Peradaban Yunani Kuno (1050 SM – 330 M)

Peradaban Yunani Kuno dibentuk oleh Keadaan alam dan faktor geografis dapat dikatakan memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan suatu peradaban.. Akan tetapi, pengaruh besar keadaan alam dan faktor geografis ini bukan bermaksud untuk menilainya secara deterministik geografis. Akan tetapi, jikalau berbicara tentang tumbuh dan berkembangnya Peradaban Yunani Kuno tentu faktor-faktor tersebut sangatlah penting dan tidak jarang menjadi penentu dari keberlangsungan peradaban.

Iklim dan geografi Yunani tidak terlalu banyak mengalami perubahan sejak periode kuno. Letaknya yang berada di Mediterania, menyebabkan musim panas di wilayah ini cukup lama dengan matahari yang bersinar sehari penuh, kering, namun karena hembusan angin laut, udara di daerah ini menjadi tidak begitu panas.

Disebabkan oleh iklim itulah, penduduk di daerah ini dapat hidup di luar rumah hampir sepanjang hari. Penduduk dapat menanam buah zaitun dan buah-buahan semi tropis lainnya. Kondisi pantainya yang berlekuk-lekuk, curam, dan terjal serta dibentengi oleh pegunungan-pegunungan menjadikan alam Yunani tidak hanya indah dipandang, tetapi sekaligus pula dapat menjadi benteng alam bagi penduduk yang tinggal di wilayah itu.

Meskipun begitu, Yunani tidak memiliki banyak area yang subur. Kualitas tanah di Yunani dapat dikatakan jelek dan lembah-lembah serta dataran-dataran rendahnya terpisah-pisah oleh gunung-gunung sehingga daerah-daerah itu menjadi bagian yang kecil-kecil, terpisah antara satu dengan yang lain. Arus sungai-sungainya sangat deras dan terlalu dangkal untuk dilayari. Pada musim hujan sungai-sungai itu meluap, lalu menjadi kering total tatkala musim panas tiba. Sumber-sumber air setempat dapat memenuhi kebutuhan minimum bagi penduduk selama musim kering. Namun, air tersebut tidak cukup banyak untuk menunjang irigasi yang memadai.

Berdasarkan kondisi alam yang seperti itu, Yunani sebetulnya tidak memberikan kenikmatan yang memanjakan penduduknya. Ladang dan kebun buah-buahan menghasilkan gandum untuk membuat bir, biji-bijian lainnya, buah-buahan, anggur, madu dan lain sebagainya. Sedangkan daging jarang ditemukan di Yunani. Hal ini disebabkan karena tanaman biji-bijian mendominasi tanah yang paling bagus kualitasnya, maka satu-satunya tempat penggembalaan adalah di lereng-lereng gunung yang hanya dapat menampung ternak yang tidak cukup banyak dan sebagian besar adalah domba.

Meskipun demikian, daratan Yunani secara geografis sangat menguntungkan untuk aktivitas perdagangan, meskipun untuk berlabuh menjadi tantangan tersendiri. Daratan dan pulau-pulau dengan pantai-pantainya yang berlekuk-lekuk menyebabkan pelabuhan-pelabuhan itu terlindungi. Pada musim panas yang panjang, yang merupakan musim berlayar, badai ganas jarang sekali terjadi. Hal inilah yang menyebabkan kapal-kapal dapat berlayar sampai ratusan mil dam masih tetap dapat melihat daratan. 

Pelayaran dengan kapal layar atau dayun atau kombinasi dari keduanya ini lebih cepat, lebih murah, dan lebih menyenangkan jika dibandingkan melalui jalur darat yang harus melewati bukit-bukit dan jurang-jurang. Sebagai konsekuensinya, orang-orang Peradaban Yunani Kuno melakukan perniagaan lewat jalur laut. Komoditas perdagangan mereka terutama adalah minyak zaitun dan anggur. Barang-barang komoditas itu ditukar dengan logam, biji-bijian, budak dan bahan keperluan lain bagi kebutuhan sehari-hari.

Keadaan geografis Peradaban Yunani Kuno mempermudah adanya praktik desentralisasi. Di lembah-lembah Sungai Eufrat – Tigris maupun Sungai Nil, tidak ditemukan adanya penghalang alam untuk berhubungan dengan dunia luar sehingga dapat membantu mereka untuk membentuk sebuah peradaban besar. Sebaliknya, gunung-gunung dan teluk-teluk di Yunani yang tidak terhitung banyaknya itu telah menghalangi komunikasi melalui jalur darat. Lembah-lembah dan dataran rendah yang terpisah-pisah, baik di Yunani daratan maupun kepulauan, saling terpisah menjadi unit-unit geografis dan ekonomi yang bersifat alami.

Lembah-lembah dan dataran rendah itu pun juga menjadi pemisah kesatuan politik. Kesatuan politik di Peradaban Yunani Kuno disebut dengan polis atau negara-kota (city-state), yang wilayahnya meliputi kota itu sendiri dan daerah-daerah sekitarnya. Sebagian besar dari polis-polis itu wilayah kekuasaannya sangat sempit sekali. Peradaban Yunani Kuno, walaupun merupakan negara dan dengan daerah yang kecil, namun memiliki polis yang jumlahnya sangat banyak.

Di dalam polis-polis itu sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Satu hal yang membuat polis-polis itu senantiasa siap menghadapi musuh adalah inti atau pusat kota itu sendiri yang terkadang letaknya sangat sulit untuk dijangkau oleh penyerbu-penyerbu asing. Salah satu contoh adalah kota Acropolis di Athena. 

Secara kronologis sejarah polis-polis Peradaban Yunani Kuno itu dibagi ke dalam empat periode;

  1. Periode sampai 800 SM, adalah zaman pembentukan negara-kota. Di mana pada periode ini orang-orang Peradaban Yunani Kuno melakukan konsolidasi dan mengontrol kekuasaan mereka atas wilayah yang diperoleh dari orang-orang Aegea;
  2. Periode 800 – 600 SM, merupakan periode kolonisasi, di mana polis-polis itu mulai cukup kuat untuk megadakan program ekspansi ke luar negeri secara ambisius;
  3. Periode 600 – 400 SM, zaman kejayaan di mana Peradaban Yunani Kuno mencapai puncak keemasannya. Dalam periode ini perkembangan di berbagai bidang seperti ekonomi, politik, social dan intelektual mencapai puncak keemasannya;
  4. Periode pasca-400 SM, fase di mana Peradaban Yunani Kuno mulai kehilangan eksistensinya yang secara cepat di bidang politik.

Kemunduran yang terjadi sekitar paruh kedua abad ke-4 SM di Yunani telah menjadikan polis-polis di Peradaban Yunani Kuno kehilangan kemerdekaannya akibat ekspansi yang dilakukan oleh Alexander The Great dari Makedonia. Setelah dua abad berada di bawah pengaruh dari Makedonia, polis-polis itu jatuh ke tangan kekuasaan Kekaisaran Romawi.

Letak Geografis Dan Kondisi Alam

Peradaban Yunani Kuno terletak disekitar Laut Tengah yang sangat strategis dalam pelayaran dan perdagangan sebab mempertemukan peradaban di tiga benua, Asia, Eropa dan Afrika.  Peradaban Yunani Kuno terletak di ujung tenggara  di benua Eropa atau ujung selatan dari Semenanjung Balkan. Cakupan wilayahnya meliputi seluruh wilayah Yunani daratan, Siprus, Kepulauan Aegea serta sebagian wilayah Asia Kecil.

Di sebelah utara berbatasan dengan Yugoslavia, Bulgaria, Macedonia dan Turki. Tanahnya bergunung-gunung tidak  subur, pantainya berupa teluk-teluk yang menjorok jauh ke daratan sehingga cocok untuk pelabuhan. Di sebelah  timur berbatasan dengan Laut Aegea yang terdiri atas ratusan pulau kecil yang berhubungan dengan pantai Asia Barat  seperti Turki.  

Kepulauan ini berfungsi sebagai jembatan dan rintangan alam. Sedangkan di bagian barat berbatasan dengan Laut  Ionia dan bagian selatan dengan Laut Tengah. Iklimnya subtropis dengan musim panas yang lama dan kering.  Sedangkan musim dinginnya sejuk, singkat, dan banyak hujan.

Selain dikelilingi laut, di wilayah Yunani terdapat pegunungan kapur dengan lembah-lembah yang  terjal. Sebagian besar wilayah Yunani bergunung-gunung sehingga antar-wilayah terpisah antar-satu sama lain. Tiga puluh persen daerahnya berupa daratan rendah yang terdapat di dekat laut dan terbentuk oleh endapan lumpur sungai.  Daerah lereng pegunungan menghasilkan anggur, sedangkan di lembah-lembah yang rendah menghasilkan gandum.

Kondisi wilayah Yunani yang bergunung-gunung dengan tanah yang cenderung tidak subur menadi penghambat hubungan antara satu kelompok masyarakat dan kelompok masyarakat lainnya. Pemukiman-pemukiman yang terpisah-pisah ini lambat laun menjadi negara yang merdeka dan berdiri sendiri, atau yang lebih  populer disebut polis.

Baca Juga  Kemaritiman Kerajaan Ternate-Tidore

Awal Peradaban Yunani Kuno

Peradaban Yunani Kuno berkembang dari Peradaban Kreta (Minoa) dan Peradaban Mycenae. Peradaban Kreta atau Minoa berkembang di pulau Kreta antara tahun 3000-1450 SM. Di pulau terbesar di wilayah Yunani bagian selatan ini berkembang banyak kota dan pelabuhan dagang karena kemajuan aktifitas perdagangan, yang berdampak pada tumbuhnya peradaban dengan memiliki istana-istana yang indah dan megah.

Pulau Kreta sendiri telah dihuni oleh manusia sejak 7000 SM. Penduduknya datang dari Anatolia atau Asia Kecil, namun ada juga yang mengatakan jika penduduknya datang dari wilayah Levant, yaitu wilayah Mediterania Timur yang sekarang meliputi  Lebanon, Suriah, Yordania, Israel dan Palestina. Pada saat itu mereka telah mengenal  tulisan, yang disebut dengan tulisan Minos. Bangsa Minoa mengikuti agama yang dianut sejak zaman Neolitikum,  yaitu  politeisme. Mereka memuja banyak dewa-dewi, dengan dewi utama Potnia.

Kebudayaan Kreta (Minoa) dikembangkan atas dasar kekuatan maritim. Penduduknya menghuni desa-desa terbuka; kawasan pesisir pantai dihuni nelayan, sementara dataran Mesara yang subur dimanfaatkan  untuk pertanian. Hasil pangan di Minoa sangat bervariasi; seperti, gandum, anggur, zaitun, dan ara. Mereka juga  berternak domba, kambing dan babi, serta menggunakan keledai dan lembu sebagai alat bajak. Lebah juga  diternakkan untuk menghasilkan madu.

Kebudayaan Kreta memiliki nilai tinggi, banyak peninggalan di Minoa yang menunjukkan jika bangsa ini sangat  maju. Bangsa Minoa merupakan perintis awal dalam hal arsitektur. Kota-kota mereka dilengkapi dengan jalan-jalan  yang telah diperhalus, selokan, serta saluran  air. Mereka juga sudah mampu membuat istana sebagai pusat pemerintahan.

Peradaban Kreta mengalami titik-balik akibat bencana alam yang terjadi pada tahun 1450  SM. Peradaban ini lalu  berkembang menjadi peradaban baru yang disebut dengan Peradaban Mycenae. Bangsa Mycenae berkembang melalui  penaklukan harta dan rampasan perang. Belajar dari penaklukan terhadap bangsa-bangsa lain, orang-orang menekan  pentingnya membangun benteng pertahanan yang kuat. Dinding benteng mereka biasanya memiliki tinggi 12  sampai  15 meter yang disusun tanpa alat perekat.

Seni Mycenae dipengaruhi oleh seni bangsa Minoa. Seni Mycenae umumnya berupa tembikar, patung dan  lukisan.  Bangsa Mycenae juga  memiliki kemampuan yang tinggi dalam hal membuat barang-barang dari  perunggu,  misalnya pedang, perisai dan baju pelindung.

Peradaban Mycenae runtuh sekitar tahun 1100 SM  akibat invasi yang dilakukan oleh bangsa  Doria, salah satu suku  bangsa besar yang membentuk Peradaban Yunani Kuno. Sumber lain mengatakan kehancuran itu disebabkan  oleh  beberapa hal, diantaranya:

a) Bencana alam dalam bentuk letusan dahsyat gunung berapi;
b) Bencana kekeringan;
c) Serbuan orang laut yang bermukim dan menguasai Laut Aegea.

Setelah jatuhnya Peradaban Mycenae, tulisan menghilang, istilah Zaman Kegelapan mengacu kepada minimnya  catatan  sejarah, bukan minimnya pencapaian-pencapaian dalam bidang ilmu pengetahuan. Melainkan, tidak ada sumber-sumber tertulis yang dapat mengungkap kehidupan  pada saat itu, karena selama  Zaman Kegelapan berlangsung, kegiatan penulisan tidak menjadi perhatian penting.

Peradaban Mycenae tidak saja sekedar menggantikan Peradaban Kreta tetapi meluaskan pengaruhnya dengan berkembang ke Yunani daratan dan sekitarnya. Sekitar tahun 1600 -1100  SM. Meski periode panjang antara  peradaban Mycenae dan Peradaban Yunani Kuno tidak banyak dikenal, dan karena itu sering disebut periode kegelapan Peradaban Yunani Kuno, sulit dipungkiri bahwa pPeradaban Yunani Kuno sendiri tidak terlepas dari pengaruh dua peradaban yang berkembang sebelumnya yaitu Peradaban Kreta dan Peradaban Mycenae.

Kondisi Sosial-Politik

Kondisi sosial-politik Peradaban Yunani Kuno di bagi menjadi beberapa periode, diantaranya;

Periode Arkais (800 -500  SM)

Peradaban Yunani Kuno yang dikembangkan sejak periode Arkais itulah yang menjadi awal tumbuhnya Peradaban Yunani Kuno. Di mana periode ini dimulai pada abad ke-8 SM, ketika Yunani mulai bangkit dari Zaman Kegelapan  yang ditandai dengan runtuhnya peradaban Mycenae. Pada periode Arkais, mulai muncul benih-benih awal yang  nantinya  akan berkembang pesat pada periode Yunani Klasik. Periode ini ditandai dengan adanya negara-kota  (polis), koloni Yunani, filsafat klasik, teater dan sajak tertulis.

Peradaban baca-tulis telah musnah dan aksara Mycenae telah lama dilupakan, akan tetapi bangsa Yunani mengadopsi alfabet Punisia, memodifikasinya dan menciptakan alfabet Yunani. Sekitar abad ke-9 SM catatan tertulis mulai muncul.

Tidak ada penguasa dominan sebagaimana terjadi pada periode kemudian. Tiap suku bangsa, komunitas, atau  wilayah  membentuk kelompok-kelompok kecil yang independen. Sesuai kondisi geografisnya yang bergunung-gunung,  berbukit-bukit serta berpulau-pulau, kelompok-kelompok kecil itu hidup terpisah-pisah serta mengembangkan  peradaban mereka sendiri.  

Meningkatnya hubungan sosial dan perdagangan antar-komunitas, kemudian melahirkan kebutuhan untuk  membentuk serta mengelola kehidupan bersama yang lebih baik. Akibatnya, lahirlah organisasi pemerintahan  yang  sederhana dan pembagian kerja. Hal tersebutlah yang kelak berkembang menjadi negara-kota atau polis.

Negara-kota atau polis berkembang sekitar abad ke-7 SM. Sebuah polis dapat dihuni oleh seribu sampai puluhan  ribu warga dengan sistem pemerintahan yang jauh lebih tertata dengan orang kaya dan berpengaruh sebagai  pemegang kekuasaan disetiap polis-nya. Sejak abad  ke-6 SM, polis  merupakan kekuatan yang dominan. Masing-masing  mengembangkan polis-nya dengan  menaklukan desa-desa kecil yang ada disekitarnya. Tiap-tiap polis  memiliki  ciri  khasnya masing-masing. Seperti Sparta yang berfokus pada  pembangunan kekuatan militer dan  Athena yang berfokus pada pertanian, maritim, dan perdagangan.

Populasi yang bertambah dan kurangnya lahan nampaknya telah memicu perselisihan internal antara kaum kaya  dan  kaum miskin dibanyak polis. Di Sparta, Perang Messenia terjadi dan akibatnya Messenia ditaklukan dan penduduknya dijadikan budak. Penduduk yang diperbudak  kemudian  disebut  helot, mereka dipaksa untuk bertani dan bekerja untuk rakyat Sparta.  

Sementara itu, Lykurgos, pemimpin Sparta mewajibkan setiap pemuda untuk menjadi prajurit dan masuk kedalam  Pasukan Sparta. Hal tersebut yang menjadikan Sparta negara yang kuat secara militer. Bahkan orang-orang kaya juga  harus hidup dan berlatih sebagai prajurit seperti halnya kaum miskin. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi  potensi terjadinya konflik sosial antara kaum kaya dan miskin.

Sementara itu, Athena tumbuh menjadi polis yang makmur dan kuat secara ekonomi dengan pertanian dan perdagangan menjadi aktivitas utama. Tetapi, pada akhir abad ke-7 SM, Athena mengalami krisis tanah dan pertanian yang memicu perang saudara. Arkhon Drako sempat membuat  beberapa perubahan mendasar terhadap kode hukum Athena pada 621 SM, namun gagal meredakan konflik. Pada akhirnya, reformasi yang membuat Athena menjadi negara yang cukup stabil terjadi berkat Solon pada tahun 594 SM  yang memperbanyak tanah untuk orang miskin. Namun tetap menempatkan kaum aristokrat sebagai pemegang  kekuasaan.

Pada paruh kedua abad ke-6 SM, Athena jatuh dalam cengkraman tirani Peisistratos dan putranya Hippias dan  Hipparkhos. Akan tetapi  pada tahun 510 SM, Raja Sparta, Kleomenes I membantu rakyat Athena menggulingkan  sang tiran. Setelah itu Sparta dan Athena berulang kali saling serang, yang berujung diangkatnya Isagoras yang pro-Sparta menjadi arkhon Athena.  

Baca Juga  Perlawanan Banten Terhadap VOC (1652-1682)

Tokoh non-aristokrat, Kleisthenes tidak ingin Athena menjadi negara boneka Sparta, sehingga ia, menggalang dukungan rakyat untuk menjatuhkan Isagoras dengan komitmen bahwa setelah menjadi tiran ia akan  menetapkan  hak  dan politik yang sama bagi seluruh warga Athena tanpa memandang status. Dengan demikian Athena pun menjadi  negara-kota yang pertama di dunia yang mengenal bentuk pemerintahan yang sangat penting, yaitu demokrasi.

Periode Yunani Klasik (500 – 300 SM)

Periode Yunani Klasik ditandai dengan tiga peristiwa penting, yaitu Perang Yunani – Persia, Perang Sparta – Athena yang disebut Perang Peloponnesia, dan bangkitnya negara kota Macedonia dibawah Philippos II.

Setelah pada tahun 510 SM, Kleisthenes menciptakan bentuk pemerintahan yang disebut demokrasi, sama seperti aristokrat lainnya Kleisthenes juga ingin memperoleh lebih banyak kekuasaan. Namun karena sistem tiran tidak terlalu populer di Athena, Kleisthenes pun memutuskan untuk member i lebih banyak kuasa kepada rakyat miskin.

Pada 490 SM, Persia menyerang Athena. Orang-orang merasa bahwa Persia memiliki tentara yang hebat. Beberapa orang berpendapat bahwa Athena harus kembali menerapkan sistem pemeritahan lamanya yang dipimpin oleh seorang aristokrat jika demokrasi tak bekerja dengan baik. Mereka mengatakan bahwa demokrasi membuat pengambilan keputusan berjalan lambat. Rakyat Athena mengira jika mereka akan kalah menghadapi Persia. Namun pasukan Athena memiliki dinding perisai yang lebih unggul dari pada pasukan Persia. Akhirnya pasukan Athena pun menang.

Pada 480 SM, Xerxes I memimpin Persia menyerang Athena kembali. Sadar akan kekuatan Persia, dua negara kota yang semula bersaing, Sparta dan Athena membangun sebuah persekutuan. Gabungan kekuatan Sparta-Athena, dengan Athena mengerahkan kekuatan maritimnya dan Sparta kekuatan infantrinya membuat Persia takluk dalam Pertempuran Plataia ini.

Athena berhasil meyakinkan kota-kota Yunani lainnya untuk mempertahankan angkatan laut yang kuat untuk berjaga-jaga seandainya Persia menyerang kembali, kecuali Sparta yang menolak. Athena lalu menyatakan bahwa, jika mereka tak sanggup mengirimkan kapal atau tentara, maka mereka boleh menggantinya dengan mengirimkan uang kepada Athena sehingga Athena dapat membuat kapal. Karena hal tersebut, Athena pun memperoleh banyak uang.

Akan tetapi, Persia tidak menyerang lagi dalam waktu yang lama sehingga sejumlah kota ingin berhenti mengirimkan uang kepada Athena. Tetapi Athena memanfaatkan angkatan lautnya untuk memaksa kota-kota itu untuk terus mengirimkan uang kepada Athena. Athena juga menggunakan uang yang mereka peroleh untuk membangun kota mereka, sehingga rakyat Athena tak harus lagi membayar pajak.

Tindakan Athena membuat kota lainnya di Yunani marah, sehingga mereka meminta Sparta untuk menghentikan Athena. Disinilah Perang Peloponnesia dimulai. Perang ini terjadi sejak 431 SM hingga 404 SM. Pada akhirnya, dengan bantuan Persia, Sparta berhasil menang dan mengalahkan Athena. Meskipun demikian, kehancuran akibat perang ini menimpa seluruh Yunani sekaligus mengakhiri periode Yunani Klasik.

Pada abad ke-3, Yunani berada dibawah kekuasaan Sparta. Namun, Sparta memiliki banyak kelemahan sehingga kekuasaannya di Yunani tidak bertahan lama. Negara-negara kota taklukan Sparta tidak rela terus berada dibawah kekuasaannya. Athena, Argos, Thebe dan Korinthos bersama-sama memerangi Sparta dalam Perang Korinthos yang berlangsung sejak tahun 395 SM hingga tahun 387 SM. Tetapi, perang ini berakhir begitu saja.

Sparta mengalami kekalahan ketika melawan negara kota Thebe dalam Pertempuran Leuktra pada tahun 371 SM. Pada saat yang bersamaan, negara kota Macedonia tumbuh dan berkembang pesat dibawah Philippos II. Macedonia mengalahkan tentara gabungan Athena-Thebe dalam Pertempuran Khaironeia pada tahun 338 SM. Philippos II pun memaksa negara-kota Yunani untuk bergabung dengan Liga Korinthos dan bersekutu dengannya, serta mencegah mereka saling menyerang.

Philippos II terbunuh saat menyerang Kekaisaran Achaemenid di Persia. Putranya yang bernama Alexander Agung pun melanjutkan perang dan berhasil menghancurkan Kekaisaran Achaemenid sepenuhnya.

Ketika Alexander wafat pada tahun 323 SM, kekuasaan dan pengaruh Yunani berada pada puncaknya. Terjadi perubahan politik, sosial, dan budaya yang mendasar. Yunani semakin menjauh dari negara kota dan lebih berkembang menjadi Kebudayaan Hellenistik.

Periode Yunani Hellenistik (323 – 146 SM)

Selama periode Hellenistik, peran Peradaban Yunani Kuno tidak terlampau berkembang karena Alexander Agung melakukan percampuran atau perpaduan budaya, terutama antara budaya Yunani (Hellas), Mesir dan Persia. Hasil percampuran ini menghasilkan apa yang disebut Kebudayaan Hellenistik. Tujuan dari perpaduan itu adalah untuk menjaga kesetiaan serta memperkuat persatuan antara Yunani dan wilayah-wilayah yang didudukinya.

Alexander wafat pada tahun 323 SM tanpa meninggalkan anak laki-laki dewasa, sehingga kerajaannya dibagi-bagi oleh para jendralnya menjadi banyak kerajaan yang lebih kecil. Ada tiga wilayah utama hasil dari pembagian ini, yaitu Mesir yang dipimpin oleh Ptolemaios, Seleukia yang terdiri atas Israel, Suriah, Irak, Iran, dan Afganistan modern yang dipimpin oleh Seleukos, Anatolia-Thrakia yang dipimpin oleh Lysimakhos, dan Yunani-Macedonia yang dipimpin oleh Kassandros.

Periode Hellenistik berakhir setelah Yunani ditaklukan oleh Republik Romawi pada tahun 146 SM. Pada masa kekuasaan Romawi, bangsa Romawi tidak memutuskan kesinambungan sistem sosial kemasyarakatan dan budaya Yunani. Kebijakan ini tetap tidak berubah hingga munculnya agama Kristen yang menandai runtuhnya kemerdekaan politik Yunani.

Sistem Pemerintahan

Orang-orang Peradaban Yunani Kuno memiliki banyak bentuk pemerintahan, karena ada banyak negara kota di Peradaban Yunani Kuno, dan masing-masing memiliki sistem pemerintahan tersendiri. Selain itu, gagasan tentang pemerintahan yang baik juga terus berubah seiring waktu.

Sebagian besar kota di Peradaban Yunani Kuno pada awalnya menerapkan monarki, kemudain berganti oligarki, tirani dan demokrasi secara berturut-turut. Namun, pada tiap periode ada beberapa negara kota yang menggunakan sistem yang berbeda-beda pula, bahkan ada beberapa yang tidak pernah menerapkan tirani atau demokrasi sama sekali.

Pada periode Mikenai, semua negara-kota Yunani menerapkan monarki yang dipimpin oleh seorang raja. Setelah Zaman Kegelapan berakhir, hanya sedikit negara-kota Yunani yang masih memiliki raja. Salah satunya adalah Sparta, yang tidak hanya mempertahankan jabatan raja, namun juga memiliki dua raja yang berkuasa bersama-sama. Sebagian besar negara kota pada periode Arkais menerapkan sistem oligarki, yang mana pemerintahan dipimpin oleh para aristokrat. Kemudian, sekitar abad ke-5 SM banyak negara kota yang dipimpin oleh tiran.

Orang Athena memiliki dan menerapkan paham kebebasan didalam mengembangkan kemampuan di bidang filsafat, seni pahat dan juga seni teater. Dalam pemerintahan Athena ini sistem pemerintahannya dikelola oleh seorang negarawan yang bernama Solon. Solon kemudian membuat undang undang sebagai undang undang pengganti dari Draconia karena memang Draconia ini mendapatkan pertentangan dari golongan kelas bawah karena dianggap merugikan bagi kalangan mereka.

Negara kota Athena juga menciptakan pemerintahan demokrasi pertama yang membuat kekuasaan tertinggi pada saat itu berada ditangan para dewan eksekutif. Para dewan eksekutif ini juga dikenal dengan sebutan Archon. Para Archon terdiri atas sembilan orang yang dianggap sebagai orang yang mewakili rakyat. Dalam menjalankan tugasnya Archon diawasi dengan ketat oleh dewan pengawas yang dikenal dengan sebutan Aeropagos. Aeropagos juga mendapatkan wewenang sebagai ketua pengadilan.

Baca Juga  Revolusi Rusia 1917

Dengan cepat negara-negara kota Yunani lainnya meniru Athena. Bahkan negara kota yang bukan Yunani, seperti Romawi mencoba-coba sistem ini dengan cara memberikan kekuasaan kepada setiap orang miskin. Namun, demokrasi Athena tidak benar-benar memberi kekuasaan pada setiap orang. Sebagian besar orang Athena tetap tak dapat memilih, terutama perempuan, budak, anak-anak, dan orang asing. Rakyat dari negara kota yang dikuasai Athena juga tidak dapat memilih.

Selain itu juga dimunculkan ide dalam sistem pemerintahan yang dikenal dengan sistem ostracisme. Sistem ini memuat hak dari setiap warga Peradaban Yunani Kuno untuk melakukan penggantian dari penguasa yang dianggap menjalankan kekukasaan mereka dengan hal yang berlebihan. Kemudian penguasa ini akan diasingkan.

Setelah Yunani ditaklukan oleh raja Philippos dari Macedonia, Yunani pun mengalami pemerintahan monarki. Secara resmi, Philippos sebenarnya hanya memimpin sebuah persekutuan negara-negara kota Yunani, sehingga negara kota di Yunani masih dapat menjalankan demokrasi dan oligarki-nya masing-masing menyangkut urusan dalam kota dengan persetujuan raja Macedonia.

Sistem pemerintahan yang ada di Yunani Kuno dengan beberapa konsep yang ada ini telah melahirkan munculnya para pemikir diberbagai bidang filsafat, hukum, tatanegara bahkan dibidang ilmu praktis seperti matematika. Hal ini dikarenakan terjaminnya hak dari setiap warga negara untuk mengeluarkan pendapatnya masing-masing. Dan inilah yang kemudian membuat sistem pemerintahan peradaban Yunani Kuno menjadi inspirasi akan bercokolnya sistem pemerintahan demokrasi yang banyak diterapkan diberbagai negara didunia saat ini.

Sistem Kepercayaan

Sistem kepercayaan bangsa Yunani Kuno adalah politeisme. Mereka percaya pada kekuasaan para dewa, menyembah para dewa yang digambarkan sebagai manusia biasa tetapi lebih sempurna. Dewa tertinggi yaitu Zeus, dipercaya tinggal dipuncak Gunung Olimpus. Zeus dianggap dewa langit dan bumi serta bapak semua manusia. Permaisurinya bernama Hera yang merupakan dewi perkawinan.

Zeus juga didampingi oleh beberapa dewa-dewi penting lainnya seperti Apollo yang merupakan dewa penguasa matahari atau dewa penguasa ilmu pengetahuan dan pelindung kesenian yang tinggal di bukit Hellikon. Poseidon yaitu dewa penguasa laut, Hermes dewa perdagangan, Pallas Athena dewi kebijaksanaan dan filsafat, Aphrodite merupakan dewi kecantikan dan dewi cinta. Sedangkan Hades, dewa kematian yang tinggal didunia bawah, ia dijaga oleh anjingnya yang bernama Kerberos.

Selain itu, bangsa Yunani Kuno juga percaya adanya manusia setengah dewa dan juga ramalan Delphi. Delphi adalah nama sebuah kota tempat tinggal sejumlah dewa. Jika bangsa Yunani akan melakukan sesuatu yang besar, mereka datang ke Delphi terlebih dahulu untuk memperoleh ramalan. Bangsa Yunani Kuno juga mengenal upacara pengurbanan untuk menyenangkan para dewa. Kegiatan persembahan yang mereka lakukan untuk Dewa Zeus adalah pesta olahraga yang diselenggarakan di kaki Gunung Olimpus setiap empat tahun sekali. Pesta olahraga ini juga bertujuan untuk mempersatukan polis-polis.

Perkembangan Kebudayaan

peradaban yunani kuno

Seni pahat dan bangunan menjadi salah satu kebanggaan Yunani masa lalu dan sekarang. Peninggalan-peninggalanya dibangun dengan gaya arsitektur yang tinggi juga kokoh, misalnya Acropolis yang dibangun pada masa peradaban Mycenae, Epidaurus (gedung kesenian) Kuil Pathenon (Kuil Dewi Athena), Kuil Erectheum.

Bangsa Yunani Kuno juga menghasilkan banyak karya tulis. Karya tulis ini secara tradisional terbagi menjadi beberapa jenis;

a. Epos, adalah puisi panjang yang menceritakan kisah kepahlawanan. Sekitar 700 SM sastrawan terkenal dari Yunani yang bernama Homerus menulis dua epos yang saling terkait, Illiad dan Odysseia yang berkaitan erat dengan kejadian sejarah yang disebut Perang Troya. Bagi bangsa Yunani, kisah Illiad dan Odysseia ini menjadi salah satu kebanggaan dan alat pemersatu bangsa Yunani;
b. Puisi, dua contoh puisi Yunani awal adalah Theogonia dan Ergakai Hemeria karya Hesiodos yang dibuat sekitar 700 SM;
c. Sandiwara, terbagi menjadi tragedi (kisah sedih) dan komedi (kisah lucu). Tragedi tertua ditulis oleh Aiskhylos sekitar 500 SM;
d. Sejarah, dua sejarawan besar yang karyanya masih ada hingga saat ini adalah Herodotus dan Thukydides. Sekitar 450 SM, Herodotus menulis sejarah Perang Persia. Sedangkan Thukydides menulis sejarah Perang Peloponnesos sekitar 400 SM;
e. Dialog dan risalah filsafat, filsafat tertulis pertama kali oleh Plato sekitar 380 SM dalam bentuk dialog. Yang kemudian Plato dan Aristoteles, muridnya menulis buku filsafat reguler yang berisi prosa bukan dialog;
f. Pidato politik dan hukum, pidato pertama yang kini masih ada dibuat sekitar 300-an SM. Tiga penulis pidato yang paling terkenal antar lain Lysias, Isokrates, dan Demosthenes.

Perkembangan Filsafat Peradaban Yunani Kuno

Tokoh-tokoh filsuf (ahli filsafat) asal Yunani yang dikenal hingga sekarang di antaranya:

(a) Thales, adalah Bapak Pengetahuan Yunani yang mengambil pelajaran astronomi dari Mesir dan Persia.
(b) Socrates, ahli etika dan kesusilaan.
(c) Plato, ahli bidang tata negara dan hukum.
(d) Pithagoras, ahli matematika dan ilmu ukur.
(e) Hippocrates, ahli kedokteran.
(f) Heraclitus, ahli ilmu pengetahuan alam.

Pada masa kekuasaan Iskandar Zulkarnaen dari Macedonia, kebudayaan campuran antara Asia dan Eropa atau kebudayaan Hellenisme berkembang dengan cepat dan sangat maju bila dibandingkan dengan kebudayaan asalnya. Kota Iskandariyah merupakan pusat kebudayaan yang dibuat oleh Iskandar Zulkarnaen mengasilkan ahli filsafat yang termasyhur yaitu Erastothenes dan Aristarchus, keduanya merupakan ahli dalam bidang astronomi dan geografi.

Daftar Bacaan

  • Antonaccio, Carla M. 2007. “Colonization: Greece on the Move 900–480”. In Shapiro, H.A. (ed.). The Cambridge Companion to Archaic Greece. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Asheri, David; Lloyd, Alan; Corcella, Aldo. 2007. A Commentary on Herodotus, Books 1–4. Oxford: Oxford University Press.
  • Boardman, John; Hammond, N.G.L. 1982. “Preface”. In Boardman, John; Hammond, N.G.L (eds.). The Cambridge Ancient History – Volume 3, part 3. Vol. III (2 ed.). Cambridge: Cambridge University Press.
  • Bowersock, G.W. 1985. “The literature of the Empire”. In Easterling, P.E.; Knox, Bernard M.W. (eds.). The Cambridge History of Classical Literature. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Bulloch, A.W. 1985. “Hellenistic Poetry”. In Easterling, P.E.; Knox, Bernard M.W. (eds.). The Cambridge History of Classical Literature. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Cameron, Alan. 2004. Greek Mythography in the Roman World. Oxford: Oxford University Press.
  • Hammond, N.G.L. 1982. “The Peloponnese”. In Boardman, John; Hammond, N.G.L (eds.). The Cambridge Ancient History. Vol. III.iii (2 ed.). Cambridge: Cambridge University Press.
  • Handley, E.W. 1985. “Comedy”. In Easterling, P.E.; Knox, Bernard M.W. (eds.). The Cambridge History of Classical Literature. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Hornblower, Simon. 2011. The Greek World: 479–323 BC (4 ed.). Abingdon: Routledge.
  • Kirk, G.S. 1985. “Homer”. In Easterling, P.E.; Knox, Bernard M.W. (eds.). The Cambridge History of Classical Literature. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Marincola, John. 2001. Greek Historians. Oxford: Oxford University Press.
  • Martin, Thomas R. 2013. Ancient Greece: From Prehistoric to Hellenistic Times (2 ed.). New Haven: Yale University Press.
  • Shapiro, H.A. 2007. “Introduction”. In Shapiro, H.A. (ed.). The Cambridge Companion to Archaic Greece. Cambridge: Cambridge University Press.

Beri Dukungan

Beri dukungan untuk website ini karena segala bentuk dukungan akan sangat berharga buat website ini untuk semakin berkembang. Bagi Anda yang ingin memberikan dukungan dapat mengklik salah satu logo di bawah ini:

error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca