Republik Bataaf (Republik Batavia)
Republik Bataaf – Republik Bataaf atau yang biasa disebut juga dengan Republik Batavia adalah sebuah negara berbentuk republik yang didirikan di Belanda pada 19 Januari 1795. Republik Bataaf juga disebut dengan Bataafse Republiek/Republique Batave memiliki model yang sama dengan Republik Pertama Prancis. Republik Bataaf dibentuk setelah Willem V van Oranje-Nassau melarikan diri ke Inggris. Kemudian pada tanggal 4 Maret 1795, sebuah pohon simbol kebebasan ditanam di depan Balai Kota Amsterdam.
Reformasi politik, ekonomi, dan sosial yang dilakukan selama Republik Batavia yang cenderung relatif singkat memiliki dampak yang bertahan lama. Struktur konfederasi Republik Belanda lama secara permanen mulai digantikan dengan struktur negara kesatuan. Konstitusi yang diadopsi pada tahun 1798 sebagai dampak dari Revolusi Prancis memiliki karakter yang benar-benar demokratis. Untuk sementara, sejak 1795 Republik Belanda diperintah secara demokratis, meskipun kudeta tahun 1801 telah berhasil menempatkan rezim otoriter untuk berkuasa dan menyebabkan perubahan-perubahan lain pada konstitusi.
Namun demikian, kenangan akan eksperimen singkat dengan demokrasi selama periode 1795-1801 ini telah membantu kelancaran transisi ke pemerintahan Republik Belanda yang lebih demokratis pada tahun 1848 (hal ini berkaitan dengan revisi konstitusi oleh Johan Rudolph Thorbecke, yang membatasi kekuasaan raja).
Latar Belakang Berdirinya Republik Bataaf
Berdirinya Republik Bataaf diakhir abad ke-18 dipengaruhi oleh berbagai peristiwa yang terjadi di Eropa. Di bawah ini akan diuraikan beberapa pengaruh yang melatari berdirinya Republik Bataaf pada tahun 1795.
Krisis Ekonomi dan Fourth Anglo-Dutch War 1780-1784
Memasuki akhir abad ke-18 bank-bank milik Belanda dapat dikatakan hampir memegang kendali di berbagai ibukota negara-negara di dunia. Bank-bank yang disponsori oleh pemerintah Belanda saja memiliki keuntungan hingga 40% dari nilai hutang milik Inggris Raya. Meskipun begitu, Rakyat Belanda tidak menikmati hasil dari keuntungannya. Hal ini menyebabkan rakyat Belanda semakin tidak puas terhadap rezim otoriter Willem V. Berlimpahnya kekayaan yang diterima oleh Belanda dan hanya dinikmati oleh rezim, menyebabkan terbentuknya partai Patriot oleh Joan van der Capellen tot den Pol yang berusaha untuk mengurangi kekuasaan yang dipegang oleh Stadtholder (Rezim Lama).
Kondisi ini menyebabkan munculnya perpecahan antara Orangist (Orang-orang yang bersikap “pro-pangeran”. Mereka adalah orang-orang yang menentang partai Staatsgezinde atau pro-Republik) yang mendukung Stadtholder bertentangan dengan Patriot yang diilhami oleh cita-cita Abad Pencerahan dengan menginginkan pemerintahan yang lebih demokratis dan status masyarakat yang lebih setara. Partai Patriot mulai membangun dukungan dari sebagian besar kelas menengah dan mendirikan milisi (Exercitiegenootschappen) yang terdiri dari warga sipil yang dipersenjatai antara tahun 1783-1787.
Perang Inggris-Belanda Keempat 1780-1784 (Fourth Anglo-Dutch War), telah menyebabkan Belanda mengalami krisis ekonomi. Sebab Perang Inggris-Belanda Keempat yang menghancurkan berbagai fasilitas penunjang perekonomian. Kondisi ini jelas memperburuk situasi dan kondisi perekonomian rakyat Belanda. Kondisi peperangan inilah yang mendorong Patriot untuk memulai gerakannya melawan rezim otoriter Willem V. Di tengah kondisi perang ini, Patriot berhasil mengambil alih beberapa kota dan wilayah untuk mendorong adanya pemilihan baru agar dapat menumbangkan Rezim Lama.
De Bataafse Revolutie (Revolusi Bataaf/Batavian Revolution)
Sejak dimulainya tahun 1783 Patriot mengumpulkan dukungan, sejak saat itu pula revolusi di negeri Belanda mulai dilakukan. Partai Patriot berhasil mengambil alih beberapa kota di Belanda dan berhasil menguasai Utretch (ibukota Belanda saat itu). Dikuasainya beberapa kota di Belanda dan didudukinya Utretch, pada tahun 1785 Willem V melarikan diri menuju Nijmegen setelah gagal mendapatkan dukungan dari tentara Belanda untuk memukul gerakan Patriot.
Pada bulan Mei 1787, pasukan Stadtholder dapat dikalahkan oleh milisi Patriot di dekat Vreeswijk. Putri Wilhelmina yang berhasil dihadang oleh milisi Patriot di dekat Goejanverwellesluis pada 28 Juni 1787, mulai mengirimkan surat untuk meminta bantuan kepada saudaranya, Frederick Willem II dari Prusia. Pada tanggal 13 September 1787 Frederick Willem mengirimkan tentara Prusia sebanyak 20.000 personil di bawah pimpinan Duke of Brunswick mulai melintasi perbatasan Prusia-Belanda.
Pergerakan tertuju pada Benteng Vianen yang ternyata sudah dikosongkan oleh milisi Patriot. Sedangkan dengan mudahnya tentara Prusia memasuki Kota Utrecht. Di Benteng Woerden tentara Prusia mulai menyusun pertahanannya untuk menghadapi serangan dari milisi, namun tidak ada perlawanan yang berarti bagi tentara Prusia, semenjak kehadiran mereka di wilayah Belanda. Di Amsterdam, beberapa rumah para bupati yang berasal dari kaum Patriot mulai dijarah oleh massa. Akibat kondisi inilah Willem V, mulai menuju ke Den Haag dan Amsterdam yang berhasil dikuasai pada 10 Oktober 1787.
Meskipun pertahanan terakhir milisi Patriot di Amsterdam telah dikuasai oleh Stadtholder yang dibantu oleh Prusia, Patriot terus mendesak warga untuk melawan pemerintah. Hal ini dilakukan dengan cara membagikan pamflet-pamflet, membuat klub diskusi dan melakukan demonstrasi. Namun, pemerintah menanggapi hal ini dengan melakukan penjarahan terhadap kota-kota yang menjadi konsentrasi dari milisi Patriot.
Kebanyakan para simpatisan dan kader Partai Patriot pergi ke pengasingan di Prancis, sementara Rezim Willem V di Belanda memperkuat pengaruhnya pada pemerintah Belanda terutama melalui Orangist Grand Pensionary (pensiunan Agung/raadpensionaris seorang pejabat penting) Laurens Pieter van de Spiegel. Peristiwa ini menyebabkan diresmikannya Act of Guarantee pada tahun 1788 di mana Inggris Raya, Prusia dan Republik Belanda membentuk Triple Alliance.
Revolusi Prancis 1789
Setelah terjadinya Gerakan Patriot, Sejak Oktober 1787 dilakukan upaya restorasi di dalam sistem pemerintahan Rezim Lama dengan melibatkan Orangist. Namun, restorasi itu hanya bertahan selama dua tahun. Sebab pada tahun 1789 Revolusi Prancis meletus dan memengaruhi daerah-daerah di sekitarnya, termasuk negeri Belanda.
Dimulainya Revolusi Prancis pada tahun 1789 telah melahirkan berbagai macam ide-ide politik yang bersifat demokratis dan mendukung terbentuknya sistem pemerintahan republik. Ide-ide politik ini mendapatkan dukungan dari para simpatisan dan kader Partai Patriot Belanda yang mengungsi di Prancis setelah kegagalan menggulingkan pemerintahan Willem V. Partai Patriot secara antusias mendukung jalannya Revolusi Prancis, dan ketika tentara revolusioner Prancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte mereka juga bergabung dalam tentara revolusioner Prancis dengan harapan dapat membebaskan negeri Belanda dari pemerintahan Otoriter. Sedangkan di sisi lain, Rezim Willem V bergabung dengan tentara koalisi yang rupanya bernasib buruk karena harus mengalami serangkaian kegagalan dalam membendung gerakan tentara revolusioner Prancis.
Pada awal tahun 1795, kuatnya pengaruh Republik Prancis berdampak pada kondisi politik internal negeri Belanda. Republik Belanda sendiri sesungguhnya lahir dari dukungan yang besar dari rakyat Belanda. Sedangkan pengaruh berdirinya Republik Prancis didirikan oleh dukungan bersenjata dari kekuatan revolusioner.
Perang akibat dari Revolusi Prancis telah memberikan malapetaka bagi pasukan Stadtholder (Rezim Lama Belanda). Pada musim dingin 1794-1795 yang parah, tentara revolusioner Prancis di bawah pimpinan Jenderal Charles Pichegru dan kontingen Belanda di bawah pimpinan Jenderal Herman Willem Daendels mulai menyeberangi sungai-sungai besar yang membeku di mana sungai-sungai ini awalnya secara tradisional melindungi Belanda dari invasi dengan mudah dilewati oleh tentara revolusioner Prancis yang bekerjasama dengan kontingen Belanda yang dipimpin oleh Daendels.
Pergerakan tentara revolusioner dan militer Belanda yang dipimpin oleh Daendels dengan mudah memasuki wilayah Belanda dan berdasarkan fakta yang terjadi pada periode itu, sebagian besar penduduk Belanda juga mendukung ekspedisi ini dan menganggapnya sebagai bentuk pembebasan dari rezim otoriter. Prancis dengan cepat berhasil memukul pasukan stadtholder yang bersekutu dengan Austria dan Inggris.
Sebelum Prancis tiba, sesungguhnya yang terjadi di internal negeri Belanda adalah telah terjadi revolusi di berbagai kota di mana Komite Revolusi berhasil mengambil alih pemerintahan di kota-kota dan bahkan juga berhasil mengambil alih pemerintahan nasional (meskipun hanya sementara). Negara bagian Holland dan West Friesland dihapuskan dan diganti dengan Perwakilan Sementara Rakyat Belanda (Provisionele Representanten van het Volk van Holland). Didirikannya Perwakilan Sementara Rakyat Belanda, dideklarasikan pula berdirinya Republik Bataaf. Hal inilah yang menyebabkan Willem V terpaksa melarikan diri ke Inggris pada 18 Januari 1795. Willem V yang melarikan diri ke Inggris selanjutnya mengeluarkan Surat Kew yang memberikan pernyataan bahwa semua koloni Belanda akan jatuh di bawah kekuasaan Inggris.
Republik Bataaf kemudian didirikan dan menjadi negara bagian yang pada gilirannya menjadi bagian dari Kekaisaran Prancis yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte. Di sisi lain, pengaruh dari intervensi politik Prancis telah membawa Belanda terpecah menjadi beberapa fraksi-fraksi politik yang pada akhirnya situasi ini membawa kondisi politik Belanda menjadi runyam. Pada akhirnya Napoleon Bonaparte berhasil memaksakan parlemen Belanda agar saudaranya diterima dan diangkat sebagai raja Belanda.
Pemerintahan Republik Bataaf
Kepergian Raja Willem V ke Inggris memuluskan berdirinya Republik Bataaf untuk menggantikan rezim lama. Namun, Prancis sebagai ‘pembebas’ ternyata memaksakan kehendaknya terhadap republik baru itu layaknya penakluk. Di bawah ini akan diuraikan pemerintahan Republik Bataaf di Belanda dan pengaruhnya terhadap negeri jajahan.
Prancis dan Republik Bataaf
Meskipun Prancis menampilkan posisi mereka sebagai pembebas rakyat Belanda dari Rezim Lama, tetapi mereka berperilaku layaknya penakluk. Setelah adanya negosiasi yang alot antara perwakilan Republik Bataaf dan perwakilan Republik Prancis, maka disepakatilah Perjanjian Den Haag yang ditandatangani oleh kedua belah pihak pada 16 Mei 1795.
Perjanjian Den Haag selain memaksakan konsensi teritorial dan ganti rugi yang besar, Belanda juga diwajibkan untuk menerima keberadaan tentara pendudukan Prancis yang berjumlah 25.000 orang. Dengan disepakatinya Perjanjian Den Haag, maka status Belanda yang sebelumnya merupakan negara klien Inggris dan Prusia menjadi negara klien Prancis. Selain itu, kebijakan luar negeri dan militer juga diintervensi oleh Prancis sebagaimana yang dilakukan oleh Inggris dan Prusia pada 1787. Tidak cukup sampai disitu, kebijakan ekonomi Belanda pun dipengaruhi oleh kebijakan dan kepentingan ekonomi Prancis.
Intervensi Prancis yang besar pada Republik Bataaf bukan berarti menyebabkan republik ini kehilangan independensinya. Berbagai program reformasi yang ingin dilakukan oleh kaum revolusioner Belanda sebagian besar didorong oleh kebutuhan dan aspirasi rakyat Belanda sendiri.
Revolusi Staten-General
Pada awalnya, kaum revolusioner menggunakan konstitusional republik yang lama. Mereka melanjutkan pembersihan sebagaimana yang telah dialami para bupati Patriot pada 1787. Sekarang tiba gilirannya pembersihan terjadi bagi para bupati Orangist. Pembersihan itu misalnya yang terjadi pada negara bagian Hollan dan West Friesland di mana terdapat 18 kota yang secara resmi mengirimkan perwakilan mereka ke majelis konstituante. Hal ini menyebabkan dihapusnya konstitusi yang lama dan didirikannya Dewan Perwakilan Sementara Rakyat Belanda.
Dibentuknya Dewan Perwakilan Sementara Rakyat Belanda juga dilakukan perubahan anggota dengan tujuan berjuang untuk melakukan reformasi dalam negara konfederasi yang selama ini melakukan diskriminasi terhadap beberapa hal termasuk kepada persoalan tanah, kaum minoritas (katolik dan Yahudi) menuju ke negara kesatuan di mana minoritas akan mendapatkan kebebasannya. Dengan demikian akan terjadi perubahan menuju tatanan politik yang lebih demokratis.
Gerakan demokrasi di akar rumput mulai terbentuk pada musim panas tahun 1795 dengan didirikannya perkumpulan-perkumpulan dan wijkvergraderingen (majelis pertemuan) yang menuntut pengaruh mereka di dalam pemerintahan. Mereka mengingkan dibentuknya semacam pemerintahan paralel dalam bentuk majelis umum selain pemerintah kota dan negara bagian provinsi.
Pada musim gugur 1795 Staten-general mulai melakukan langkah-langkah perubahan untuk menggantikan posisinya dengan cara konstitusional dengan membentuk Majelis Nasional yang akan memiliki kekuasaan eksekutif, legislatif, dan konstituen secara penuh. Tindakan ini awal mulanya mendapatkan perlawanan keras dari kaum konservatif. Dalam beberapa kasus, untuk menghentikan perlawanan ini, bahkan kekerasan pun dilakukan sebagaimana yang terjadi di Friesland dan Gronigen. Majelis Nasional yang baru, baru melaksanakan sidangnya di Den Haag pada Maret 1796.
Perjuangan Untuk Konstitusi
Seperti Staten-General sebelumnya, Majelis Nasional yang baru berisi partai-partai yang secara radikal menentang kesatuan demokratis yang dipimpin oleh oleh Pieter Vreede, Johan Valckenaer dan Pieter Paulus, dan kaum federalis, seperti Jacob Abraham de Mist dan Gerard Willem van Marle. Di dalam kekuatan ini, kaum federalis memegang kendali setelah kematian mendadak Pieter Paulus. Kaum federalis konservatif lebih mahir dalam bermanuver di parlemen.
Majelis Nasional kemudian membentuk komisi konstitusional yang pada bulan November 1796 menyajikan laporan yang merupakan kelanjutan dari peraturan federal yang lama. Karena usulan ini tidak dapat diterima oleh kelompok unitaris, rancangan yang telah dilaporkan oleh komisi konstitusional diubah dan pada akhirnya membentuk dasar untuk konstitusi yang baru.
Majelis Nasional selanjutnya memulai pembicaraan tentang beberapa hal penting seperti pemisahan antara gereja dan negara dan emansipasi minoritas. Selain itu lembaga-lembaga negara yang dibentuk memiliki bentuk yang mirip dengan Konstitusi Prancis tahun 1795. Konstitusi yang memiliki kemiripan dengan konstitusi Prancis tahun 1795 ini disetujui oleh Majelis Nasional pada tanggal 10 Mei 1797.
Rancangan Konstitusi yang telah ditetapkan menjadi tujuan referendum pada tanggal 8 Agustus 1797. Melalui kampanye yang sangat aktif melalui duta besar Prancis, Noel sangat berkontribusi dalam mengalahkan rancangan konstitusi yang baru dengan hasil 108.761 suara menolak rancangan konstitusi sedangkan hanya 27.995 suara yang menyetujui rancangan konstitusi. Peristiwa ini menunjukkan betapa rentannnya politik Belanda dicampuri oleh kekuasaan politik luar.
Memasuki musim gugur 1797, pemilihan Majelis Nasional kedua kekuasaan mulai bergeser ke tangan unitaris. Meskipun demikian, kalangan federalis masih tetap berhasil mempertahankan kekuasaan dan pengaruh mereka atas komisi konstitusional yang baru. Unitaris mengajukan rancangan mereka sendiri di Majelis Nasional dalam bentuk Deklarasi 43 pada 12 Desember 1797. Deklarasi 43 berisi tentang manifesto sembilan poin tentang kondisi yang harus sesuai dengan konstitusi baru.
Duta Prancis yang baru di Belanda, Charles-Francois Delacroix nyatanya memihak kaum radikal dengan melakukan intimidasi bagi para penentang rancangan yang diajukan kaum radikal. Kaum radikal yang dipimpin oleh Wybo Fijnje dan Anthonie Willem Ockerse bersekongkol dengan Pierre Auguste Brahain Ducange, sekretaris duta besar Prancis, mulai merencanakan kudeta 21–22 Januari 1798. Kudeta ini dilakukan dengan bantuan Jenderal Herman Willem Daendels agar dapat menempatkan kaum radikal untuk berkuasa di Belanda.
Sebuah majelis kecil yang terdiri dari sekitar lima puluh orang yang berasal dari kaum radikal mendeklarasikan dirinya sebagai Konstituante. Dalam satu gerakan mereka berhasil memberlakukan seluruh program-program radikal, sementara anggota Majelis Nasional lainnya ditahan secara paksa. Semua kedaulatan provinsi dicabut, anggota majelis yang membangkang diusir; sebuah “Direktori Eksekutif Sementara” diberlakukan; dan komisi konstitusi dikurangi hanya menjadi tujuh orang anggota yang semuanya merupakan kaum radikal.

Meskipun Konstitusi yang dihasilkan ini dianggap sebagai ‘proyek Prancis’, namun ini merupakan hasil dari diskusi dan kesepakatan Konstitusional antara bulan Oktober 1797 dan Januari 1798. Konstitusi baru yang dibahas adalah apa yang selama tahun 1785 menjadi keresahan bagi kaum Patriot sejak 1785, yang menghendaki bahwa jabatan tidak turun-temurun, menuntut akuntabilitas pejabat, liberalisme ekonomi. Hal ini tentu menimbulkan debat yang sengit di kalangan republik yang akhirnya memutuskan untuk menyingkirkan gilda dan hambatan-hambatan yang memperlambat aktivitas perdagangan.
Perubahan-perubahan juga terjadi terhadap sistem pembagian ulang provinsi dan memberlakukan sistem perpajakan nasional. Selain itu juga dibentuk Uitvoerend Bewind yang beranggotakan lima orang sebagai Eksekutif kolektif, dengan delapan Agenten nasional (menteri pemerintah) yang melakukan pekerjaan Administrasi (Luar Negeri, Polisi dan Dalam Negeri, Kehakiman, Keuangan, Perang, Angkatan Laut, Pendidikan Nasional, dan Ekonomi Nasional). Hal terpenting dari tujuan ini adalah untuk mengubah sifat negara Belanda dan mengikat lembaga-lembaga baru yang terbentuk ke dalam kerangka demokrasi elektoral. Dapatlah dikatakan bahwa perjuangan konstitusi ini merupakan dasar yang kuat sebagai doktrin baru tentang kedaulatan rakyat.
Uitvoerend Bewind (Otoritas Eksekutif 1798-1801)
Tidak ingin mengulangi kesalahan Jacobin di Prancis, mereka (kaum radikal) merasa bahwa posisinya tidak terlalu meyakinkan. Hal ini disebabkan oleh cara mereka dalam merebut kekuasaan. Sehingga mereka mulai melakukan penyerangan terhadap klub-klub politik yang sebelumnya merupakan basis politik mereka, sehingga menyingkirkan mereka yang merupakan para pendukung kaum radikal. Di sisi lain atas perintah dari Delacroix, kaum radikal juga bergerak melawan “kontra revolusioner” dengan melakukan “pembersihan” di komisi agar orang-orang yang dianggap kontra-revolusioner dihapus dari daftar pemilih. Hal ini tentu saja telah merusak legitimasi Rezim Baru, karena Patriot moderat juga kehilangan haknya sebagai pemilih. Perlu disadari bahwa Rezim Baru telah mengingkari janji mereka untuk memilih Majelis Perwakilan Rakyat yang benar-benar baru.
Kudeta Kaum Moderat
Disingkirkannya kaum moderat sebagai daftar pemilih, tentu saja mengundang ketidakpuasan dari Daendels. Jenderal Herman Willem Daendels tidak puas dengan rezim yang telah dia bantu untuk berkuasa. Pada 31 Juli 1798 dengan tergesa diselenggarakan pemilihan untuk Majelis Perwakilan Rakyat. Pada pertengahan bulan Agustus 1798 Uitvoerend Bewind yang baru telah ditunjuk. Rezim baru ini sekarang mulai menerapkan kebijakan yang telah ditulis dan dirintis oleh kaum radikal sebelumnya ke dalam konstitusi. Oleh karena itu, kudeta di bulan Juni 1798 bukanlah revolusi reaksioner. Kudeta ini hanya melakukan perubahan personel. Sebagian besar orang yang ditangkap pada kudeta Januari dan Juni dibebaskan dengan semangat rekonsiliasi. Susunan Majelis perwakilan yang baru dibentuk sangatlah memiliki kemiripan dengan Majelis Nasional kedua tahun 1797.
Pemerintahan baru memahami bahwa perubahan tidak mudah terjadi dengan perintah legislatif.bagian dari Konstitusi yang mulai bekerja adalah percobaan demokrasi tidak langsung. Selama periode ini, sistem dari majelis utamanya adalah memilih delegasi yang memilih lembaga pemerintahan masing-masing dapat bekerja secara efisien, dan membuat para pemilih (rakyat) dapat tetap terlibat. Namun, republik yang sesungguhnya tentu harus menerapkan demokrasi yang sesungguhnya (demokrasi langsung), sehingga tujuan lain dari pemerintahan baru ini tidak mudah tercapai.
Reformasi Keuangan Publik
Sebenarnya, bentuk negara kesatuan bukanlah tujuan utama. Akan tetapi, sebagai sarana untuk tujuan yang lebih besar lagi. Republik Bataaf telah berada dalam kesulitan keuangan yang mengerikan bahkan sebelum terjadinya revolusi tahun 1795. Sistem keuangan publik yang telah membuat iri dunia akan keberhasilan Belanda terutama dengan keberhasilan VOC menerapkan monopolinya di Hindia Timur (Indonesia). Kenyataan sebenarnya, jumlah hutang Belanda telah mencapai 310 juta gulden pada tahun 1713.
Jumlah hutang Belanda sebesar 310 juta gulden sebagian besar adalah hutang warga negara Belanda itu sendiri. Meskipun telah ada beberapa upaya untuk mereformasi struktur keuangan sepanjang abad ke-18, nyatanya upaya ini tidak membuahkan hasil. Sehingga, untuk memperbaik situasi ini, Republik Lama mempertahankan kebijakan penghematan yang amat parah sepanjang abad ke-18 ini. Penghematan terutama terhadap pengeluaran pertahanannya yang ditunjukkan dengan menurunnya aktivitas militer dan politik dengan sangat drastis.
Antara tahun 1780 dan 1794 Belanda telah menerbitkan obligasi baru sebesar 120 juta gulden. Namun, pada tahun 1795, total hutang telah mencapai 455 juta gulden. Hutang ini harus ditambahkan dengan hutang VOC dan GWC serta angkatan laut Belanda sekitar 150 juta gulden. Provinsi-provinsi lainnya di luar Belanda memiliki hutang hingga 155 juta gulden. Total keseluruhan hutang diawal berdirinya Republik Bataaf sekitar 760 juta gulden. Hutang ini harus dibayar sebesar 25 juta gulden per tahunnya. Pada tahun 1814 hutang publik telah mencapai 1,7 miliar gulden.
Pendapatan biasa rata-rata pertahun Republik adalah 28-35 juta gulden. Namun, sejak terjadinya perang pada tahun 1793 pengeluaran telah mencapai antara 40-55 juta gulden. Untuk tahun 1800 republik harus mencari dana sebanyak 78 juta gulden untuk menutupi pengeluarannya. Dengan kata lain, Isaac Jan Alexander Gogel sebagai agen keuangan yang baru, harus menghadapi keadaan darurat keuangan. Gogel harus mendapatkan 50 juta gulden per tahun, sedangkan pajak yang diterapkan di Belanda sangat membebani penduduk miskin. Sehingga, Gogel harus mengubah kepada sistem yang baru yaitu menerapkan pajak berdasarkan pendapatan dan kekayaan.
Isaac Jan Alexander Gogel kemudian membangun sistem standar nasional dan menghapuskan diferensiasi provinsi dalam pengambilan pajak sebagaimana yang telah dilakukan selam aini. Namun, reformasi Gogel yang diajukan pada 30 September 1799 mendapatkan banyak perlawanan sehingga reformasi Gogel baru dilaksanakan setelah Kerajaan Belanda terbentuk. Perlu disadari bahwa tindakan Gogel ini adalah tindakan yang didasari pada realitas politik dan ekonomi yang ada pada saat itu.
Reformasi lainnya yang dilakukan antara lain adalah penghapusan serikat pekerja, namun tidak menghasilkan hal yang berarti. Kegagalan-kegagalan ini tentu sangat menimbulkan kekecewaan penduduk terhadap pemerintah. Di sisi lain, Prancis menganggap Republik Bataaf sebagai sapi perahan, baik dilakukan oleh negara maupun dilakukan secara individu oleh para pejabat Prancis yang bertugas di Belanda.
Invasi Inggris-Rusia
Menurunnya popularitas Republik Bataaf di negeri Belanda, tidak luput dari pantauan intelejen Inggris. Namun, karena diterjemahkan dengan keliru oleh Orangist yang mengungsi di Inggris, menyebabkan kegagalan invasi yang dilakukan oleh Inggris dan Rusia ke Belanda. Invasi itu dilakukan di Semenanjung Holland Utara pada tahun 1799.
Meskipun invasi Inggris-Rusia berhasil digagalkan, para anggota Uitvoerend Bewind melakukan berbagai tindakan yang semakin menurunkan popularitas Republik Bataaf. Semisal, van der Goes yang berupaya menjauhkan Republik Bataaf dari Prancis, namun memilih mendekati Raja Prusia dengan rencana dimana akan dibentuk semacam monarki konstitusional. Inggris akan menduduki Belanda Utara dan menyerahkan Zeeland kepada Prancis. Namun, usulan itu jelas ditolak mentah-mentah. Sedangkan di sisi lain, Napoleon Bonaparte telah melakukan kudeta terhadap 18 Brumaire dan mendirikan konsulat Prancis. Dengan demikian maka hubungan Republik Bataaf dengan Prancis memasuki babak baru. Perubahan itu menjadikan Republik Bataaf sebagai negara-klien (client-state) dari Prancis atau dapat dikatakan sebagai negara persemakmuran Prancis. Sehingga, Republik Bataaf memasuki masa Persemakmuran Bataaf (Bataafs Gemenebest) yang berada di bawah kontrol dan kendali Prancis.
Daftar Bacaan Republik Bataaf
- Israel, J.I. 1995. The Dutch Republic: Its Rise, Greatness and Fall, 1477–1806. Oxford: Oxford University Press
- Schama, S. 1977. Patriots and Liberators. Revolution in the Netherlands 1780–1813. New York: Vintage books.
- Vries, J. de, and Woude, A. van der. 1997. The First Modern Economy. Success, Failure, and Perseverance of the Dutch Economy, 1500–1815. Cambridge: Cambridge University Press