Penjajahan Prancis di Indonesia dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di Eropa pada akhir abad ke-18 pengaruhnya terhadap jajahan Belanda di Indonesia. Pada tahun 1795, Prancis yang berada di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte menguasai Belanda dan mendirikan Republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Pada tahun yang sama, Partai Patriot Belanda yang anti-raja, atas bantuan Prancis, raja Belanda Willem V digulingkan dari tahtanya oleh kaum Republikan. Republik baru ini menjadi semacam negeri bawahan (vassal) dari Prancis.
Letak geografis Belanda yang berdekatan dengan Inggris menyebabkan Napoleon Bonaparte merasa penting untuk menguasai negeri Belanda. Pada tahun 1806 Napoleon Bonaparte membubarkan Republik Bataaf dan membentuk Koninkrijk Holland. Sejak Belanda berhasil dikuasai oleh Prancis maka Kaisar Napoleon yang memimpin Prancis mengangkat adiknya Louis Napoleon pada tahun 1806 menjadi penguasa di negeri Belanda.
Dengan perubahan-perubahan itu, Hindia-Belanda berada di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda tetapi di bawah kekuasaan Prancis untuk menangani Hindia-Belanda yang dekat dengan ancaman Inggris yang menguasai India, Louis Napoleon kemudian menunjuk Daendels untuk menjadi Gubernur Jenderal di Hindia-Belanda. Diangkatnya Herman Willem Daendels sebaga gubernur jenderal di Hindia-Belanda menandai awal mula penjajahan Prancis di Indonesia. Herman Willem Daendels mulai menjalankan tugasnya pada tahun 1808 dengan tugas utamanya adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris.
Gubernur Jenderal Selama Penjajahan Prancis Di Indonesia
Sama halnya dengan masa VOC di Indonesia, penjajahan Prancis di Indonesia dipimpin oleh seorang gubernur jenderal. Penjajahan Prancis di Indonesia hanya dipimpin oleh dua orang gubernur jenderal saja yaitu; Herman Willem Daendels dan Jan Willem Janssens.
Herman Willem Daendels (1808-1811)

Dalam rangka untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, Daendels sebagai gubernur jenderal selama masa penjajahan Prancis di Indonesia membuat beberapa kebijakan. Di bawah ini adalah kebijakan Daendels di Indonesia:
Kebijakan Daendels di Bidang Militer dan Pertahanan
- Membangun de Groote Postweg (jalan raya pos) dari Anyer sampai dengan Panarukan. Jalan ini didirikan agar di setiap kota/kabupaten yang dilaluinya terdapat kantor-kantor pos. dengan adanya pos-pos ini maka penyampaian berita akan lebih cepat sehingga berita apa pun akan lebih cepat diterima. Selain itu, tujuan pembangunan jalan ini dibangun agar memudahkan mobilisasi tentara;
- Mendirikan benteng-benteng pertahanan sebagai antisipasi terhadap serangan dari tentara Inggris yang ingin menguasasi Jawa, seperti pembangunan Benteng Lodewijk (Surabaya) dan Benteng Meester Cornelis (Jatinegara);
- Membangun pangkalan angkatan laut di Merak, Ujung Kulon dan Surabaya;
- Menambah jumlah pasukan dari 4.000 orang menjadi 18.000 orang (sumber lain menyebutkan jumlah ini dari 3.000-20.000), yang sebagian besar orang-orang Hindia-Belanda dan membentuk angkatan perang, seperti Legiun Mangkunegaraan;
- Mendirikan pabrik senjata di Gresik dan Semarang, pabrik meriam di Surabaya, dan sekolah militer di Batavia. Hal ini dilakukan oleh Daendels oleh sebab adanya blokade yang dilakukan oleh Inggris sehingga Daendels tidak dapat mengharapkan bantuan dari Eropa;
- Meningkatkan kesejahteraan prajurit.
Kebijakan Daendels di Bidang Pemerintahan dan Birokrasi
- Pulau Jawa dibagi menjadi sembilan prefecture dan 31 kabupaten dengan tujuan untuk mempermudah administrasi pemerintahan. Masing-masing prefektur dikepalai oleh seorang prefek. Setiap prefek langsung bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal. Di dalam struktur pemerintahan kolonial, setiap prefek membawahi para bupati;
- Para bupati dijadikan pegawai pemerintah;
- Perbaikan gaji pegawai dan memberantas korupsi;
- Membentuk Sekretariat Negara (Algemene Secretarie);
- Memindahkan pusat pemerintahan (Welteverden) agak masuk ke pedalaman.
- Kerajaan Banten dan Kerajaan Cirebon dihapuskan dan daerahnya dinyatakan sebagai wilayah pemerintah kolonial.
- Kebijakan Daendels di Bidang Hukum
- Membentuk tiga jenis peradilan diantaranya; (a) Peradilan untuk orang Eropa; (b) Peradilan untuk orang Timur Asing, dan (c) Peradilan untuk orang-orang pribumi. Peradilan untuk orang pribumi dibuat di setiap prefek.
- Peraturan untuk pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. Pemberantasan korupsi diberlakukan terhadap siapa saja termasuk orang-orang Eropa dan Timur Asing.
Kebijakan Daendels di Bidang Ekonomi
- Membentuk Dewan Pengawasan Keuangan Negara (Algemene Rekenkaer) dan dilakukan pemberantasan korupsi dengan keras;
- Mengeluarkan uang kertas;
- Memperbaiki gaji pegawai;
- Pajak in natura (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (verplichte leverantie) yang di terapkan pada zaman VOC tetap dilanjutkan, bahkan di perberat;
- Mengadakan monopoli perdagangan beras;
- Mengadakan pinjaman paksa kepada orang-orang yang di anggap mampu. Bagi yang menolak pinjaman bisa dikenakan hukuman;
- Penjualan tanah kepada pihak swasta, seperti di daerah sekitar Batavia dan beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hal ini menyebabkan munculnya tanah-tanah milik swasta atau tanah-tanah partikelir (particuliere landerijen);
- Mengadakan preanger stelsel, yaitu kewajiban bagi rakyat priangan dan sekitarnya untuk menanam tanaman ekspor (kopi).
Kebijakan Daendels di Bidang Sosial
- Rakyat di paksakan untuk melakukan kerja rodi untuk membangun jalan Anyer-Panarukan.
- Perbudakan dibiarkan berkembang.
- Menghapus upacara penghormatan kepada residen ,sunan, atau sultan.
- Membuat jaringan pos distrik dengan mengunakan kuda pos.
- Daendels pun bertindak keras terhadap raja-raja di Pulau Jawa, hal ini dibuktikan dengan sikapnya;
(1) Terhadap Surakarta dan Yogyakarta, semua raja pribumi harus mengakui raja Belanda sebagai junjungan dan minta perlindungan kepadanya. Dengan konsep ini, Daendels mengubah jabatan pejabat Belanda di lingkungan keraton dari residen menjadi Minister. Minister tidak lagi bertidak sebagai pejabat Belanda, melainkan wakil raja Belanda dan juga wakilnya di Keraton Jawa.
Jika di zaman VOC, para residen Belanda diperlakukan sama seperti para penguasa daerah yang menghadap raja-raja Jawa, dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat kepada raja Jawa, Minister tidak layak diperlakukan seperti itu. Minister berhak duduk sejajar dengan raja, memakai paying seperti raja, tidak perlu membuka topi, dan harus disambut oleh raja dengan berdiri dari takhtanya ketika Minister datang ke keraton. Atas kebijakan ini, Sultan Hamengkubuwono II menolak. Sehingga Daendels menyerang Yogyakarta dan memaksa Sultan Hamengkubuwono II untuk turun tahta dan menggantikannya dengan Sultan Hamengkubuwono III.
(2) Terhadap Kerajaan Banten, Daendels menghancurkan Banten dan mengasingkan sultan Banten ke Ambon karena sultan Banten menentang pembangunan jalan raya Anyer-Panarukan.
Akhir Kekuasaan Daendels Di Indonesia
Kejatuhan Daendels antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
- Sikapnya yang otoriter terhadap raja-raja Banten, Yogyakarta, Dan Cirebon menimbulkan pertentangan dan perlawanan.
- Penyelewengan dalam kasus penjualan tanah terhadap pihak swasta dan manipulasi penjualan istana bogor.
- Keburukan dalam sistem administrasi pemerintahan.
Pada tahun 1811, Daendels dipanggil kembali ke Belanda. Dipanggilnya Daendels diperkirakan karena tenaganya dibutuhkan oleh Napoleon untuk melakukan penyerangan ke Russia. Sedangkan di sisi lain diperkirakan hubungan Daendels dengan raja-raja dan penduduk Jawa yang memburuk. Sehingga hal ini dapat menimbulkan masalah dikemudian hari, karena menimbang Prancis harus mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris.
Jan Willem Janssens (Februari-September 1811)
Louis Napoleon mengangkat Janssens untuk menggantikan Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang baru. Pemerintahan Janssens dapat dikatakan lemah dikarenakan tidak ada perubahan yang lebih baik pasca-Daendels terhadap kebijakan di Pulau Jawa. Hal ini terbukti dengan menyerahnya Daendels kepada Inggris pada 18 September 1811. Janssens gagal menahan serangan Inggris di Semarang bersamaan dengan Legiun Mangkunegara. Janssens menyerah di Tuntang, daerah sekitar Salatiga, Jawa Tengah. Pemerintah Kolonial terpaksa menandatangani perjanjian yang disebut dengan Kapitulasi Tuntang tahun 1811, yang berisi:
- Pulau Jawa dan daerah sekitarnya yang dikuasai Belanda diserahkan kepada Inggris;
- Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris;
- Orang-orang Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris.
- Dengan ditandatanganinya perjanjian ini, wilayah Hindia-Belanda resmi menjadi koloni Inggris.
Dengan disepakatinya Kapitulasi Tuntang tahun 1811 menandakan berakhirnya penjajahan Prancis di Indonesia.
Daftar Bacaan
- Kartodirjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru II: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia.
- Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan Di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
- Ricklefs, M. C. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200- 2004. Jakarta: Serambi.