Respon India Terhadap Kemerdekaan Indonesia (1945-1949)

Peran India Terhadap Kemerdekaan Indonesia

Respon India Terhadap Kemerdekaan Indonesia – Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, telah mengundang beragam respon dari beberbagai negara, termasuk diantaranya adalah India. Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak semata-mata membuat Belanda merelakannya begitu saja. Belanda menginginkan kembali Indonesia (Hindia-Belanda) sebagai wilayah kekuasaannya. Oleh sebab itu, memasuki akhir tahun 1945 Belanda mulai melakukan blokade atas wilayah laut Indonesia dengan tujuan untuk menghadang masuknya persenjataan ke Indonesia dan keluarnya komoditas-komoditas ekonomi dari Indonesia.

Blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda ini dinilai sangat berat untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia sebab pertumbuhan ekonomi sangatlah dibutuhkan terutama bagi negara yang baru terbentuk. Di tengah blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda, Indonesia berupaya untuk menembus blokade tersebut dengan melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain, salah satunya adalah India. Di dalam artikel ini akan dideskripsikan tentang respon India terhadap kemerdekaan Indonesia.

Respon India Terhadap Kemerdekaan Indonesia

Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan India tidak terjadi secara tiba-tiba. Kondisi India dan Indonesia yang tengah memperjuangkan kemerdekaan, melancarkan komunikasi hubungan diantara keduanya. Peran aktif bangsa Indonesia melalui perdana menteri Sutan Sjahrir juga memainkan peranan yang penting dalam meraih dukungan dari India.

Sjahrir Membuka “Diplomasi Beras” kepada India

Berbagai upaya untuk menembus blokade laut oleh Belanda mulai dilakukan oleh pemerintah Indonesia salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia pada saat itu adalah dengan cara memberikan penawaran bantuan sebanyak 500.000 ton beras untuk India yang pada saat itu tengah mengalami musibah kelaparan.

Pemerintah Indonesia melalui Perdana Menteri yang juga merangkap sebagai Menteri Luar Negeri, Sutan Sjahrir memainkan peranan yang cukup penting dalam diplomasi ini. Sebab, Sutan Sjahrir-lah yang menawarkan bantuan beras kepada India, di mana beras adalah komoditas yang diperebutkan banyak negara di Asia di setelah berakhirnya Perang Dunia II.

Pada 12 April 1946, Sutan Sjahrir melayangkan tawaran bantuan itu melalui seorang wartawan India, P.R.S. Mani. Mani adalah seorang jurnalis untuk surat kabar terbitan India, Free Press of India. Sutan Sjahrir juga berusaha agar bentuk bantuan yang dilakukan oleh Indonesia kepada India ini menjadi isu internasional, di mana berkat hal itulah yang menyebabkan munculnya simpati negara-negara di dunia kepada Indonesia. Tidak hanya itu, “diplomasi beras” Indonesia ini yang membuat kedudukan diplomatik Indonesia semakin menguat di dalam dunia politik internasional sehingga perundingan untuk penyelesaian konflik antara Indonesia dan Belanda dapat dilakukan.

Sutan Sjahrir, sebagai perdana menteri Indonesia dalam menjalin hubungan dengan India, juga mendapat dukungan dari pejabat-pejabat kenegaraan Indonesia, termasuk keputusan Sjahrir ini pun didukung oleh Soekarno dan Hatta. Sutan Sjahrir yang mendapatkan dukungan dari berbagai pihak di dalam pemerintahan Indonesia segera memfokuskan perjuangannya untuk meyakinkan dunia bahwa pernyataan Indonesia akan membantu India dalam mengatasi musibah kelaparan dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Sedangkan di sisi lainnya, Soekarno dan Hatta memfokuskan perjuangan itu untuk menggalang dukungan dari dalam negeri serta memastikan bahwa bantuan beras itu bukan hanya sekadar tawaran, melainkan dapat diwujudkan oleh pemerintah Indonesia yang usianya belum genap sampai setahun. Di mana usia ini dianggap sebagai suatu usia yang seringkali membuat banyak pihak ragu dan menganggap hal itu sebagai sesuatu hal yang muskil dilakukan oleh suatu pemerintahan baru, suatu negara yang baru terbentuk.

Respon India Terhadap Kemerdekaan Indonesia
P.M. Sutan Sjahrir sedang memeriksa kapal laut India Empire Favour yang sedang membongkar textil dan akan memuat beras di Cirebon. Tampak Sjahrir sedang memeriksa bongkar muat barang di kapal tersebut.

Presiden Soekarno sangat mendukung diplomasi yang dilakukan oleh Sjahrir kepada India melalui bantuan beras. Perjanjian mengenai bantuan beras yang dilakukan Indonesia kepada India ditandatangani oleh Perdana Menteri Sjahrir dan K. L. Punjabi, wakil pemerintah India pada tanggal 18 Mei 1946. India yang merespon tawaran bantuan beras dari Indonesia itu, pada akhir Mei 1946, mengirimkan wartawannya untuk meninjau kesiapan pihak Indonesia terkait dengan bantuan beras kepada India di berbagai tempat di pedalaman Jawa.

Baca Juga  Prabu Ajiguna Linggawisesa (1333-1340)

Soekarno yang sangat mendukung keputusan Perdana Menteri Sjahrir untuk menawarkan bantuan beras kepada India pun memberikan sebuah pernyataan sebagaimana yang dilansir di dalam Free Press of India, bagi Presiden Soekarno, Indonesia dan India adalah dekat, dan diantara keduanya diikat oleh kebudayaan dan ras. Selain itu menurut Soekarno bahwa gerakan nasional di Indonesia mendapatkan ilham perjuangan dari perjuangan dan pergerakan bangsa India.

Pada paruh pertama tahun 1946 itu dapat dikatakan bahwa rakyat Indonesia pada umumnya tidak mengalami kekurangan bahan pangan. Terutama Pulau Jawa sedang dikaruniai panen padi yang melimpah di mana kondisi ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintahan militerisme Jepang, yang selama 3,5 tahun memaksa para petani di Jawa menyerahkan padi kepada Jepang dan Jawa memang dijadikan sebagai lumbung beras oleh Jepang.

Dengan begitu jelaslah kiranya bahwa tersedia beras dengan jumlah yang sangat melimpah di Jawa terutama setelah kepergian Jepang. Hal yang menjadi persoalan di Jawa khususnya adalah masyarakat kekurangan bahan pakaian. Bahan pakaian menjadi permasalah penting yang disebabkan perkembangan daripada industri tekstil dapat dikatakan tidak terjadi di Jawa selama pemerintahan militerisme Jepang, dan hal ini menyebabkan Jawa kekurangan bahan pembuatan pakaian.

Peran India Dalam Konferensi New Delhi

Konferensi New Delhi yang dilaksanakan pada tahun 1949 adalah langkah yang ditempuh sebagai respon India terhadap kemerdekaan Indonesia.

Menuju Konferensi New Delhi

Respon India terhadap kemerdekaan Indonesia dengan bentuk dukungan India terhadap pengakuan negara Indonesia bukan hanya sekedar “diplomasi barter” beras dengan pakaian saja. Melainkan bentuk dukungan India terhadap Indonesia sangat terlihat ketika Indonesia mengalami Agresi Militer Belanda pada tahun 1948 yang terutama sekali dari agresi ini pada tanggal 20 Desember 1948 menyebabkan ibukota negara, yakni Yogyakarta berhasil direbut dan dikuasai oleh Belanda.

Di mana dalam penguasaan kota Yogyakarta itu Belanda mulai mengamankan para pemimpin Indonesia. Soekarno, Hatta, Sjahrir dan H. Agus Salim diasingkan ke Prapat. Namun, selanjutnya Soekarno dan Hatta kemudian dipindahkan ke Bangka. Pengasingan yang terpisah ini sengaja dilakukan Belanda untuk memecah persatuan dari para pemimpin Republik Indonesia. Dengan pengasingan yang terpisah, pemimpin-pemimpin Republik Indonesia tidak dapat berkomunikasi satu sama lain.

Penangkapan dan pengasingan itu dilakukan oleh Belanda untuk mencegah kemungkinan terjadinya suatu pemulihan keadaan negara. Adanya Agresi Militer Belanda II segera direspon dengan dikeluarkannya Surat Perintah Kilat dari Panglima Besar Jenderal Sudirman yang ditujukan kepada seluruh anggota Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta.

Berita tentang diserangnya wilayah Republik Indonesia oleh Belanda pada Agresi Militer Belanda II telah sampai di dunia internasional. Berita ini juga dibenarkan oleh laporan Komisi Tiga Negara (KTN) kepada Dewan Keamanan PBB yang melaporkan segala tindakan Belanda kepada Republik Indonesia.

Di dalam laporan tersebut KTN juga melaporkan bahwa Belanda telah melanggar Perjanjian Renville yang telah ditandatangani sebelumnya antara kedua belah pihak (Indonesia dengan Belanda). Berbagai negara mulai bersuara dan memberikan tanggapan terhadap agresi militer yang dilakukan oleh Belanda, dan salah satunya yang memberikan respon adalah India. Pemerintah India yang diwakili oleh Perdana Menteri Pandit Jawaharlal Nehru menyatakan apa yang dilakukan oleh Belanda telah menyalahi hasil dari Perjanjian Renville.

Apa yang telah dilakukan Belanda ini dianggap membuat rakyat Indonesia semakin sengsara. Lewat berbagai cara India berusaha meyakinkan dunia bahwa apa yang telah dilakukan Belanda terhadap Indonesia sangat menyalahi hukum internasional, dan itu sama saja dengan mencoreng citra Dewan Keamanan (DK) PBB sebagai lembaga keamanan dunia. Beberapa saat setelah Agresi Militer Belanda II kepada Indonesia, wakil Pemerintah India di PBB segera mendesak Dewan Keamanan untuk secepat mungkin mengambil suatu resolusi tegas untuk menyelesaikan pertikaian yang terjadi antara Indonesia dan Belanda.

Baca Juga  Terbentuknya Peradaban Cina

Resolusi yang dikeluarkan oleh DK PBB pada tanggal 24 Desember 1948 sebagai hasil rapat bersama yang dihadiri banyak negara, ternyata tidak membawa hasil yang menguntungkan bagi Indonesia. Sebab Belanda tetap pada pendiriannya bahwa apa yang dilakukan oleh Belanda sama sekali tidak melanggar hukum internasional, dan tindakan Belanda terhadap Indonesia itu bukanlah suatu tindakan agresi militer, melainkan suatu aksi polisionil, di mana Indonesia adalah bagian dari wilayah Kerajaan Belanda. Dan artinya Belanda tidak akan menarik mundur pasukannya dari wilayah Republik Indonesia.

Kegagalan DK PBB dalam memaksa Belanda untuk menarik mundur pasukannya dari wilayah Republik Indonesia telah mengecewakan banyak pihak, terutama negara-negara Asia yang sejak semula sangat mendukung kemerdekaan Republik Indonesia. Kegagalan resolusi Dewan Keamanan ditambah tekad Belanda untuk tetap menguasai wilayah Indonesia telah membuat banyak pihak merespon dan menyampaikan argumentasinya, termasuk India. Pemerintah India yang diwakili oleh Perdana Menteri Pandit Jawaharal Nehru menyatakan apa yang dilakukan Belanda akan membahayakan hubungan antara Asia dengan Barat.

Kekerasan tekad Belanda itu seharusnya dapat dibaca sebagai suatu simbol bahwa ternyata masih ada bangsa barat yang tetap ingin menguasai Asia. Dalam harian Merdeka tanggal 4 Januari 1949, perdana menteri India, Nehru menyatakan bahwa negara-negara Asia pasca-Perang Dunia II harus diberi kekuasaan untuk mengatur urusan dan kepentingannya sendiri. Di dalam mengatur urusan dan kepentingan tersebut, kerjasama dengan barat sangat penting untuk dilakukan. Sementara itu, persamaan sejarah juga kedekatan individu pemimpin-pemimpin India dan Indonesia, membuat pemerintah India memberikan perhatian lebih terhadap permasalahan yang terjadi di Indonesia.

Menanggapi situasi dan kondisi Indonesia yang semakin memprihatinkan dan berada dalam posisi yang terjepit, dan atas saran Perdana Menteri Birma (Myanmar) yaitu U Nu, untuk mengumpulkan negara-negara di Asia, pemerintah India mempunyai gagasan untuk menyelenggarakan sebuah rapat bersama dengan negara-negara yang mendukung Republik Indonesia.

Keinginan pemerintah India itu kemudian disampaikan kepada wakil-wakil beberapa negara yang ada di India, dan ternyata mendapat respon yang positif. Pemerintah India berencana mengundang beberapa negara untuk ikut serta mencari solusi atas masalah Indonesia. Keinginan India untuk mengadakan konferensi mendapat sambutan baik dari berbagai negara yang diundang termasuk juga dari Pemerintah Republik Indonesia.

Konferensi tersebut semakin mempunyai arti penting ketika negara-negara Arab menyatakan akan hadir, sehingga dapat disimpulkan bahwa dunia islam sangat mendukung Republik Indonesia, dukungan dari dunia islam yang begitu besar membuat dunia internasional berfokus pada permasalahan yang sedang dihadapi Indonesia dan Belanda. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari giatnya pihak RI dalam melakukan propaganda untuk mencari dukungan dan pengakuan kedaulatan dari berbagai negara sejak diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia. Diharapkan hasil dari konferensi itu selain dapat memberi masukan untuk pengambilan resolusi Dewan Keamanan PBB dalam menangani masalah Indonesia-Belanda, juga dapat mempengaruhi perkembangan yang terjadi di Indonesia.

Konferensi New Delhi 1949

Dalam berbagai kesempatan di konferensi-konferensi sebelumnya, pemerintah India melalui Perdana Menterinya, Pandit Jawaharlal Nehru selalu mengkritik negara-negara Barat yang masih ingin menguasai dan menjajah kembali bangsa Asia, menurutnya keinginan tersebut sudah semestinya dihilangkan. Saat ini harusnya negara-negara Barat dan juga negara-negara Asia harus menjalin kerjasama yang baik supaya dapat terciptanya perdamaian dunia.

Inisiatif Nehru menyelenggarakan konferensi membuktikan bahwa negara-negara yang diundang dalam Konferensi New Delhi semuanya menyesali pembicaraan tentang masalah Indonesia oleh Dewan Keamanan PBB yang tidak memperoleh hasil maksimal. Kurang tegasnya Dewan Keamanan dalam menangani masalah Indonesia mengecewakan dunia Asia, menurut mereka Dewan Keamanan seharusnya bisa menjadi jembatan penghubung antara dunia Barat dan Asia. Adanya konferensi New Delhi menjadi harapan baru agar bangsa Asia lebih mandiri dalam menyelesaikan permasalahan regional di wilayahnya. Dalam konferensi ini India sebagai pemrakarsa konferensi dan juga bertindak sebagai tuan rumah. Dari 20 negara yang diundang, 19 negara diantaranya telah menyatakan kesanggupannya ikut serta di dalam konferensi, termasuk wakil-wakil dari Indonesia. Beberapa negara yang menyatakan dukungan dan ikut serta di dalam Konferensi New Delhi antara lain;

  1. India
  2. Selandia Baru
  3. Thailand
  4. Pakistan
  5. Filipina
  6. Burma
  7. China
  8. Australia
  9. Nepal
  10. Ethiophia
  11. Mesir
  12. Saudi Arabia
  13. Irak
  14. Iran
  15. Yaman
  16. Afghanistan
  17. Lebanon
  18. Suriah
  19. Indonesia
Baca Juga  Sejarah Organisasi APEC

Konferensi ini diselenggarakan pada tanggal 20 – 25 Januari 1949 di Gedung Hyderabad New Delhi. Dari lima hari yang dijadwalkan, tiga hari setelah dibuka, konferensi tersebut sudah berhasil mencapai kesepakatan. Sehari sebelumnya yaitu pada tanggal 19 Januari 1949 pemerintah India telah memanggil pulang duta besarnya untuk Indonesia karena ingin mengetahui langsung kondisi terakhir di Indonesia menjelang diselenggarakannya konferensi. Konferensi dibuka pada hari Kamis 20 Januari 1949 oleh wakil dari Afghanistan dan Burma yang memperkenalkan Nehru sebagai pempinan konferensi.

Di dalam pidatonya Jawaharlal Nehru mewakili Pemerintah India berterima kasih pada para undangan yang bersedia hadir untuk membicarakan masalah Indonesia. Kedatangan wakil-wakil berbagai negara tersebut menjadi bukti bahwa negara-negara yang hadir juga merasakan luka yang diderita oleh segenap rakyat Indonesia.

Hasil Konferensi New Delhi 1949

Setelah beberapa hari melakukan konferensi, diperolehlah keputusan hasil dari konferensi tersebut. Hasil dari konferensi itu disepakati bersama akan diserahkan kepada Dewan Keamanan PBB, agar dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan Resolusi untuk Indonesia dan Belanda. Hasil dari keputusan konferensi New Delhi antara lain;

  1. Pemulihan Pemerintahan Repubik Indonesia ke Yogyakarta.
  2. Pembentukan Pemerintan Interim yang mempunyai kemerdekaan politik luar negeri.
  3. Penarikan tentara Belanda dari seluruh Indonesia.
  4. Penyerahan kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat pada tanggal 1 Januari 1950.

Berdasarkan hasil konferensi tersebut dapat dilihat bagaimana keseriusan tekad dari negara- negara peserta konferensi dalam mendukung kemerdekaan Indonesia sepenuhnya.

Berkumpulnya negara-negara Asia di dalam konferensi tersebut ternyata juga membawa dampak lain bagi Asia. Kesadaran untuk bekerjasama antar negara-negara Asia menjadi semakin meningkat. Setelah membicarakan masalah Indonesia, dalam konferensi tersebut juga tercapai kesepakatan untuk semua negara-negara di Asia. Kesepakatan tersebut berbunyi sebagai berikut:

  1. Untuk selanjutnya, semua negara Asia akan mengadakan hubungan secara teratur satu sama lain melalui jalur-jalur diplomasi yang ada.
  2. Mengintruksikan kepada wakil masing- masing di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara-negara lain untuk selalu mengadakan hubungan dan kerjasama dengan wakil-wakil negara Asia lainnya, supaya terdapat kesejajaran dalam usaha dan tindakan.

Dengan berakhirnya Konferensi Asia di New Delhi bukan berarti berakhir juga dukungan untuk Indonesia. Dukungan tersebut bertambah semakin kuat, itu dibuktikan dengan konsistensi negara-negara yang ikut dalam Konferensi Asia di New Delhi di dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Dalam sidang-sidang yang diadakan Dewan Keamanan, kesembilan belas negara tersebut tidak henti-hentinya bersuara keras terhadap masalah Indonesia dan Belanda.

Jadi itulah peran dan respon India terhadap kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah negara baru yang merdeka terlepas dari pengaruh dan kekuasaan bangsa lain, yakni dalam hal ini adalah Belanda. Konferensi New Delhi yang diprakarsai oleh India pada gilirannya memiliki andil besar untuk mendesak diselenggarakannya Konferensi Meja Bundar yang ditandatangani pada 2 November 1949 untuk mengakhiri masalah antara Indonesia dengan Belanda dan juga untuk pengakuan kedaulatan Indonesia.

Daftar Bacaan

  • Adams, Cindy. 2014. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta: Yayasan Bung Karno/Penerbit Media Pressindo
  • Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Ricklefs, M. C. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200- 1800. Jakarta: Serambi.
  • Sutrimo. 1988. Tinjauan Historis Tentang Peranan PBB Dalam Rangka Menyelesaikan Konflik Indonesia Belanda pada Masa Revolusi Fisik 1945-1950. Bandar Lampung: Universitas Lampung press.

Beri Dukungan

Beri dukungan untuk website ini karena segala bentuk dukungan akan sangat berharga buat website ini untuk semakin berkembang. Bagi Anda yang ingin memberikan dukungan dapat mengklik salah satu logo di bawah ini:

error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca