Purnawarman (395-434): Raja Terbesar Kerajaan Tarumanegara

Purnawarman dilahirkan pada tahun 372 dan telah dinobatkan sebagai raja Kerajaan Tarumanegara pada tanggal 13 bagian terang bulan Caitra tahun 317 Saka atau tahun 393 Masehi saat berusia 21 tahun untuk menggantikan ayahnya, Rajaresi Dharmayawarmanguru. Rajaresi Dharmayawarmanguru kemudian memilih mengundurkan diri dari takhta Kerajaan Tarumanegara untuk memilih hidup di pertapaan menempuh manurajasunya (bertapa setelah turun takhta sampai menunggu ajal tiba). Purnawarman secara resmi memerintah setelah ayahnya meninggal pada tahun 395 M.

Didirikannya Ibukota Baru Kerajaan Tarumanegara: Sundapura

Purnawarman (Purnavarmman) adalah raja yang tertera pada beberapa prasasti pada abad ke-5. Ia menjadi raja di Kerajaan Tarumanegara dan mengidentifikasikan dirinya dengan Wisnu. Di dalam naskah Wangsakerta, Purnawarman adalah raja ketiga Kerajaan Tarumanegara yang memerintah antara 395-434. Setelah dinobatkan sebagai raja Kerajaan Tarumanegara pada tahun 395, Purnawarman segera membangun ibu kota Kerajaan Tarumanegara yang baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai dan di tepi kali Gomati. Ibukota Kerajaan Tarumanegara yang baru itu diberi nama “Sundapura”. Nama Sunda mulai digunakan oleh Purnawarman dalam tahun 397 untuk menyebut ibu kota kerajaan yang didirikannya.

Setelah memindahkan ibukota Kerajaan Tarumanegara ke Sundapura, Purnawarman membuat pelabuhan baru di tepi pantai ibukota Sundapura. Pembuatannya dimulai pada tanggal 15 Desember 398 M dan selesai pada 11 November 399. Pelabuhan Sundapura ini sangatlah ramai, terutama memang dipersiapkan sebagai pangkalan militer kekuatan laut Kerajaan Tarumanegara. Pelabuhan Sundapura segera diramaikan oleh kapal-kapal perang milik Kerajaan Tarumanegara yang dipersiapkan untuk menjaga lalu-lintas perdagangan di kawasan pantai utara Jawa bagian barat hingga ke Selat Sunda.

Menghadapi Gangguan Dari Bajak Laut

Pada tahun 399 seorang menteri Kerajaan Tarumanegara beserta tujuh orang pengikutnya ditawan dan dibunuh oleh para bajak laut yang sering mengganggu daerah perairan Kerajaan Tarumanegara. Berdasarkan pada kejadian ini, maka sepanjang tahun 399-403 M, Raja Purnawarman melakukan peperangan terhadap para bajak laut yang seringkali mengganggu aktivitas pelayaran dan perdagangan yang terletak di bagian barat dan utara Pulau Jawa.

Peperangan pertama Raja Purnawarman melawan para bajak laut terjadi di daerah perairan Ujung Kulon. Di dalam peperangan ini, armada laut Kerajaan Tarumanegara dipimpin langsung oleh Raja Purnawarman. Puluhan kapal perang Kerajaan Tarumanegara segera menyerang dua buah kapal bajak laut. Di dalam pertempuran yang sesungguhnya tidak seimbang dari jumlah itu, Kerajaan Tarumanegara berhasil memenangkan pertempuran. Di mana sebanyak 28 orang bajak laut berhasil ditewaskan, sedangkan 52 orang lainnya di tawan. Para tawanan itu pun akhirnya tidak diberikan ampunan, melainkan satu persatu dibunuh dengan berbagai cara, setelah dibunuh mayat mereka pun dibuang ke tengah laut.

Sesungguhnya, telah lama sekali para bajak laut berkuasa atas perairan di Pulau Jawa bagian utara, barat dan timur. Jumlah mereka sangatlah besar dan tersebar di berbagai tempat. Setelah tragedi di Ujung Kulon, Dengan kekuatan kemaritiman Kerajaan Tarumanegara Raja Purnawarman melakukan banyak sekali pertempuran dengan para bajak laut sehingga menyebabkan para bajak laut itu menjadi enggan untuk memasuki daerah perairan barat Pulau Jawa.

Peringatan tentang kemenangan Raja Purnawarman terhadap para bajak laut kemungkinan amat berkaitan dengan Prasasti Cidanghiang yang ditemukan di Desa Lebak, Kabupaten Pandeglang, Banten. Adapun isi dari Prasasti Cidanghiang yaitu;

Teks: Vikranto ‘yam vanipateh/prabhuh satya parakramah narendra ddhvajabhutena/ srimatah purnnawvarmanah

Terjemahan: Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguhnya dari raja dunia, yang Mulia Purnawarman yang menjadi panji sekalian raja-raja.

Baca Juga  Perjanjian Renville (1947-1948)

Apabila dilihat dari letak ditemukannya Prasasti Cidanghiang yang bermuara ke Teluk Lada, dan adanya prasasti ini, kemungkinan di Teluk Lada inilah akhir dari peperangan yang dilakukan oleh Purnawarman terhadap para bajak laut yang selama ini mengganggu kenyamanan perairan di kawasan barat Pulau Jawa. Prasasti Cidanghiang juga menjadi tanda penghargaan kepada masyarakat setempat yang telah membantu raja Purnawarman dalam mengalahkan para bajak laut. Tidak lupa pula, Raja Purnawarman memberikan banyak hadiah kepada masyarakat setempat yang turut serta dalam upayanya itu.

Purnawarman Menjadi Seorang Maharaja

Setelah Sundapura menjadi pelabuhan yang ramai dan memberikan keuntungan yang besar bagi Kerajaan Tarumanegara dan keberhasilan Purnawarman dalam mengamankan perairan di bagian barat dan utara Pulau Jawa, Purnawarman kemudian melakukan serangkaian penaklukan terhadap kerajaan-kerajaan yang berada di bagian barat Pulau Jawa. Raja Purnawarman sendiri adalah seorang yang sangat pemberani.

Di dalam naskah Wangsakerta juga disebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada, Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbalingga) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.

Adik raja Purnawarman, yang bernama Cakrawarman diangkat menjadi panglima perang Kerajaan Tarumanegara, sedangkan pamannya yang berasal dari pihak ayah (saudara Dharmayawarman) yang bernama Nagawarman diangkat sebagai panglima angkatan laut Kerajaan Tarumanegara. Nagawarman sendiri seringkali berpergian ke negeri-negeri yang jauh untuk menjalin hubungan politik. Beberapa tempat yang dikunjungi oleh Nagawarman antara lain, daerah Semenanjung (Malaysia sekarang), Syangka, Yawana, Cambay, Sopala, Bakulapura (Kalimantan), Cina, Sumatera dan lain-lain.

Raja Purnawarman sangatlah besar wilayah kekuasaannya di Jawa Barat sehingga dirinya diibaratkan seperti ibarat raja matahari yang bersinar bagi raja-raja sesamanya. Kerajaan Tarumanegara setiap tahun selalu mendapatkan kunjungan dari raja-raja yang berasal dari negeri bawahan untuk memberikan upeti kepada Raja Purnawarman. Para raja dari negeri bawahan itu datang ke ibukota Kerajaan Tarumanegara di Sundapura setiap tanggal 11 bagian terang bulan Caitra (Maret-April). Pada tanggal 13-15 di bulan yang sama mereka menghadiri pesta yang dimeriahkan oleh tarian gadis-gadis cantik, dengan iringan suara gamelan yang merdu. Sang Raja Purnawarman menjamu tamu-tamunya dengan makanan dan minuman yang serba enak.

Proyek Pengairan Purnawarman

Raja Purnawarman sangatlah memperhatikan aliran sungai demi kepentingan kehidupan rakyatnya. Pada tahun 410, Raja Purnawarman memperbaiki aliran Sungai Gangga yang terletak di daerah Cirebon. Sebenarnya, Sungai Gangga ini termasuk ke dalam wilayah kerajaan bawahan dari Kerajaan Tarumanegara, yaitu Kerajaan Indraprahasta. Sungai yang bagian hilirnya disebut dengan Cisuba mulai diperbaiki dengan cara diperdalam dan diperindah tanggulnya.

Setelah perbaikan aliran sungai selesai, Raja Purnawarman membuat sebuah prasasti (prasasti itu hingga kini belum diketemukan) dan juga memberikan hadiah harta (sangaskararthadaksina) kepada para Brahmana dan seluruh pihak yang turut serta melakukan penggarapan pekerjaan itu hingga selesai. Hadiah yang diberikan oleh Raja Purnawarman ini berupa 500 ekor sapi, pakaian, 20 ekor kuda, seekor gajah yang semuanya diserahkan dan diatur oleh Raja Indraprahasta, penyerahan hadiah itu disertai dengan jamuan makanan dan minuman yang amat lezat. Selain kalangan istana Kerajaan Indraprahasta, ribuan penduduk baik laki-laki maupun perempuan yang terlibat juga mendapatkan hadiah dari Raja Purnawarman.

Pada tahun 412, Raja Purnawarman kembali melakukan perbaikan aliran kali Cupu yang terletak di Kerajaan Cupunagara yang masih merupakan negeri bawahan Kerajaan Tarumanegara. Di mana aliran sungai itu langsung mengalir ke arah istana Kerajaan Cupunagara. Pengerjaan perbaikan aliran Kali Cupu itu berlangsung selama empat belas hari. Setelah perbaikan selesai, Raja Purnawarman menganugerahkan setiap orang yang terlibat dengan memberi 400 ekor sapi, pakaian dan makanan-makanan yang lezat.

Baca Juga  Dewawarman VI (289 – 308)

Sebagaimana yang dilakukan ketika Raja Purnawarman memperbaiki Sungai Gangga, Raja Purnawarman membuat prasasti (seperti pembangunan sebelumnya, prasasti ini belum diketemukan) yang dituliskan dengan kata-kata yang sangat indah. Di kedua prasasti itu (di Sungai Gangga dan Kali Cupu) Raja Purnawarman menuliskan mengenai kebesarannya dan sifat-sifatnya yang diibaratkan Dewa Wisnu, melindungi segenap makhluk yang ada di bumi dan di akhir prasasti itu ditandai dengan lukisan telapak tangan (milik Raja Purnawarman).

Setahun kemudian, pada 413 M Raja Purnawarman kembali melakukan perbaikan aliran air sungai. Kali ini, Raja Purnawarman memperbaiki alur Kali Sarasah (Sungai Sarasah) atau Kali Manukrawa. Sewaktu dilaksanakan upacara selamatan, Raja Purnawarman terpaksa mengutus Mahamantri Cakrawarman untuk mewakili dirinya. Mahamantri Cakrawarman kemudian diiringi oleh beberapa menteri kerajaan datang dengan menggunakan perahu yang besar.

Di dalam upacara itu, Mahamantri Cakrawarman atas nama raja menghadiahkan 400 ekor sapi, 80 ekor kerbau, pakaian bagi para brahmana, 10 ekor kuda, sebuah bendera kebesaran Kerajaan Tarumanegara, sebuah arca Wisnu, dan bahan makanan. Akibat pembangunan ini, aktivitas pertanian menjadi semakin baik disebabkan ladang-ladang menjadi subur sehingga tidak menderita kekeringan saat musim kemarau.

Setelah itu, Raja Purnawarman memperbaiki aliran Sungai Gomati dan Candrabaga yang sebelumnya telah diperbaiki dan dibangun oleh Sang Rajadirajaguru, kakek Raja Purnawarman. Pengerjaan yang dilakukan oleh Raja Purnawarmanadalah pekerjaan yang kedua terhadap sungai-sungai itu. Proyek perbaikan Sungai Gomati dan Candrabaga ini dilakukan pada tanggal 8 bagian gelap bulan Palguna sampai dengan tanggal 13 bagian terang bulan Caitra tahun 339 Saka (417 M).

Setelah perbaikan kedua sungai selesai, Purnawarman mengadakan selamatan dengan memberi hadiah sebanyak 1.000 ekor sapi, pakaian serta makanan-makanan yang lezat. Sedangkan para pemuka yang berasal dari daerah-daerah diberi hadiah kerbau, kuda, ada pula yang diberi hadiah emas dan perhiasan perak serta berbagai macam hadiah lainnya. Setelah itu, Raja Purnawarman menerbitkan sebuah prasasti di sebuah batu.

Di beberapa tempat, Raja Purnawarman juga menerbitkan banyak prasasti batu yang dilengkapi pula dengan arca wisnu yang dianggap seperti kepribadiannya, lukisan telapak kakinya sebagaimana yang dilihat dari prasasti Ciaruteun, prasasti Pasir Awi dan Prasasti Pasir Koleangkak (Prasasti Jambu). Selain itu juga terdapat prasasti lukisan telapak kaki tunggangannya (seekor gajah yang bernama airawata) yaitu prasasti Kebon Kopi I (Prasasti Tapak). Selain itu ada pula yang ditandai dengan lukisan kumbang atau lebah.

Sedangkan di tempat-tempat pemujaan yang telah selesai dibangun, dipahatkan simbol dari Kerajaan Tarumanegara dan jasa-jasa yang telah diberikan oleh Raja Purnawarman . Semua itu, dipahatkan pada prasasti batu di sepanjang tepi sungai di beberapa daerah.

Pada tahun 419 M, Raja Purnawarman memperbaiki dan memperdalam aliran Sungai Citarum. Setelah perbaikan itu selesai, Raja Purnawarman melakukan selamatan dan memberikan berbagai macam hadiah berupa 800 ekor sapi, pakaian, 20 ekor kerbau dan berbagai macam hadiah lainnya. Para Brahmana kemudian memberkati Raja Purnawarman di dalam selamatan itu.

Raja Purnawarman yang menyadari wilayahnya semakin luas, dan ibukota Kerajaan Tarumanegara, Sundapura yang semakin ramai disinggahi oleh para pedagang, tentu sangatlah membutuhkan angkatan perang yang kuat untuk menjaga kedaulatannya. Raja Purnawarman mulai memperkuat angkatan perang Kerajaan Tarumanegara terutama adalah angkatan lautnya untuk menunjang aktivitas perdagangan yang saat itu telah mulai ramai.

Setelah Kerajaan Tarumanegara menjadi besar di bawah kepemimpinan Raja Purnawarman , Raja Purnawarman dinobatkan menjadi Maharaja dengan gelar Sri Maharaja Purnawarman Sang Iswara Digwijaya Bhimaparakrama Suryamahpurusa Jagatpati. Selain mengasosiasikan dirinya sebagai titisan Dewa Wisnu, Raja Purnawarman juga seorang pemuja Dewa Indra, apabila ia hendak melakukan perang. Sehingga Raja Purnawarman pun juga disebut Sang Purandara Saktipurusa (manusia sakti penghancur benteng).

Baca Juga  Mengenal Jenis Manusia Purba Indonesia

Hubungan Kerajaan Tarumanegara Dengan Kerajaan Kutai

Hubungan antara Kerajaan Tarumanegara dengan Kerajaan Kutai berlangsung ketika Kerajaan Tarumanegara yang dipimpin oleh Raja Purnawarman dan Kerajaan Kutai yang dipimpin oleh Mulawarman saling bertukar duta mereka. Mulawarman mengutus duta negerinya untuk ditempatkan di ibukota Kerajaan Tarumanegara, begitupula hal ini dilakukan oleh Purnawarman.

Hubungan ini sebenarnya telah berlangsung antara Kerajaan Salakanagara dengan negeri Bakulapura. Jadi, Kerajaan Tarumanegara hanyalah melanjutkan apa yang telah dibangun lebih dahulu oleh Kerajaan Salakanagara. Untuk mempererat hubungan antara Kerajaan Tarumanegara dengan Kerajaan Kutai, Raja Purnawarman menikahi seorang puteri dari raja bawahan Kerajaan Kutai. Dengan demikian, hubungan antara Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Kutai melalui perkawinan menjadi salah satu upaya mempererat diplomasi diantara kedua kerajaan.

Kehidupan Keagamaan Kerajaan Tarumanegara Pada Masa Pemerintahan Raja Purnawarman

Raja Purnawarman adalah raja yang memuja dewa Wisnu, meskipun begitu bukan berarti seluruh penduduk Kerajaan Tarumanegara juga memuja kepada Dewa Wisnu. Ada beberapa penduduk Kerajaan Tarumanegara yang memuja Dewa Siwa (Batara Sangkara) dan Dewa Brahma. Sedangkan tidak begitu banyak penduduk Kerajaan Tarumanegara yang menganut ajaran Buddha. Sebagian besar penduduk Kerajaan Tarumanegara masih memuja kepada roh leluhur (pitarapuja) yang diwarisi secara turun-temurun.

Raja Purnawarman termasuk raja yang sangat aktif dalam bidang pustaka seperti membuat dan menuliskan undang-undang Kerajaan Tarumanegara, peraturan ketentaraan, siasat berperang, keadaan daerah-daerah bawahan di Pulau Jawa bagian Barat, silsilah Dinasti Warman, kumpulan maklumat-maklumat Kerajaan dan lain-lain. Kiranya memungkinkan pula telah disusun karya sastra pada masa pemerintahan Raja Purnawarman, namun hingga saat ini belum ada bukti-bukti yang menunjukkan keberadaan dari karya sastra itu.

Akhir Pemerintahan Purnawarman

Raja Purnawarman meninggal pada tahun 434 M, tepatnya pada tanggal 15 bagian terang bulan Posya tahun 356 Saka dalam usia 62 tahun. Raja Purnawarman dikebumikan di tepi Sungai Citarum. Oleh sebab itu, ia mendapat sebutan Sang Lurnah Ing Tarumanadi (yang dipusarakan di Citarum).

purnawarman
Prasasti Tugu (kiri) dan Prasasti Ciaruteun (kanan) sangat identik dengan keberadaan raja Purnawarman sebagai tokoh historis.

Pada saat Raja Purnawarman meninggal sangatlah banyak kerajaan-kerajaan bawahan yang mengakui Kerajaan Tarumanegara sebagai negeri atasan mereka. Di bawah ini adalah kerajaan-kerajaan bawahan Kerajaan Tarumanegara:

  1. Kerajaan Salakanegara;
  2. Kerajaan Cupunagara (Subang);
  3. Kerajaan Argabinta (Cianjur);
  4. Kerajaan Nusa Sabay;
  5. Kerajaan Purwanagara;
  6. Kerajaan Ujung Kulon;
  7. Kerajaan Gunung Kidul;
  8. Kerajaan Sabara;
  9. Kerajaan Purwalingga (Purbalingga)
  10. Kerajaan Bumi Sagandu;
  11. Kerajaan Paladu;
  12. Kerajaan Kosala (Lebak);
  13. Kerajaan Indraprahasta (Cirebon);
  14. Kerajaan Legon (Cilegon);
  15. Kerajaan Sindang Jero;
  16. Kerajaan Manukrawa (Cimanuk);
  17. Kerajaan Malabar (Bandung);
  18. Kerajaan Wanagiri;
  19. Kerajaan Galuh Wetan (Ciamis);
  20. Kerajaan Cangkuang (Garut);
  21. Kerajaan Purwakerta (Purwakarta);
  22. Kerajaan Sagara Kidul;
  23. Kerajaan Gunung Cupu;
  24. Kerajaan Gunung Manik (Manikprawata);
  25. Kerajaan Alengka;
  26. Kerajaan Gunung Kubang (Garut);
  27. Kerajaan Karang Sindulang;
  28. Kerajaan Gunung Bitung (Majalengka);
  29. Kerajaan Tanjung Kalapa (Jakarta Utara);
  30. Kerajaan Kalapa Girang (Jakarta Selatan);
  31. Kerajaan Pakuan Sumurwangi;
  32. Kerajaan Pura Dalem (Karawang);
  33. Kerajaan Sagara Pasir;
  34. Kerajaan Rangkas (Lebak)
  35. Kerajaan Tanjung Camara (Pandeglang);
  36. Kerajaan Linggadewata;
  37. Kerajaan Dua Kalapa;
  38. Kerajaan Wanadatar;
  39. Kerajaan Setyaraja;
  40. Kerajaan Jati Ageung;
  41. Kerajaan Wanajati;
  42. Kerajaan Indihiyang (Tasikmalaya);
  43. Kerajaan Pasir Muhara;
  44. Kerajaan Pasir Sanggarung.
  45. Setelah Raja Purnawarman meninggal, takhta Kerajaan Tarumanegara dilanjutkan oleh putranya, Wisnuwarman dari permaisuri yang berasal dari Bakulapura (Kalimantan).

Daftar Bacaan

  • Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa
  • Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 4 Parwa 2
  • Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 3 Parwa 2
  • Ayatrohaedi. 2005. Sundakala: cuplikan sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Ekajati, Edi S. 2005. Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Groeneveldt. W. P. 2009. Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Depok: Komunitas Bambu.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Hindu. Jakarta: Balai Pustaka.
error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca