Perang Candu
Perang Candu – Perang Candu di Cina terjadi sebanyak dua kali, yakni pada tahun1840-1842 dan 1856-1860. Perang Candu terjadi akibat dari upaya imperialisme bangsa Barat terhadap dataran Cina. Cina sebagai peradaban dengan keberlimpahan sumber daya manusia dan sumber daya alam telah ikut serta dalam aktivitas perdagangan internasional. Baik aktivitas perdagangan melalui jalur darat dan jalur laut. Aktivitas perdagangan itu telah membawa banyak barang-barang yang berasal dari Cina masuk ke berbagai wilayah di Eropa. Tingginya permintaan atas barang-barang Cina ke Eropa seperti porselen, sutra, rempah-rempah dan teh, sehingga akhirnya menguras cadangan devisa Barat terutama sejak abad ke-16 ketika bangsa Barat mulai melakukan penjelajahannya ke Dunia Timur.
Ketika bangsa Barat telah bersentuhan dengan bangsa Cina, sejak saat itulah mulai ada keinginan bangsa Barat untuk menguasai Cina. Mulai masuknya keterlibatan bangsa Barat terhadap kehidupan bangsa Cina ketika para pedagang Inggris mulai melakukan penyelundupan candu sejak awal abad ke-18. Penyelundupan candu inilah yang nantinya menyebabkan bangsa Cina dan bangsa Barat terlibat konflik yang memuncak pada periode Perang Candu yang terjadi sepanjang tahun 1840-1860. Yang mana terbagi menjadi dua fase; Perang Candu I (1840-1842) dan Perang Candu II (1856-1860). Di bawah ini akan dijelaskan tentang Perang Candu yang menjadi pintu gerbang masuknya intervensi Barat terhadap Cina.
Latar Belakang Terjadinya Perang Candu
Bangsa Cina sendiri sebenarnya telah mengenal candu sekitar abad ke-15, namun kekaisaran melarang penghisapan candu sejak tahun 1729, karena kekaisaran menyadari efek buruk dari candu itu. Perdagangan candu di Cina telah dipelopori oleh India di bawah Kemaharajaan Mughal (1556-1605) di mana perdagangan illegal melalui Cina Selatan ini mendatangkan keuntungan yang luar biasa; dan Inggris yang kemudian menancapkan kekuasaannya di India melihat sebagai peluang emas untuk memperbesar cadangan devisanya.
Ekspor candu dari India yang dilakukan oleh Inggris telah meningkat pesat, hal ini terlihat dari jumlahnya yang 15 ton pada tahun 1730 menjadi 75 ton pada tahun 1773. Candu mulai diselundupkan melalui laut dalam ribuan peti, yang masing-masing peti dapat memuat sekitar 64 kg. Masuknya candu ke Cina secara illegal ini telah melemahkan bangsa Cina. Jumlah pecandu semakin meningkat di kalangan rakyat, dan selain itu adanya seorang pangeran yang menjadi pecandu telah membuat Kaisar Daoguang akan bahaya candu. Sehingga pada tahun 1799, kekaisaran menegaskan kembali pelarangan impor candu ini, dan pada tahun 1810 dikeluarkan titah kaisar yang melarang masuknya candu ke Cina terutama Provinsi Guangdong dan Fujian yang merupakan pintu gerbang masuknya candu di Cina.
Akan tetapi, titah yang dikeluarkan oleh Kaisar Daoguang tidak memberikan dampak yang signifikan. Letak pusat pemerintahan yang terlampau jauh di utara tidak sanggup mengendalikan para pedagang dan pejabat korup yang menyelundupkan candu lewat Cina bagian selatan. Kurangnya tindakan pemerintah ini mengakibatkan pada peningkatan jumlah candu yang diimpor sehingga rakyat semakin menderita, dan jumlah pecandu yang telah mencapai tingkatan yang sangat memprihatinkan. Penyelundupan candu memasuki tahun 1820-an telah meningkat secara drastis ke angka 900 ton pertahun.
Perang Candu I
Sebagai upaya untuk mengatasi kondisi ini, kekaisaran pada tahun 1838 memerintahkan untuk menjatuhi hukuman mati bagi para penyelundup candu lokal, di mana penyelundupan candu pada tahun 1838 telah meningkat lagi mencapai angka 1.400 ton. Pada bulan Maret 1839 Lin Zexu diangkat oleh kaisar sebagai pejabat yang ditugasi untuk mengatasi penyelundupan candu di Kanton. Lin Zexu meminta pihak Inggris agar menyerahkan candu yang ada di tempat tersebut. Ketika Charles Elliot, kepala perdagangan Inggris menolak tuntutan itu, Lin Zexu mengepung gudang tempat penyimpanan candu di mana terdapat 300 pekerja di sana. Setelah pengepungan selama empat puluh hari, Inggris menyerah dan candu sebanyak 22.291 peti atau sekitar 1500 ton dibuang ke laut.
Setelah itu, Lin Zexu juga memaksa pihak Inggris agar menandatangani perjanjian untuk tidak melakukan penyelundupan candu. Selanjutnya pada bulan Mei 1839 semua pejabat EIC (East India Company) dipaksa untuk meninggalkan Kanton. Kejadian ini telah menyebabkan Inggris menjadi berang, sehingga Inggris pada bulan November 1839 mengirimkan kapal-kapalnya dari India dan menembaki kapal perang Cina tanpa pernyataan perang terlebih dahulu.
Kemudian, kapal-kapal Inggris mulai menggempur pantai tenggara Cina, dengan keunggulan di bidang persenjataan, dengan mudah Inggris menguasai kota-kota pelabuhan seperti Hongkong, Kanton, Xiamen, Ningbo, Fuzhou dan Shanghai. Pada bulan Agustus 1842, dengan berkekuatan 80 kapal perang, Inggris menuju kota Nanjing. Di dalam pertempuran di Nanjing, Kaisar Daoguang menyerah kepada pihak Inggris. Pemerintah kekaisaran Cina dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Nanjing, diantaranya;
- Cina dipaksa untuk menyewakan Hongkong kepada Inggris;
- Pelabuhan-pelabuhan Kanton, Xiamen, Ningbo, Fuzhou dan Shanghai harus dibuka bagi perdagangan dengan pihak Inggris;
- Cina harus membayar pampasan perang sebesar 21.000.000 mata uang perak.
- Memberikan hak istimewa bagi Inggris serta membuka daerah khusus (ekstrateritorial) sebagai tempat tinggal orang Inggris;
- Hubungan antara pejabat-pejabat Cina dan Inggris yang memiliki tingkatan sama harus disadari oleh asas sama rata;
- Inggris berhak mengangkat konsul di tiap-tiap kota pelabuhan yang dibuka bagi aktivitas perdagangan dengan Inggris.
Setelah penandatanganan Perjanjian Nanjing, Amerika Serikat juga menuntut hak yang sama dengan Inggris. Oleh karena itu, dikirimlah Caleb Cushing untuk merundingkan permasalahan ini kepada pemerintah Cina. Misi Cushing ini berhasil menyepakati perjanjian bilateral antara Cina dan Amerika Serikat pada tahun 1844, di mana seluruh hak istimewa bagi Inggris juga berlaku bagi Amerika Serikat.

Di dalam perjanjian bilateral ini, Amerika Serikat juga diizinkan untuk mengangkat sendiri hakim-hakimnya di masing-masing daerah ekstrateritorial di mana hakim-hakim Cina tidak memiliki wewenang untuk mengadili warga Amerika Serikat yang melakukan pelanggaran hukum dan harus menyerahkannya pada pengadilan konsulat Amerika Serikat. Selain Amerika Serikat, Prancis juga menuntut hak yang sama, namun kali ini Prancis diperbolehkan untuk menyebarkan agama Katolik di Cina dan mengembalikan hak milik gereja yang telah disita seratus tahun sebelumnya oleh pemerintah Cina.
Dengan adanya perjanjian Nanjing tahun 1842 dan beberapa perjanjian dengan bangsa Barat telah menyebabkan pengaruh-pengaruh Barat mulai menyebar di Cina dan pada gilirannya akan melakukan serangkaian intervensi terhadap pemerintah Cina di mana Dinasti Qing yang masih berkuasa tidak dapat berbuat apa-apa.
Perang Candu II
Perang Candu II terjadi oleh akibat adanya keinginan bangsa Barat, terutama Inggris untuk menerapkan praktik imperialismenya di Cina. Inggris berambisi untuk semaik dalam menanamkan pengaruhnya di Cina dengan memaksa Dinasti Qing memperbarui perjanjian Nanjing.
Pada tahun 1854 Inggris menuntut agar seluruh Cina dijadikan wilayah terbuka bagi para pedagang Inggris, perdagangan candu dilegalkan, mengizinkan duta besar Inggris ditempatkan di Beijing, dan berbagai hal yang isinya sangat merugikan Cina. Tuntutan itu juga dikeluarkan oleh Prancis dan Amerika Serikat. Namun, pemerintah Dinasti Qing menolak tuntutan itu sehingga hubungan Cina dengan bangsa Barat kembali tegang.
Pada tanggal 8 Oktober 1856 seorang pejabat Dinasti Qing menghentikan kapal yang bernama Arrow, kapal Cina yang telah diregistrasi di Hongkong. Kapal itu sebenarnya adalah milik orang Cina yang berada di Hongkong. Sudah menjadi suatu kebiasaan bahwa kapal-kapal Cina yang hendak menyelundupkan suatu barang, maka terlebih dahulu harus meregistrasikan di Hongkong, sehingga seolah-olah berlayar di bawah bendera Inggris sehingga terbebas dari hukum Cina.
Kapal Arrow yang berlabuh di Kanton dihentikan oleh empat pejabat Dinasti Qing beserta dengan enam puluh pasukan bersenjata. Kapten kapal itu kemudian mendatangi konsulat Inggris dan melaporkan penahanan itu. Konsul Inggris, Harry Parkes, kemudian mendatangi pejabat Cina yang melakukan penahanan itu, dua belas orang awak kapal tetap ditahan karena disangka melakukan tindak criminal penyelundupan serta pembajakan. Pihak Inggris bersikeras bahwa kapal tersebut telah diregistrasi di Hongkong, sehingga yang berlaku adalah hukum khusus dan meminta agar kapal beserta awaknya dibebaskan.
Oleh karena awak kapal itu tidak dibebaskan, Harry Parkes menyurati Gubernur Ye Mingchen. Harry Parkes melakukan tuduhan yang dibuat-buat bahwa para pejabat di Kanton telah menghina bendera Inggris dan Cina telah melanggar perjanjian ekstrateritorial dengan Inggris. Harry Parkes juga menyurati Sir John Bowring dan Sir Michael Seymour di Hongkong agar Inggris meminta maaf pada pemerintah Cina atas kejadian itu.
Gubernur Ye Mingchen menyatakan bahwa penangkapan itu adalah sebuah kesalahpahaman belaka dan menyatakan tidak ada keinginan dari Cina untuk menghina bendera Inggris. Gubernur Ye Mingchen menawarkan untuk menyerahkan orang-orang yang ditahan itu pada pihak Inggris pada tanggal 12 Oktober 1856. Ye Mingchen juga menyatakan bahwa hukum ekstrateritorial hanya berlaku bagi kapal Inggris, sedangkan Arrow adalah kapal Cina. Ye Mingchen menyatakan bahwa Arrow berlayar di atas perairan Cina dan tidak ada penyalahgunaan perjanjian apapun dalam insiden itu.
Inggris yang menolak penjelasan dari Gubernur Ye Mingchen tetap bersikeras bahwa kapal Arrow adalah kapal Inggris dan warga negara manapun yang berada di atas kapal Inggris berada di bawah naungan hukum Inggris. Insiden ini tetap berlarut hingga pada 21 Oktober 1856 Inggris kembali meminta Cina untuk menyatakan permintaan maaf kepada Inggris. Pada tanggal 22 Oktober 1856 Ye Mingchen menyerahkan seluruh tahanan kepada pihak Inggris dan menyatakan bahwa insiden 8 Oktober 1856 tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh Cina dan Cina tidak perlu meminta maaf.
Karena Cina menolak meminta maaf kepada Inggris, Inggris segara mengerahkan angkatan perangnya pada tahun 1857 untuk menggempur Kanton. Melihat hal ini, Prancis yang juga berkepentingan menanamkan pengaruhnya di Cina turut bergabung dengan pasukan Inggris dengan alasan pemicunya adalah pembunuhan terhadap misionaris Prancis bernama August Chapdelaine. Inggris dan Prancis yang bergabung kemudian melakukan penyerangan terhadap Kanton dan berhasil ditaklukan sehingga kini koalisi itu menuju ke Beijing.
Kaisar Xianfeng yang ketakutan akan kedatangan pasukan koalisi ini melarikan diri ke Jehol. Peperangan baru berakhir setelah Cina menandatangani Perjanjian Tianjin pada bulan Juni 1858 yang berisikan antara lain;
- Inggris, Prancis, Amerika Serikat dan Russia diizinkan membuka kedutaannya di Beijing;
- Sepuluh pelabuhan dibuka bagi bangsa Barat, yang mana jumlah sebelumnya ditambah dengan Niuzhuang, Danshui, Hankou dan Nanjing;
- Mengizinkan kunjungan orang asing ke pedalaman Cina baik untuk berdagang maupun untuk kegiatan misionaris;
- Cina harus membayar pampasan perang sebesar 4.000.000 mata uang perak pada Inggris dan 2.000.000 pada Prancis;
- Cina tidak boleh menyebut bangsa Barat dengan sebutan yi (barbar).
Walaupun perjanjian Tianjin telah ditandatangani, Dinasti Qing tetap belum mengizinkan pendirian kedutaan bangsa Barat di Beijing. Oleh Karena itu, pada tahun 1860 kekuatan gabungan Inggris-Prancis menyerang dan menaklukan Beijing pada tanggal 6 Oktober 1860.
Kaisar Xianfeng kembali melarikan diri ke Chengde, dan memerintahkan Pangeran Gong untuk melakukan negosiasi dengan bangsa Barat. Ketika berhasil menguasai istana, bangsa Barat membakar dan menjarah kota. Pangeran Gong lalu menyampaikan bahwa Dinasti Qing bersedia untuk menjalankan seluruh isi perjanjian Tianjin dalam wujud Konvensi Beijing yang disepakati pada tanggal 18 Oktober 1860. Isi Konvensi Beijing yaitu;
- Cina kembali mengakui perjanjian Tianjin;
- Menjadikan Tianjin sebagai pelabuhan terbuka;
- Pampasan perang kepada Inggris dan Prancis menjadi 8.000.000 mata uang perak;
- Perdagangan candu dilegalkan di Cina.
Dengan diberlakukannya Konvensi Beijing ini, maka bangsa Barat telah berhasil menanamkan pengaruh dan kekuasaannya di Cina bahkan sampai wilayah pedalaman. Di sisi lain, pelegalan perdagangan candu akan menyebabkan bangsa Cina mengalami masa keterpurukan yang amat sangat. Bagaimana tidak, akibat candu bangsa Cina sebagai bangsa yang memiliki warisan kebudayaan yang demikian tingginya harus takluk dan tunduk oleh praktik kolonialisme dan imperialism bangsa Barat. Meskipun, Dinasti Qing masih berkuasa, seolah-olah pemerintah itu tidak mampu berbuat apa-apa. Sebab bangsa Barat telah berhasil menguasai perekonomian Cina dan terutama menghancurkan masa depan pemuda-pemuda Cina melalui siasat candu.
Daftar Bacaan
- Fay, Peter Ward. 1975. The Opium War, 1840–1842: Barbarians in the Celestial Empire in the Early Part of the Nineteenth Century and the War by Which They Forced Her Gates Ajar. University of North Carolina Press.
- Wakeman, Frederic E. 1966. Strangers at the Gate: Social Disorder in South China, 1839–1861. Berkeley: University of California Press.