Prabu Darmasiksa adalah putera dari Prabu Darmakusuma yang mulai naik takhta Kerajaan Sunda pada tahun 1175 M untuk menggantikan ayahnya. Sebelum naik takhta sebagai raja Kerajaan Sunda, Prabu Darmasiksa diberikan kekuasaan oleh Darmakusuma untuk memerintah Kerajaan Saunggalah. Setelah Prabu Darmasiksa dinobatkan sebagai raja Kerajaan Sunda, Kerajaan Saunggalah diperintah oleh puteranya yang bernama Ragasuci.
Prabu Darmasiksa
Prabu Darmasiksa yang dinobatkan sebagai raja Kerajaan Sunda bergelar Prabu Guru Darmasiksa Paramarta Sang Mahapurusa atau Sang Prabu Sanghyang Wisnu. Prabu Darmasiksa memerintah Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh, Kerajaan Galunggung dengan beribukota di Saunggalah (Kuningan). Pada tahun 1187 M Prabu Darmasiksa memindahkan ibukotanya ke Pakuan (Bogor).
Prabu Darmasiksa mempunyai 3 orang isteri, diantaranya:
- Puteri Saungggalah, memperoleh putera: Rajapurana
- Puteri Darmageng, memperoleh putera, di antaranya Ragasuci yang bergelar Rahiyang Saunggalah (Rakeyan Saunggalah);
- Puteri Swarnabumi (Sumatera) keturunan Sanggramawijayatunggawarman, memperoleh putera yang bernama Rahiyang Jayagiri (Rakeyan Jayagiri) atau Rahiyang Jayadarma (Rakeyan Jayadarma).
Kerajaan Sunda Di tengah Konflik Kerajaan Sriwijaya Dan Kerajaan Kediri
Pada masa pemerintahan Prabu Darmasiksa, Kerajaan Sunda tidaklah memiliki angkatan laut yang kuat, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Kerajaan Sriwijaya maupun Kerajaan Singasari yang sezaman dengannya. Sehingga daerah utara Pulau Jawa bagian barat menjadi sarang bajak laut. Kondisi ini menyebabkan daerah pantai utara Jawa menjadi perebutan antara Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Kediri hingga Kerajaan Singasari.
Persaingan antara Kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Kediri terus berlanjut hingga tahun 1182 M. Di tahun yang sama, kedua belah pihak menyetujui perjanjian damai di Sundapura yang ditengahi oleh Kemaharajaan Cina yang pada saat itu Dinasti Song Selatan tengah berkuasa. Berdasarkan perundingan di Sundapura, Kerajaan Sriwijaya diperbolehkan beraktivitas di kawasan barat Kepulauan Nusantara, sedangkan Kerajaan Kadiri bergerak di kawasan timur. Setelah perundingan antara Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Kediri di Sundapura, Prabu Darmasiksa memindahkan pusat kekuasaannya ke Pakuan pada tahun 1187 M.
Sikap Kerajaan Sunda Dalam Ekspansi Kerajaan Singasari Terhadap Kerajaan Sriwijaya
Prabu Darmasiksa berupaya untuk mengatasi konflik yang terjadi antara kerajaan-kerajaan di Sumatera dan kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dengan melakukan pernikahan politik putra-putrinya. Rakeyan Jayadarma dinikahkan dengan putri Mahesa Cempaka dari Kerajaan Singasari yang bernama Dyah Lembu Tal. Sedangkan Ragasuci dinikahkan dengan Dara Puspa, putri Trailpkyaraja Maulibusanawarmadewa yang berasal dari Melayu. Perlu diketahui bahwa Dara Kencana, Kakak dari Dara Puspita sebelumnya telah diperistri oleh Raja Kertanegara dari Kerajaan Singasari.
Melalui pernikahan anak-anaknya, Prabu Darmasiksa dapat memperbaiki hubungan diantara kedua wilayah yang saling berseteru dan bersaing. Sehingga, Kerajaan Sunda pun juga dapat menjadi negara yang tidak berpihak diantara kedua kubu kekuatan.
Sebagaimana diketahui bahwa putra dari Prabu Darmasiksa yang bernama Rakeya Jayadarma dinikahkan dengan putri Mahesa Cempaka dari Kerajaan Singasari yang bernama Dyah Lembu Tal. Hal ini memperkuat hubungan antara Kerajaan Singasari dan Kerajaan Sunda. Selain itu, Mahesa Cempaka juga sangat akrab dengan Kerajaan Sunda. Perlu diketahui, bahwa selama masa pemerintahan Ranggawuni (ayah Kertanegara) di Kerajaan Singasari, Mahesa Cempaka adalah orang yang berperan dalam memainkan politik luar negeri Kerajaan Singasari.
Pada tahun 1275 M, Raja Kertanegara mengirimkan ekspedisi terhadap Kerajaan Sriwijaya yang tengah mengalami kemunduran. Ekspedisi Kerajaan Singasari menuju Sumatera itu dipimpin oleh Mahisa Anabrang (Kebo Anabrang) yang singgah terlebih dahulu di Sunda untuk mencari informasi tentang kekuatan tempur Kerajaan Sriwijaya. Setelah mengetahui informasi kekuatan tempur Kerajaan Sriwijaya, Mahisa Anabrang segera menggempur Kerajaan Sriwijaya yang dalam tahun yang sama Kerajaan Sriwijaya dinyatakan runtuh.
Hubungan Prabu Darmasiksa Dan Raden Wijaya (Pendiri Kerajaan Majapahit)
Putera Prabu Darmasiksa, Rakeyan Jayadarma yang dinikahkan dengan Dyah Lembu Tal, puteri Mahisa Cempaka dari Kerajaan Singasari memiliki seorang putra yang bernama Nararya Sanggramawijaya atau yang dikenal dengan nama Raden Wijaya. Karena Rakeyan Jayadarma meninggal ketika Nararya Sanggramawijaya masih kecil, maka Dyah Lembu Tal meminta izin kepada Prabu Darmasiksa untuk tinggal di Tumapel bersama dengan Raden Wijaya.
Di Tumapel, Raden Wijaya yang mulai dewasa menjadi salah seorang senapati Kerajaan Singasari dan menjadi orang kepercayaan sekaligus menantu dari Raja Kertanegara. Pada tahun 1292 M, Kerajaan Singasari runtuh akibat pemberontakan Raja Jayakatwang dari Kerajaan Gelang-Gelang. Raden Wijaya yang berhasil melarikan diri ke Sumenep dan menghimpun kekuatan di Majapahit berhasil mengalahkan Raja Jayakatwang dan juga berhasil mengusir tentara Mongol pada tahun 1293 M. Setelah berhasil mengalahkan lawan-lawan politiknya, Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit pada tahun 1293 M.
Setelah dinobatkan menjadi raja Kerajaan Majapahit, Raden Wijaya mengunjungi kakeknya, Prabu Darmasiksa di Kerajaan Sunda dengan membawa berbagai macam hadiah. Prabu Darmasiksa yang amat senang kehadiran salah seorang cucunya yang kini menjadi raja itu memberikan nasehat;
Haywa ta sira keda athawamerep ngalindih Bhumi Sunda mapan wus kinaliliran ring ki sanak ira dlahanyang ngku wus angemasi. Hetunya nagaramu wus angheng jaya santosa wruh ngawang kottaman ri puyut katisayan mwang jayaatrum, ngke pinaka mahaprabu. Ika hana ta daksina sakeng Hyang Tunggal mwang dumadi seratanya.
Ikang sayogyanya rajya Jawa lawan rajya Sunda paraspasarpana atuntunan tangan silih asih pantara ning padulur. Yatanyan tan pratibandeng nyakrawati rajya sowangsowang. Yatanyan siddha hitasukha. Yan rajya Sunda duh kantara, wilwatikta sakopayana maweh carana; mangkana juga rajya Sunda ring Wilwatikta.
(Jangalah hendaknya kamu mengganggu dan merebut Bumi Sunda karena telah diwariskan kepada Saudaramu bila kelak aku telah tiada. Sekalipun negaramu telah menjadi besar dan jaya serta sentosa, aku maklum akan keutamaan, keluarbiasaan dan keperkasaanmu kelak sebagai raja besar. Ini semua adalah anugerah dari Yang Maha Esa dan telah menjadi suratan-Nya.)
(Sudah selayaknya Kerajaan Jawa dan Kerajaan Sunda saling membantu, bekerjasama dan saling mengasihi antara anggota keluarga. Karena itu janganlah berselisih dalam memerintah kerajaan masing-masing. Apabila demikian akan menjadi keselamatan dan kebahagiaan yang sempurna. Apabila Kerajaan Sunda mendapat kesusahan, Majapahit hendaknya berupaya sungguh-sungguh memberikan bantuan; demikian pula halnya Kerajaan Sunda kepada Kerajaan Majapahit). Prabu Darmasiksa meninggal pada tahun 1297 M. Sebagai penerusnya, Prabu Darmasiksa menunjuk Prabu Ragasuci sebagai raja Kerajaan Sunda.
Daftar Bacaan
- Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa
- Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 4 Parwa 2
- Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 3 Parwa 2
- Atja & Ekajati, E.S. 1989. Carita Parahiyangan “karya tim pimpinan pangeran wangsakerta”. Bandung: Yayasan Pembangunan Jawa Barat.
- Ayatrohaedi. 2005. Sundakala: cuplikan sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya.
- Danasasmita, S. 1983. Sejarah Bogor. Bogor: Paguyuban Pasundan Cabang Kodya Bogor.
- Ekajati, Edi S. 2005. Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Jakarta: Pustaka Jaya.
- Groeneveldt. W. P. 2009. Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Depok: Komunitas Bambu.
- Iskandar, Yoseph.1997. Sejarah Jawa Barat (Yuganing Rajakawasa).Bandung: Geger Sunten
- Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Hindu. Jakarta: Balai Pustaka.