan pemilihan oleh pemimpin masyarakat. Dipilih berdasarkan pribadi yang dimilikinya. Disini ia menolak kekuasaan yang didasarkan kepada warisan atau keturunan (heredity power); kedua, mekanisme lain untuk menghindari tirani bagi seorang penguasa adalah dengan membatasi kekuasaan penguasa tunggal bersangkutan; ketiga, tindakan tirani dapat dihindari manakala dalam system pemerintahan terdapat pemilikan kekuasaan secara bersama-sama.
Abad Pencerahan
Niccolo Machiavelli meletakkan sistem demokrasi di tempat yang terburuk, sedangkan tirani adalah yang terbaik. Macchiavelli beranggapan negara akan mengalami kejayaan manakala pemimpinnya terlepas dari nilai moral dan etika yang dulu pada abad pertengahan pernah diagung-agungkan. Machiavelli menyiratkan bahwa demokrasi adalah kebebasan individu. Kebebasan individu disediakan sepanajng tidak menggangu keselamatan dan stabiliotas tatanan politik. Menurut Macchiavelli, demokrasi teteap digenggam dalam bentuk negaranya. Akan tetapi tetap monarki absolute berada di attaran tertinggi bentuk negara berdasarkan pemikirannya.
Sedangkan Thomas Hobbes menyatakan bahwa demokrasi adalah sistem terburuk dan monarki adalah yang terbaik dalam heirarki bentuk negara. Menurutnya pemerintahan akan sebaik-baiknya dijalankan jika kekuasaan terpusat pada satu orang saja. Akan tetapi, meletakkan adanya kewenangan dalam menjalankan kekuasaan tersebut. Kewenangan tersebut diperoleh dari kontrak sosial dimana sekelompok orang secara pasrah dan sadar memberikan seluruh kekuatan politiknya pada orang diluar kelompok nya.
Thomas Hobbes menyatakan bahwa secara kodrati manusia itu sama satu dengan lainnya. Masing-masing mempunyai hasrat atau nafsu (appetite) dan keengganan (aversions), yang menggerakkan tindakan mereka. Kontrak sosial merupakan karya cipta bersama dari pergaulan politik, membentuk serta membatasi praktek politik dengan menyediakan sarana yang kita pergunakan, dan dengan sadar atau tidak ia mampu merumuskan permasalahan sosial dan dapat memahami apa yang sedang kita kerjakan.
John Locke mengungkapkan bahwa dalam keadaan alamiah, manusia lahir dengan persamaan dan kebebasan. Kebebasan dsini masih tunduk dalam hokum alam yang bersifat normative (hukum manusia). Nilai kebebasan ini kemudian dituangkan dalam kontrak social John Locke yang bersifat liberal. John Locke memberikan dukungan nya bahwa rakyat sipil atau warga Negara juga termasuk dalam masyarakat politik.
J.J. Rosseau, ia mengungkapkan adanya kehendak umum sebagai bentuk penyatuan social yang menciptakan pribadi kolektif baru yaitu negara. J.J. Rosseau memperkenalkan bahwa konsep kedaulatan rakyat yang menempatkan kebebasan manusia sejajar dengan kehendak Negara. Kedaulatan rakyat negara ini bersifat tidak terbatas dan tidak dapat dibagi-bagi. Akan tetapi, kewenangan untuk menjalankan kedaulatan rakyat karena rakyat sebagai subjek hukum maka dia harus menjadi pembautnya, semua anggota komunitas politik memiliki kedudukan sama dalam pembuatan hukum. Individu bebas dari pengaruh orang lain dalam menyatakan kehendak bebasnya. J.J. Rosseau mengatakan bahwa tidak ada sistem pemerintah perwakilan, oleh karena itu pemikirannya tentang konsep kedaulatan rakyat ini bisa dikenal dengan demokrasi langsung.
Menurut Montesquieu prinsip pemerintahan dikategorikan kedalam tiga kelompok yakni, republic, monarki dan depotisme. Dalam republic Montesquieu, mengatakan bahwa nilainpenggerak pemerintahan adalah civic virtue dan spirit public dari rakyat dalam cinta pada negara, kesedihan menundukkan kepentingan diri, patriotisme, kejujuran, kesedrhanaan dan persamaan. Demokrasi terletak dalam republiknya Montesquiue yang didefinisikan sebagai kedaulatan yang diserahkan pada lembaga kerakyatan. Montesquieu melatarbelakangi konsepsi bahwa kedaulatan rakyat bisa dibagi(didistribusikan) melalui tiga, pemisahan kekuatan pada legislatif, eksekutif dan yudikatif dengan fungsionalnya masing- masing.
Abad Imperialism Dan Kolonialisme
Pandangan Fredrich Hegel mengenai demokrasi, menurutnya demokrasi pada masanya dan sedikit pada masa sekarang bukanlah hasil akhir dan terbaik dari bentuk negara yang ada. Ia menarasikan bahwa negara bukanlah alat melainkan yujuan itu sendiri sehingga untuk kebaikan bersama, maka rakyat harus menjadi abdi negara. Konsep Hegel yang meletakkan rakyat harus sebagai abdi negara seolah menjustifikasi adanya bentuk negara yang demokratis. Artinya suatu persyaratan bahwa warganegara wajib dibekali dan memiliki pengetahuan ketatanegaraan untuk kemudian diberi wewenang untuk menjalankan kedaulatan. Akan tetapi, pemikirannya yang Kristiani Protestanisme seolah menegaskan Negara dengan orientasi niali kebaikan yang berlandaskan pada ketuhanan.
Karl Marx mendukung adanya regulasi ketat pemerintah, yang mengusung persamaan semua kelas. Pahamnya yang demikian sering dikenal dengan nama sosialis. Ia tidak memposisikan demokrasi diujung tanduk, sebaliknya ia memposisikan kekuasaan mesti diletakkan terpusat. Adapun demokrasi dapat ditarik kehaluan Marx, demokrasi rakyat atau disebut demokrasi proletar adalah demokrasi yang berhaluan Marxisme-komunisme, mencita-citakan kehidupan yang tidak menegenal kelas sosial, manusia dibebaskan dari keterkaitannya kepada kepemilikan pribadi tanpa penindasan dan paksaan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan cara paksa atau kekerasan.
Engels mengemukakan bahwa kelas sosial telah tidak ada lagi, maka kekuasaan politik pun akan lenyap. Pada tahun 1884, ia menjelaskan bahwa negara itu tidak selamanya ada. Pernah ada masyarakat tanpa negara, dan yang tidak memiliki pengertian tentang negara serta kekuasaan negara. Pada tingkat tertentu dari tahapan ekonomi yang berhubungan dengan terpecahnya masyarakat menjadi kelas-kelas, negara akan menjadi kebutuhan. Pada masa kini menurut Engels, masyarakat dengan cepat memasuki suatutahapan dalam perkembangan produksi diaman kelas-kelas masyarakat bukan saja tidak menjadi kebutuhan, melainkan juga akan menjadi penghalang yang positif bagi produksi. Kelas-kelas itu akan runntuh sebagaimana telah lahir pada masa tahapan terdahulu. Bersama dengan hilangnya kelas-kelas itu maka hilang pula Negara.
Demokrasi Sosialis
- Mao Ze Dhong (1893-1976) Kediktatoran Demokrasi Rakyat
Kediktatoran demokrasi rakyat ini merupakan ajaran dari Mao, apa yang akan dibangun diatas kedaulatan rakyat RRC. Tahun 1949, ia mengemukakan:
Tugas kita memperkuat aparat Negara menjadi milik rakyat, terutama tentara rakyat, polisi rakyat, dan kepentingan rakyat… Negara yang menjadi milik rakyat akan melindungi rakyat.
Hanya jika rakyat memiliki Negara seperti itu, mereka dapat mendidik dan membentuk kembali dirinya dalam skala Negara secara keseluruhan. Dalam sistem negara yang dibangun seperti ini, kenyataan yang terjadi adalah membangun rakyat cina dengan keseragaman dan konformitas. Konsep sama rata dan sama rasa dialokasikan dalam bentuk penampilan fisik, juga cara berpikir dalam melakukan tindakan.
Untuk pengawasan yang dibangun Mao dalam system negara semacam ini, bila ada perlawanan bukan hanya ditindak secara fisik, melainkan juga disebut ―kritik diri yakni pengakuan didepan umum, pencucian otak, dan tekanan social sampai kepada hukuman fisik.
- Fidel Castro (1926)
Orientasi politik Fidel Castro sebagai seorang pejuang awal mulanya berorientasi politik Liberal. Hal ini dapat diamati bahwa pada mahasiswanya ia sering bentrok dengan kalanhgan komunis. Ia memang bukan seorang Marxis pada awalnya, sebagaimana dikemukakan dalam pidato di bulan Desember 1961, bahwa Marxisme benar-benar terbentuk dalam dirinya ketiak ia mencpai puncak kekuasaan.
Strategi politik, Pemerintahan dibawah kepemimpinan Castro, mengizinkan Partai Komunis Kuba untuyk tampil dalam arena politik yang pada masa pemerintahan Batista dilarang. Ia juga melakukan perubahan di bidang pertanian melalui pendirian National Institut of Agrarian Reform yang diketuainya sendiri. Dalam bidang social pendidikan, perubahan yang cukup radikal dilakukan pemerintahan revolusioner di Kuba. Jalur utama pendidikan tidak lagi dicampuri Gereja Katolik. Dibawah kepemimpinan Castro kesehatan juga mengalami kemajuan. Disebutkan dalam laporan majalah Times, bahwa tenaga dokter di Kuba telah mencapai rasio yang paling tinggi dibanding Negara didunia ketiga lainnya.
Dalam bidang diplomasi luar negeri, Kuba termasuk Negara yang berani dan sukses dalam merespon tindakan yang dilakukan Negara besar, yakni Amerika Serikat. Dalam peristiwa teluk babi yang terkenal itu, akhir 1962, tentara Fidel Castro sanggup merontokkan serbuan yang dikoordinasikan CIA. Saat Amerika Serikat dibawah pimpinan Kennedy, harus terpaksa membayar makanan dan obat-obatan seharga 53 juta dolar untuk menukar 1.113 tawanan yang disekap Fidel Castro.
Demikianlah penjelasan singkat tentang pengertian dan sejarah demokrasi