Platipus (Ornithorhynchus anatinus): Mamalia Bertelur Yang Unik

Bersama dengan empat spesies nokdiak lainnya, platipus adalah salah satu dari lima spesies monotremata yang masih ada, yaitu mamalia yang bertelur dan bukan melahirkan anak. Seperti mamalia monotremata lainnya, platipus merasakan keberadaan mangsa melalui elektrolokasi. Platipus adalah salah satu dari sedikit spesies mamalia berbisa, di mana platipus jantan memiliki taji di belakang kakinya yang mampu menghantarkan bisa. Bisa platipus ini dapat menyebabkan rasa sakit yang parah pada manusia.

Penampilan yang tidak biasa dari mamalia bertelur ini, yang memiliki paruh seperti bebek, ekor seperti biwara, dan kaki seperti berang-berang ini membingungkan para naturalis Eropa ketika pertama kali menemukannya, dan para ilmuwan pertama yang memeriksa tubuh platipus yang diawetkan (pada tahun 1799) menilai bahwa spesies ini adalah spesies palsu, dan mengatakannya terbuat dari beberapa hewan yang dijahit menjadi satu.

Beberapa bagian unik platipus menjadikannya subjek penting dalam studi biologi, dan sebagai simbol ikonik Australia yang mudah dikenali. Platipus secara budaya bermakna signifikan bagi beberapa suku Aborigin Australia, yang dulunya juga kerap berburu hewan ini untuk dimakan. Hingga awal abad ke-20, manusia memburu platipus untuk diambil kulitnya, tetapi sekarang platipus dilindungi di seluruh wilayah persebarannya. Meskipun program penangkaran hanya memiliki keberhasilan yang terbatas, dan platipus rentan terhadap efek polusi, namun ia tidak berada di bawah ancaman langsung dari adanya polusi dan perubahan iklim.

Taksonomi Dan Klasifikasi

Klasifikasi Ilmiah

Platipus, yang dalam bahasa ilmiah disebut Ornithorhynchus anatinus, adalah salah satu dari sedikit anggota keluarga monotremata yang masih ada. Keluarga monotremata adalah kelompok mamalia yang unik karena mereka bertelur, bukan melahirkan anak seperti kebanyakan mamalia lainnya. Klasifikasi ilmiah platipus adalah sebagai berikut:

  • Kingdom: Animalia
  • Phylum: Chordata
  • Class: Mammalia
  • Order: Monotremata
  • Family: Ornithorhynchidae
  • Genus: Ornithorhynchus
  • Species: O. anatinus

Monotremata hanya terdiri dari dua keluarga utama: Ornithorhynchidae (yang hanya terdiri dari platipus) dan Tachyglossidae (yang terdiri dari echidna). Platipus adalah satu-satunya spesies yang masih ada dalam genus Ornithorhynchus, membuat mereka sangat unik dalam pohon kehidupan mamalia.

Asal Usul Nama Platipus

Nama “platipus” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “platys” yang berarti datar dan “pous” yang berarti kaki. Ini merujuk pada kaki mereka yang lebar dan datar, yang membantu mereka dalam berenang. Nama ilmiah mereka, Ornithorhynchus anatinus, juga berasal dari bahasa Yunani dan Latin. “Ornithorhynchus” berasal dari kata “ornithos” yang berarti burung dan “rhynchos” yang berarti paruh, mengacu pada paruh mirip bebek mereka. Sementara “anatinus” berasal dari bahasa Latin yang berarti “seperti bebek”, sekali lagi merujuk pada paruh mereka yang unik.

Klasifikasi ini tidak hanya membantu kita memahami posisi platipus dalam kerajaan hewan tetapi juga menunjukkan betapa uniknya mereka di antara mamalia. Platipus memiliki ciri-ciri yang menggabungkan sifat-sifat dari berbagai kelompok hewan, membuat mereka menjadi subjek yang menarik dalam studi evolusi dan biologi. Monotremata, sebagai kelompok, memberikan wawasan penting tentang bagaimana mamalia pertama mungkin telah berevolusi dari nenek moyang mereka yang bertelur.

Dalam konteks evolusi, platipus dianggap sebagai salah satu contoh paling awal dari divergensi mamalia. Mereka memiliki banyak karakteristik primitif yang tidak ditemukan pada mamalia lain, seperti bertelur dan memiliki kelenjar susu tanpa puting. Hal ini membuat mereka menjadi spesies yang sangat penting untuk dipelajari, baik dalam konteks evolusi maupun dalam memahami adaptasi unik yang memungkinkan mereka bertahan di lingkungan spesifik mereka.

Sejarah Evolusi Platipus

Pada awalnya orang-orang tidak mengetahui banyak tentang platipus dan beberapa spesies dari monotremata lainnya. Beberapa mitos tentang mereka yang muncul pada tahun 1800-an, seperti gagasan bahwa monotreme adalah sebagian reptil atau reptil “inferior”, masih ada hingga hari ini. Pada tahun 1947, William King Gregory berpikir bahwa mamalia plasenta dan marsupial mungkin berpisah lebih awal, dan bahwa marsupial dan monotremata berbeda setelah percabangan pertama pohon mamalia. Namun, penelitian lebih lanjut dan penemuan fosil menunjukkan bahwa teori ini keliru. Faktanya, monotremata modern adalah yang selamat dari percabangan pertama dari pohon mamalia, dan percabangan berikutnya diperkirakan menghasilkan kelompok marsupial dan ber-plasenta. Penandaan fosil dan jam molekuler menunjukkan bahwa platipus terpisah dari ekidna sekitar 19-48 juta tahun yang lalu.

Fosil tertua platipus modern yang ditemukan berasal dari periode Kuarter, sekitar 100.000 tahun yang lalu. Di mana spesies monotremata seperti Teinolophos dan Steropodon yang telah punah dikaitkan dengan platipus modern. Fosil Steropodon ditemukan di New South Wales dan memiliki tulang rahang bawah yang telah mengalami opalisasi dengan tiga gigi geraham. Kondisi ini jelas berbeda dengan platipus modern dewasa yang tidak memiliki gigi. Pada awalnya, gigi molar dianggap bersifat tribosfenik, yang mendukung variasi teori Gregory. Namun, penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa gigi geraham dengan tiga gigi berevolusi dengan cara yang berbeda. Fosil mamalia tertua yang ditemukan di Australia diperkirakan berusia 110 juta tahun. Teinolophos tidak memiliki paruh, berbeda dengan platipus dan ekidna saat ini.

Di Argentina, monotremes sudamericanum, fosil spesies lainnya dari kerabat platipus, juga berhasil ditemukan. Penemuan ini menunjukkan bahwa monotremata ada di superbenua Gondwana saat benua Amerika Selatan dan Australia bergabung dengan Antartika sekitar 167 juta tahun yang lalu. Fosil gigi dari spesies platipus raksasa yang dikenal sebagai Obdurodon tharalkooschild berusia 5-15 juta tahun yang lalu. Hewan ini adalah platipus terbesar yang pernah dicatat, dengan panjang 1,3 meter.

Platipus sering menjadi subjek penelitian dalam biologi evolusi karena divergensi awal mamalia therian dan jumlah spesies monotremata yang masih ada. Para peneliti di Australian National University menemukan pada tahun 2004 bahwa platipus memiliki sepuluh kromosom seks, berbeda dengan sebagian besar mamalia lainnya yang memiliki dua kromosom (XY). Sepuluh kromosom ini membentuk lima pasangan khusus XY pada jantan dan XX pada betina, yaitu X1Y1X2Y2X3Y3X4Y4X5Y5. Salah satu kromosom X platipus sangat mirip dengan kromosom Z burung.

Genom platipus juga mengandung gen mamalia dan reptil yang berhubungan dengan pembuahan telur. Sebuah penelitian menemukan bahwa gen AMH pada kromosom Y tertua adalah mekanisme penentu jenis kelamin platipus, meskipun platipus tidak memiliki gen penentu jenis kelamin mamalia SRY. Versi draf urutan genom platipus yang ditemukan pada tanggal 8 Mei 2008 di jurnal Nature menunjukkan adanya elemen reptil dan mamalia, serta dua gen yang sebelumnya hanya ditemukan pada ikan, amfibi, dan burung. Lebih dari 80% gen platipus ditemukan pada mamalia lain yang genomnya diurutkan. Genom ekidna berparuh pendek dan genom platipus terbaru, yang tercatat paling lengkap, diterbitkan pada tahun 2021.

Ciri-Ciri Platipus

David Collins menemukan “seekor hewan amfibi, dari spesies tikus tanah” dalam catatan tentang koloni baru tahun 1788–1801. Gambar platipus pun disertakan dalam catatan yang diberikan oleh David Collins ini. Berdasarkan catatannya, Collins mengungkapkan bahwa Platipus memiliki rambut yang lebat, berwarna cokelat, dan biofluoresen menutupi tubuh dan ekor platipus yang lebar dan datar, yang memerangkap udara untuk menjaga suhunya. Teksturnya seperti tikus tanah, dan rambutnya tahan air. platipus menggunakan ekornya untuk menyimpan lemak. Ini adalah kebiasaan hewan lain, seperti setan Tasmania.

Baca Juga  Obdurodon: Platypus Raksasa yang Punah (25 - 5 Juta Tahun Yang Lalu)

Ketika platipus berjalan di darat, selaput pada kakinya lebih kuat karena kaki depan mereka dilipat ke belakang. Kulit lembut membentuk paruh pada moncong memanjang dan rahang bawah. Sementara lubang hidung berada di permukaan dorsal moncong, telinga dan mata berada di dalam ceruk tepat di belakangnya, yang tertutup ketika berenang. Di penangkaran menunjukkan bahwa platipus mengeluarkan geraman pelan ketika merasa terganggu, serta berbagai vokalisasi lainnya.

Platipus (Ornithorhynchus anatinus)

Ukuran tubuh platipus Jantan lebih besar dari betina, dan beratnya berkisar dari 7 hingga 24 kg. Panjang totalnya rata-rata 50 cm, sedangkan betina 43 cm, dengan variasi ukuran yang besar di daerah tertentu. Pola ini tampaknya tidak sesuai dengan aturan iklim dan mungkin disebabkan oleh elemen lingkungan lainnya, seperti adanya pemangsaan terhadap hewan ini dan juga perambahan yang dilakukan oleh manusia. Suhu tubuh Platipus rata-rata adalah 32 °C (90 °F), berbeda dengan suhu normal mamalia berplasenta sekitar 37 °C (99 °F). Menurut penelitian, ini merupakan adaptasi bertahap terhadap kondisi lingkungan yang keras oleh beberapa spesies monotremata yang masih hidup. Di mana kemampuan ini berbeda dengan karakteristik yang dimiliki oleh monotremata sejak lama.

Platipus muda kehilangan gigi rahang atasnya (satu premolar dan dua molar) dan rahang bawahnya (tiga molar), sebelum atau sesaat setelah mereka meninggalkan liang perkembangbiakan. Sebaliknya, platipus dewasa memiliki bantalan yang sangat berkeratin yang disebut ceratodontes, yang digunakan untuk menggiling makanan. Anak platipus berukuran kecil memiliki gigi pipi atas, bawah, dan pertama dengan satu tonjolan pokok, sedangkan gigi lainnya memiliki dua tonjolan pokok.

Otot pembuka rahang platipus berbeda dari mamalia lainnya. Tidak seperti synapsida pra-mamalia, tulang-tulang kecil yang menghantarkan suara di telinga tengah sebagian besar menyatu ke dalam tengkorak mamalia sejati. Pada platipus, bagaimanapun, pembukaan eksternal telinganya tetap berada di dasar rahang. Platipus memiliki interklavikula, salah satu jenis tulang di korset bahu yang tidak ditemukan pada mamalia lain. Tulang-tulangnya menunjukkan osteosklerosis, yang meningkatkan kepadatannya sehingga menjadi pemberat, seperti yang terlihat pada banyak vertebrata akuatik dan semi akuatik lainnya. Berjalannya mirip dengan reptil, dengan kaki di sisi tubuh daripada di bawahnya. Ia berjalan dengan buku jari di kaki depannya untuk melindungi selaput di antara jari-jari kakinya saat berada di darat.

Taji Dan Bisa Pada Platipus

Meskipun platipus jantan dan betina dilahirkan dengan taji di belakang pergelangan kakinya, hanya taji pada pergelangan kaki jantan yang menghasilkan bisa, yang sebagian besar terdiri dari protein sejenis defensin (DLP), yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh platipus dan berfungsi untuk merusak bakteri dan virus patogen serta membentuk bisa untuk pertahanan. pada platipus. Meskipun cukup kuat untuk membunuh hewan seperti anjing, mungkin tidak mematikan bagi manusia, tetapi rasa sakit yang ditimbulkannya akan sangat menyiksa sehingga melumpuhkan korban. Sembap tumbuh dengan cepat di sekitar luka dan menyebar ke seluruh tubuh.

Beberapa kesaksian pribadi dan data sejarah kasus menunjukkan bahwa rasa sakitnya meningkat menjadi hiperalgesia, yang berarti sensitivitas yang tinggi terhadap rasa sakit, yang bertahan selama berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan. Ini dapat terjadi di kelenjar klural platipus jantan, yang merupakan kelenjar alveolar berbentuk ginjal yang terhubung ke taji kalkaneus pada setiap tungkai belakang melalui saluran berdinding tipis. Sama seperti ekidna, platipus betina tidak memiliki kelenjar klural yang fungsional dan tunas tajinya tidak berkembang, putus sebelum akhir tahun pertama.

Bisa ini tampaknya memiliki fungsi yang berbeda dari yang dihasilkan oleh spesies non-mamalia; efeknya tidak mengancam jiwa manusia, namun demikian cukup kuat untuk memberikan rasa sakit pada korban secara serius. Efeknya tidak mengancam jiwa manusia, tetapi cukup kuat untuk menyebabkan luka yang parah. Karena bisa hanya diproduksi oleh pria jantan dan produksinya meningkat selama musim kawin, bisa ini dapat dimanfaatkan sebagai senjata ofensif oleh mereka untuk menegaskan dominasi. Taji serupa ditemukan pada banyak kelompok mamalia purba, menunjukkan bahwa ini adalah karakteristik purba untuk semua mamalia, bukan hanya untuk platipus atau monotremata lainnya.

Elektrolokasi

Selain salah satu spesies lumba-lumba, yaitu Lumba-lumba Guyana, monotremata adalah satu-satunya mamalia yang diketahui memiliki indra elektroresepsi. Mereka menggunakan medan listrik yang dihasilkan oleh kontraksi otot untuk menemukan mangsanya. Dari semua monotremata, elektroresepsi platipus adalah yang paling sensitif.

Elektroreseptor berada di barisan rostrokaudal kulit paruh, sementara mekanoreseptor (yang mendeteksi sentuhan) berada di mana-mana di kulit paruh secara uniform. Area somatosensori sentuhan terletak di korteks otak besar, dan beberapa sel kortikal menerima input dari elektroreseptor dan mekanoreseptor. Ini menunjukkan hubungan erat antara indra peraba dan indra listrik. Peta somatotopik otak platipus didominasi oleh elektroreseptor dan mekanoreseptor di paruh, sebagaimana tangan manusia mendominasi peta homunculus Penfield.

Dengan membandingkan perbedaan kekuatan sinyal di seluruh lapisan elektroreseptor, platipus dapat mengidentifikasi arah sumber listrik. Ini akan menjelaskan gerakan sisi-ke-sisi kepalanya yang khas saat berburu. Mekanisme yang menentukan jarak mangsa memancarkan gelombang tekanan mekanis dan sinyal listrik melalui konvergensi kortikal input elektrosensori dan sentuhan. Platipus mengukur jarak dengan membandingkan waktu kedatangan kedua sinyal.

Setiap kali Platipus melakukan penyelaman, dia menutup hidung, telinga, dan matanya untuk menghindari menggunakan penciuman dan penglihatannya untuk mencari makan. Alih-alih, ketika ia menggunakan paruhnya untuk menggali di dasar sungai, elektroreseptornya mendeteksi arus listrik kecil yang dihasilkan oleh kontraksi otot mangsanya. Ini memberinya kemampuan untuk membedakan antara benda hidup dan benda mati, sehingga menstimulasi mekanoreseptornya secara konsisten. Beberapa eksperimen menunjukkan bahwa jika arus listrik kecil dialirkan pada udang buatan, platipus bahkan akan bereaksi terhadapnya. Elektrolokasi monotremata mungkin memungkinkan hewan mencari makan di perairan keruh, yang dapat menyebabkan hilangnya gigi. Hewan elektroreseptor, obdurodon yang telah punah mencari makan secara pelagis, tidak seperti platipus modern.

Mata Platipus

Studi baru menunjukkan bahwa mata platipus lebih mirip dengan ikan hagfish Pasifik atau lamprey di Belahan Bumi Utara. Mereka juga memiliki kerucut ganda, yang tidak dimiliki kebanyakan mamalia. Meskipun mata platipus kecil dan tidak digunakan di bawah air, beberapa fitur menunjukkan bahwa penglihatan sangat penting bagi nenek moyang mereka. Mata mamalia air lainnya, seperti berang-berang dan singa laut, memiliki permukaan posterior yang melengkung curam dan permukaan kornea dan lensa yang berdekatan datar.

Untuk penglihatan binokular, konsentrasi temporal (sisi telinga) sel ganglion retina, yang penting untuk penglihatan binokular, menunjukkan bahwa ada peran dalam pemangsaan. Namun, ketajaman visual yang disertakannya tidak mencukupi untuk melakukan fungsi ini. Selain itu, daya pandang yang terbatas ini diimbangi dengan perbesaran kortikal yang rendah, nukleus genikulatum lateral yang kecil, dan tektum optik yang besar, menunjukkan bahwa, seperti pada beberapa hewan pengerat, otak tengah bertanggung jawab lebih banyak untuk penglihatan daripada korteks visual.

Fitur-fitur yang terdapat pada mata platipus ini menunjukkan bahwa platipus telah beradaptasi dengan gaya hidup akuatik dan nokturnal dengan mengorbankan sistem penglihatannya dan mengembangkan sistem elektrosensori dengan mengorbankan sistem penglihatannya. Proses evolusi ini serupa dengan penambahan sejumlah kecil elektroreseptor pada ekidna berparuh pendek yang tinggal di lingkungan kering, sementara ekidna berparuh panjang yang tinggal di lingkungan lembab berada di tengah-tengah antara dua monotreme tersebut.

Baca Juga  Ornithorhynchoidea

Makanan Platipus

Platipus termasuk ke dalam hewan karnivora. Mereka memakan cacing annelida, larva serangga, udang air tawar, dan crayfish yang digali dengan moncongnya dari dasar sungai atau menangkapnya saat berenang. Untuk mengangkut mangsanya ke permukaan, tempat ia akan memakannya, Platipus menggunakan kantung pipi. Platipus harus menghabiskan sekitar dua belas jam setiap hari untuk mencari makanan, karena dia perlu makan sekitar 20% dari berat badannya setiap hari.

Sistem Reproduksi Platipus

Para naturalis Eropa mempertanyakan apakah platipus betina bertelur saat pertama kali spesies ini ditemukan. Pada tahun 1884, tim William Hay Caldwell mengkonfirmasi hal itu. Platipus melakukan perkawinan hanya sekali setahun, dengan musim kawin dari bulan Juni hingga Oktober, dan terdapat beberapa perbedaan tergantung pada sebaran populasi platipus. Ada kemungkinan adanya sistem perkawinan poligini (satu jantan membuahi beberapa ekor betina) dalam populasi platipus. Platipus betina dianggap lebih dewasa secara seksual pada usia dua tahun, dan perkembangbiakan masih dapat dilakukan pada platipus yang berusia lebih dari sembilan tahun.

Di luar musim kawin, platipus tinggal di liang tanah sederhana dengan akses masuk sekitar 30 cm (12 inci) di atas permukaan air. Setelah kawin, betina membangun liang yang lebih dalam dan lebih kompleks hingga 20 m (65 kaki) panjangnya dan ditutupi dengan sumbat (yang mungkin berfungsi untuk mengontrol suhu dan kelembaban atau mencegah predator atau air naik). Platipus jantan pergi ke liang tahunannya dan tidak membantu untuk merawat anaknya. Platipus Betina melembutkan tanah di dalam liang dengan daun-daun yang mati, terlipat, dan basah, dan dia mengisi sarang di ujung terowongan dengan dedaunan dan alang-alang yang gugur untuk dijadikan alas tidur. Bahan ini melekat di bawah ekornya yang melengkung dan diseret ke sarang.

Meskipun platypus betina memiliki sepasang ovarium, namun hanya bagian kiri yang berfungsi. Karena salah satu dari lima kromosom X platipus mengandung gen DMRT1, yang dimiliki burung pada kromosom Z mereka, gen platipus mungkin merupakan penghubung evolusi antara sistem penentuan jenis kelamin mamalia XY dan burung/reptil ZW. Platipus bertelur satu hingga tiga, biasanya dua, telur kecil dan kasar.

Telurnya sekitar 11 mm (7⁄16 in) diameter dan sedikit lebih bulat daripada telur burung. Telur tumbuh di dalam rahim selama sekitar 28 hari dan mengalami inkubasi eksternal selama sekitar 10 hari. Ini berbeda dengan telur ayam, yang menghabiskan satu hari di dalam saluran dan 21 hari di luar. Betina akan mengerami telur-telurnya setelah bertelur. Tiga fase membentuk masa inkubasi. Embrio tidak memiliki organ fungsional pada fase pertama dan bergantung pada kantung kuning telur untuk makanannya. Anak yang sedang berkembang menyerap kuning telur. Jari-jari berkembang selama tahap kedua, dan gigi telur muncul pada tahap terakhir.

Sebagian besar zigot mamalia mengalami pembelahan holoblastik, yang berarti bahwa ovum terbelah secara sempurna setelah pembuahan melalui pemisahan sel menjadi beberapa sel anak yang dapat dibagi. Proses ini berbeda dengan pembelahan meroblastik yang lebih tua, yang ditemukan pada spesies monotremata seperti platipus dan pada spesies non-mamalia seperti reptil dan burung. Hal ini menyebabkan sel-sel di tepi kuning telur secara sitoplasmik berkesinambungan dengan sitoplasma telur. Kondisi ini memungkinkan kuning telur, yang berisi embrio, untuk bertukar kotoran dan nutrisi dengan sitoplasma.

Perlu diketahui, hingga saat ini tidak ada istilah resmi untuk penyebutan terhadap platipus muda, tetapi istilah tidak resmi ini seringkali digunakan, seperti “puggle”, atau “platypup”. Platipus yang baru menetas dalam kondisi tanpa rambut, buta, dan rentan, dan mendapatkan makanan dari kelenjar susu induknya. Platipus tidak memiliki puting susu meskipun memiliki kelenjar susu. Sebaliknya, susu diekstraksi melalui pori-pori kulit. Anak-anaknya dapat meminum susu yang terkumpul di lekukan perutnya. Anak-anak platipus disusui selama tiga sampai empat bulan setelah menetas.

Induk platipus awalnya akan meninggalkan liangnya untuk mencari makanan selama masa inkubasi dan penyapihan. Dia kemudian membuat sumbat tipis tanah di sepanjang liang untuk melindungi anak-anaknya dari predator. Saat dia kembali, ia akan mendorongnya, memaksa air keluar dari rambutnya dan menjaga liang kering. Setelah lima minggu, si induk mulai menghabiskan lebih banyak waktu jauh dari anak-anaknya, dan anak-anaknya akan keluar dari liang setelah empat bulan. Platipus memiliki gigi saat lahir, tetapi giginya hilang pada usia yang sangat dini, meninggalkan lempengan bertanduk yang digunakannya untuk menggiling makanan.

Habitat Dan Persebaran Platipus

Platipus adalah hewan semi akuatik yang tersebar luas di sungai-sungai Australia. Mereka dapat ditemukan mulai dari dataran tinggi Tasmania dan Pegunungan Alpen Australia yang dingin hingga ke hutan hujan tropis di pesisir Queensland dan Semenanjung Cape York. Namun, distribusi platipus di pedalaman belum diketahui dengan baik. Sayangnya, platipus dianggap punah di daratan Australia Selatan. Penampakan terakhir platipus di daerah tersebut tercatat di Renmark pada tahun 1975. Namun, beberapa tahun setelahnya, John Wamsley mendirikan Cagar Alam Warrawong pada tahun 1980-an dan membuat program pengembangbiakan platipus di sana. Sayangnya, program tersebut kemudian ditutup.

Pada tahun 2017, terdapat beberapa penampakan platipus yang belum dikonfirmasi di luar cagar alam. Dan pada bulan Oktober 2020, seekor platipus yang bersarang berhasil difilmkan di dalam cagar alam yang baru saja dibuka kembali. Selain itu, terdapat populasi platipus di Pulau Kanguru yang diperkenalkan pada tahun 1920-an. Populasi ini dikatakan mencapai 150 individu di wilayah Sungai Rocky di Taman Nasional Flinders Chase sebelum terjadinya kebakaran hutan Australia tahun 2019-2020. Sayangnya, kebakaran tersebut menghanguskan sebagian besar pulau dan memusnahkan seluruh satwa liar. Namun, Departemen Lingkungan Hidup dan Air SA telah bekerja keras untuk memulihkan kembali habitat platipus di Pulau Kanguru, dan pada April 2020, beberapa penampakan platipus dilaporkan.

Platipus tidak lagi ditemukan di wilayah utama Cekungan Murray-Darling, mungkin karena penurunan kualitas air yang disebabkan oleh pembukaan lahan yang luas dan skema irigasi di sepanjang sistem sungai pesisir. Distribusi platipus tidak dapat diprediksi; tampaknya platipus tidak ditemukan di beberapa sungai yang relatif sehat, namun masih ada di sungai lain seperti Maribyrnong bagian bawah yang sudah terdegradasi.

Di penangkaran, platipus dapat hidup hingga usia 17 tahun, dan spesimen liar telah ditemukan kembali ketika berusia 11 tahun. Tingkat kematian platipus dewasa di alam liar tampaknya rendah. Predator alami platipus antara lain ular, tikus air, goanna, elang, burung hantu, dan elang. Jumlah platipus yang rendah di Australia utara mungkin disebabkan oleh predasi oleh buaya. Masuknya rubah merah pada tahun 1845 untuk kegiatan berburu mungkin juga berdampak pada jumlah platipus di Australia daratan.

Platipus umumnya dianggap sebagai hewan nokturnal dan krepuskular, tetapi beberapa juga aktif pada siang hari, terutama ketika langit mendung. Habitat platipus meliputi sungai dan zona riparian yang menyediakan makanan bagi spesies mangsa, serta tepian sungai di mana mereka dapat menggali liang untuk beristirahat dan bersarang. Platipus dapat menjelajah hingga jarak 7 km (4,3 mil), dengan kandang jantan yang tumpang tindih dengan tiga atau empat betina.

Baca Juga  Gajah Asia (Elephas Maximus)

Platipus mencari makan di dalam air karena mereka tidak memiliki telinga luar. Platipus adalah perenang yang handal dengan gaya renang unik. Salah satu ciri khas mamalia, platipus berenang dengan gerakan mendayung bergantian pada kaki depannya. Meskipun keempat kakinya berselaput, kaki belakangnya—yang menempel pada tubuh—digunakan untuk menggerakkan ekornya daripada membantu dalam propulsi. Bahkan selama berjam-jam di air di bawah 5 °C (41 °F), spesies ini dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 32 °C (90 °F), lebih rendah dari suhu umum mamalia.

Platipus biasanya menyelam selama sekitar tiga puluh detik, tetapi kadang-kadang lebih lama, hanya sedikit yang melebihi batas aerobik empat puluh detik. Waktu pemulihan permukaan di antara penyelaman biasanya sekitar sepuluh hingga dua puluh detik. Ketika tidak berada di dalam air, platipus beristirahat di dalam lubang beristirahat yang pendek dan lurus dengan penampang lonjong. Hampir selalu berada di tepi sungai, tidak jauh di atas permukaan air, dan sering kali tersembunyi di bawah akar yang melindungi. Platipus biasanya tidur 14 jam setiap hari. Ini mungkin karena konsumsi krustasea, yang mengandung banyak kalori.

Kondisi Lingkungan yang Dihuni Platipus

Platipus lebih suka tinggal di lingkungan perairan tawar yang bersih dan jernih. Mereka sering ditemukan di sungai-sungai berarus lambat, danau dengan banyak vegetasi di sekitarnya, dan kolam yang tenang. Beberapa kondisi lingkungan yang ideal bagi platipus meliputi:

  1. Kualitas Air yang Baik: Platipus membutuhkan air yang bersih dan bebas polusi untuk bertahan hidup. Polusi air dapat berdampak negatif pada sumber makanan mereka dan kesehatan mereka secara keseluruhan.
  2. Vegetasi yang Melimpah: Kehadiran vegetasi seperti rumput, semak, dan pohon di sekitar habitat air mereka sangat penting. Vegetasi ini tidak hanya menyediakan tempat berlindung dari predator tetapi juga membantu menjaga kualitas air dan menyediakan habitat bagi mangsa mereka.
  3. Tepi Sungai yang Stabil: Tepi sungai yang stabil dengan banyak tempat untuk menggali sarang sangat penting bagi platipus. Mereka sering menggali terowongan di tepi sungai untuk berlindung dan beristirahat. Terowongan ini biasanya memiliki pintu masuk yang tersembunyi di bawah permukaan air untuk menghindari predator.
  4. Kedalaman Air yang Cukup: Platipus lebih suka perairan dengan kedalaman yang bervariasi. Kedalaman air yang cukup memungkinkan mereka untuk menyelam dan mencari makan dengan efektif. Selain itu, kedalaman yang bervariasi juga membantu mereka menghindari predator.

Adaptasi Platipus Terhadap Lingkungan

Platipus memiliki sejumlah adaptasi yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup di lingkungan perairan tawar yang beragam. Beberapa adaptasi tersebut termasuk:

  • Kaki Berjaring: Kaki mereka yang berjaring membantu mereka berenang dengan efisien. Kaki depan digunakan untuk mendayung, sementara kaki belakang dan ekor digunakan untuk kemudi.
  • Bulu Kedap Air: Bulu tebal dan kedap air mereka menjaga tubuh mereka tetap kering dan hangat saat berenang di air dingin. Bulu mereka juga membantu mereka tetap terapung saat berenang.
  • Paruh Sensitif: Paruh mereka yang sensitif memungkinkan mereka mendeteksi mangsa di dalam air bahkan dalam kondisi kekeruhan. Paruh ini dilengkapi dengan reseptor yang dapat mendeteksi medan listrik yang dihasilkan oleh gerakan mangsa.

Pengaruh Aktivitas Manusia

Aktivitas manusia memiliki dampak signifikan terhadap habitat platipus. Beberapa ancaman utama termasuk:

  • Perusakan Habitat: Pembangunan dan deforestasi sering mengarah pada perusakan habitat perairan tawar yang kritis bagi platipus. Hal ini mengurangi tempat tinggal dan sumber makanan mereka.
  • Polusi Air: Polusi dari limbah industri, pertanian, dan rumah tangga dapat merusak kualitas air dan membahayakan kesehatan platipus.
  • Perubahan Iklim: Perubahan iklim yang mengarah pada perubahan pola curah hujan dan suhu dapat mempengaruhi ketersediaan air dan makanan bagi platipus.

Untuk melindungi platipus dan habitat mereka, upaya konservasi yang efektif sangat diperlukan. Ini termasuk perlindungan habitat, pemantauan kualitas air, dan edukasi publik tentang pentingnya menjaga lingkungan perairan tawar. Dengan upaya yang tepat, tentu dapat dipastikan bahwa platipus tetap dapat ditemukan di perairan Australia untuk generasi yang akan datang.

Fakta Menarik Tentang Platipus

Platipus adalah salah satu hewan paling unik dan menarik di dunia, dengan sejumlah ciri-ciri dan perilaku yang membedakannya dari mamalia lainnya. Berikut adalah beberapa fakta menarik tentang platipus:

  1. Mamalia Bertelur: Platipus adalah satu-satunya mamalia yang bertelur. Betina platipus bertelur di dalam sarang yang mereka gali di tepi sungai atau danau. Telur-telur ini dierami selama sekitar sepuluh hari sebelum menetas.
  2. Penciuman yang Sensitif: Hidung platipus sangat sensitif dan digunakan untuk mendeteksi bau dari mangsa seperti serangga air dan larva. Mereka memiliki lubang hidung di ujung paruh mereka yang membantu mereka mencium aroma di air atau di udara.
  3. Elektrolokasi yang Unik: Platipus menggunakan elektroreseptor di paruh mereka untuk menangkap mangsa di dalam air. Mereka dapat mendeteksi medan listrik yang dihasilkan oleh gerakan mangsa, membantu mereka dalam mencari makanan di air yang gelap atau keruh.
  4. Tidak Memiliki Puting Susu: Meskipun platipus adalah mamalia yang menyusui, mereka tidak memiliki puting susu seperti mamalia lainnya. Betina platipus menyusui anak-anaknya dengan cara mengeluarkan susu melalui pori-pori kulit, yang kemudian dijilat oleh anak-anak platipus.
  5. Sarang yang Rumit: Platipus membuat sarang yang rumit di tepi sungai atau danau. Sarang ini memiliki sistem terowongan dengan beberapa ruang yang dilengkapi dengan pintu masuk tersembunyi di bawah air. Sarang ini berfungsi sebagai tempat perlindungan dari predator dan lingkungan yang ekstrem.
  6. Aktivitas Nokturnal: Platipus lebih aktif pada malam hari (nokturnal) dan senja (krepuskular). Mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka menyelam dan mencari makanan di dalam air, sambil beristirahat di sarang mereka di siang hari.
  7. Bulu yang Kedap Air: Bulu platipus sangat tebal dan terdiri dari dua lapisan yang berbeda. Lapisan luar mereka terdiri dari bulu panjang yang keras, sementara lapisan dalamnya terdiri dari bulu lembut yang memberikan isolasi terhadap suhu dingin di air.
  8. Bergerak di Darat dengan Cepat: Meskipun lebih terampil di dalam air, platipus juga dapat bergerak dengan cepat di darat. Mereka menggunakan kaki dan cakar mereka untuk berjalan dan menggali sarang di tepi sungai atau danau.
  9. Soliter dan Teritorial: Platipus umumnya adalah hewan soliter, kecuali selama musim kawin. Jantan platipus bisa menjadi agresif terhadap satu sama lain saat memperebutkan betina atau wilayah mereka.
  10. Tingkat Kepunahan: Meskipun dilindungi oleh undang-undang di Australia, platipus menghadapi ancaman serius terhadap habitat mereka dan terus dipantau untuk risiko kepunahan di masa depan.

Fakta-fakta ini mengungkapkan keunikan dan kompleksitas platipus sebagai salah satu hewan paling unik di dunia. Keberadaan mereka di alam liar menjadi penting untuk dipertahankan dan dilindungi demi keanekaragaman hayati global.

Daftar Bacaan

  • Augee, Michael L. (2001). “Platypus”. World Book Encyclopedia.
  • Burrell, Harry (1974). The Platypus. Adelaide SA: Rigby.
  • Fleay, David H. (1980). Paradoxical Platypus: Hobnobbing with Duckbills. Jacaranda Press.
  • Grant, Tom (1995). The platypus: a unique mammal. Sydney: University of New South Wales Press.
  • ISBN 978-0-12-303850-0.
  • Hutch, Michael; McDade, Melissa C., eds. (2004). “Grzimek’s Animal Life Encyclopedia: Lower metazoans and lesser deuterosomes”. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia. Vol. 12: Mammals III. Gale.
  • Moyal, Ann Mozley (2004). Platypus: The Extraordinary Story of How a Curious Creature Baffled the World. Baltimore: The Johns Hopkins University Press.
  • Strahan, Ronald; Van Dyck, Steve (April 2006). Mammals of Australia (3rd ed.). New Holland.
error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca