Revolusi Neolitikum adalah sebuah perubahan besar yang terjadi pada zaman batu muda atau yang biasa juga disebut dengan masa neolitikum. Revolusi Neolitikum diperkirakan terjadi pada periode sekitar 14.000-12.000 tahun yang lalu ketika manusia mulai merubah kebiasaan mereka dalam memproduksi pangan. Di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang sejarah Revolusi Neolitikum.
Pengertian Revolusi Neolitikum
Apa yang dimaksud dengan Revolusi Neolitikum?. Revolusi Neolitikum atau biasa juga disebut dengan Revolusi Pertanian. Revolusi Neolitikum adalah suatu periode transisi di dalam sejarah perkembangan umat manusia dari yang sebelumnya merupakan kelompok kecil dan hidup dengan cara berburu dan meramu (food gathering and food hunting) serta nomaden (berpindah-pindah) menjadi masyarakat yang menerapkan sistem pemukiman dan menerapkan pertanian (food producing).
Jadi, dapatlah dikatakan bahwa Revolusi Neolitik adalah perubahan dari kehidupan berburu dan meramu (food gathering and food hunting) menjadi kehidupan bercocok tanam (food producing). Makna dari Revolusi Neolitik adalah di mana melalui proses inilah akan dimulainya suatu pertumbuhan peradaban awal yang besar.
Kapan Terjadinya Revolusi Neolitikum?
Revolusi Neolitikum terjadi pada masa Neolitikum berlangsung yang mana kira-kira Revolusi Neolitikum dimulai sekitar 10.000 SM di daerah Mesopotamia tepatnya di daerah Fertile Crescent, wilayah berbentuk bulan sabit yang kini terletak di daerah Timur Tengah. Di mana di tempat inilah manusia pertama kali menerapkan sistem pertanian. Tidak lama kemudian, manusia yang berasal dari periode Zaman Batu (stone age) di belahan dunia lain juga mulai menerapkan sistem pertanian.
Revolusi masa neolitikum ini teramat penting bagi kehidupan manusia sebab peradaban dan kota mulai tumbuh dan berkembang yang mana hal inilah merupakan hasil dari inovasi yang diberikan di dalam Revolusi Neolitikum.
Proses Terjadinya Revolusi Neolitikum
Zaman Neolitikum kadang-kadang disebut juga Zaman Batu Baru. Manusia neolitik menggunakan perkakas batu layaknya seperi manusia pada periode-periode sebelumnya (paleolitikum dan mesolitikum) Zaman Batu mereka sebelumnya. Tentang Revolusi Neolitikum secara konsep sebenarnya lahir dari seorang arkeolog berkebangsaan Australia Velle Gordon Childe yang menciptakan istilah “Revolusi Neolitik” pada tahun 1935 untuk menggambarkan periode perubahan yang radikal dan penting di mana manusia mulai membudidayakan tanaman, membiakkan hewan untuk dimakan, dan membentuk pemukiman secara permanen. Kehadiran sistem pertanian memberikan garis pemisah yang tegas antara manusia pada zaman Neolitik dengan manusia-manusia pada periode sebelumnya.
Hingga saat ini belumlah diketahui secara pasti dengan sesungguhnya apa penyebab Revolusi Neolitik atau penyebab Revolusi Neolitikum itu. Hal ini dikarenakan tidak adanya faktor tunggal yang menyebabkan atau kira-kira mendorong manusia untuk mulai melakukan aktivitas bertani yang diperkirakan terjadi kira-kira 12.000 tahun yang lalu. Sehingga penyebab daripada Revolusi Neolitik itu mungkin saja amatlah bervariasi dari satu daerah ke daerah lain.
Penyebab terjadinya Revolusi Neolitikum itu sendiri bisa disebabkan oleh ekanan populasi yang menyebabkan meningkatnya persaingan untuk mendapatkan makanan dan kebutuhan untuk menanam makanan sendiri kemungkinan lahir dari kenyataan ini.
Jadi, kiranya kita dalam hal ini coba untuk memahami salah satu proses yang terjadi di salah satu tempat yang diduga sebagai awal dari terjadinya Revolusi Neolitikum. Bukan berarti bahwa pola yang terjadi di satu tempat ini dapat menjawab keresahan tentang bagaimana proses Revolusi Neolitikum itu benar-benar terjadi sesungguhnya. Apabila melihat pada aktivitas iklim di Bumi di mana sekitar 14.000 tahun yang lalu pada akhir Zaman Es dan suhu mulai meningkat maka periode ini dianggap sebagai awal dari manusia mulai bercocok tanam.
Di kawasan Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent Moon), yang mana secara geografis di sebelah barat dibatasi oleh Laut Mediterania dan di timur oleh Teluk Persia, tanaman-tanaman seperti gandum liar dan barley mulai tumbuh saat suhu mulai semakin hangat. Manusia pra-Neolitik yang disebut Natufians atau yang juga dikenal dengan kebudayaan Natufian mulai membangun rumah dan pemukiman secara permanen di wilayah tersebut.
Dugaan lainnya adalah bahwa kemajuan intelektual manusia yang disebabkan oleh semakin besarnya volume otak memungkinkan telah menyebabkan orang menjadi lebih dapat mengendalikan diri dan mampu berpikir dengan cermat dan lebih cerdas.
Periode Neolitikum yang dimulai ketika beberapa kelompok manusia mulai meninggalkan cara hidup nomaden dan mulai meninggalkan aktivitas berburu dan meramu untuk memulai bercocok tanam. Hal ini bukanlah berarti bahwa aktivitas berburu dan meramu sama sekali telah ditinggalkan. Mungkin diperlukan waktu ratusan atau bahkan ribuan tahun bagi manusia untuk sepenuhnya beralih dari cara hidup ini yang sebelumnya mengumpulkan biji-bijian tanaman liar untuk kemudian lebih memilih memelihara kebun kecil dan kemudian membentuk ladang tanaman yang ukurannya besar.
Terlepas dari persoalan mengenai sebab-sebab umum terjadinya Revolusi Neolitikum di mana manusia mulai memilih menetap juga disebabkan oleh semakin meningkatnya upaya untuk melakukan aktivitas pertanian. Selain daripada melakukan penanaman gandum dan sejenisnya, manusia juga mulai menanam makanan yang kaya dengan protein seperti kacang polong. Oleh karena adanya kelebihan dari hasil produksi tanaman itulah yang kemudian tersedia bahan pangan untuk menambah jumlah populasi di mana hal ini juga ditunjang oleh hasil produksi yang konsisten dan kemampuan manusia dalam menyimpan benih serta merawat tanaman.
Hasil Revolusi Neolitikum
Sistem Pertanian
Domestikasi tanaman terutama sereal seperti gandum emmer, gandum einkorn, dan barley termasuk di antara tanaman pertama yang didomestikasi oleh komunitas pertanian Neolitik di Fertile Crescent. Para petani awal ini juga memelihara lentil, buncis, kacang polong, dan rami. Domestikasi adalah proses di mana petani memilih sifat yang diinginkan dengan membiakkan generasi tanaman atau hewan secara berurutan. Seiring waktu, spesies domestik menjadi berbeda dari kerabat liarnya.
Sekitar pada rentang waktu yang sama ketika para petani di kawasan Bulan Sabit Subur mulai menabur gandum, orang-orang di Asia juga mulai menanam padi dan millet yang diperkirakan mulai terjadi sejak 7.700 tahun yang lalu. Di Semenanjung Yucata, budidaya labu dimulai sekitar 10.000 tahun yang lalu, sedangkan tanaman mirip jagung muncul sekitar 9.000 tahun yang lalu.
Sistem Peternakan
Pada masa Revolusi Neolitikum ini hal terpenting selain dikenalnya sistem pertanian juga adalah manusia mulai menerapkan peternakan. Ketika manusia mulai melakukan eksperimennya dengan hal-hal yang berkait dengan pertanian, manusia juga melakukan hal yang sama pada hewan.
Peternakan yang paling awal atau domestikasi hewan yang paling awal adalah jenis hewan yang diburu oleh manusia pada zaman Neolitik untuk diambil dagingnya. Salah satu hewan yang didomestikasi adalah babi yang mulai dikembangbiakkan yang semula berasal dari babi di hutan dan begitu juga dengan halnya kambing, domba, kuda, dan ayam menyusul kemudian ada sapi dan beberapa hewan lainnya yang sanggup untuk dipelihara dan dikembangbiakkan oleh manusia.
Pada gilirannya hewan peliharaan ini juga membuat pekerjaan pertanian yang berat dilakukan apabila hanya mengandalkan tenaga manusia mulai menggunakan tenaga hewan untuk menggarap lahan-lahan yang hendak ditanami. Selain membantu pekerjaan manusia untuk pertanian yang lebih intensif, hewan juga memberikan nutrisi bagi manusi melalui susu dan daging yang menyebabkan tingkat populasi yang semakin stabil.
Perubahan Sosial
Revolusi Neolitikum juga menyebabkan terjadinya perubahan sosial. Sebagaimana diketahui bahwa pada periode sebelumnya masyarakat hidup dalam sistem sosial yang bersifat komunal primitif di mana tanpa adanya pembagian kerja dan terdapat kesetaraan gender baik antara laki-laki dan perempuan. Di masa Neolitikum akibat dari adanya perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam hal-hal mendasar bagi kehidupan manusia, yakni memproduksi makanannya telah menyebabkan adanya pembagian kerja di antara anggota masyarakat.
Perlu kiranya diakui pula bahwa dengan ditemukannya sistem pertanian dan domestikasi hewan telah mendukung munculnya populasi yang lebih besar secara tidak langsung mendorong terbentuknya organisasi pemerintahan. Surplus pangan memungkinkan muncul dan berkembangnya elit sosial yang dibebaskan dari tenaga kerja yang mendominasi di dalam suatu komunitas dan mendominasi di dalam pengambilan suatu keputusan. Hal demikian ini terjadi oleh karena tidak perlu semua individu di dalam kelompok menghabiskan waktunya untuk memproduksi pangan. Oleh karena tidak perlu semua penduduk menghabiskan waktunya untuk memproduksi pangan, sehingga spesialisasi di dalam masyarakat tentulah sangat mungkin terjadi.
Terdapat pembagian kelas sosial yang nampaknya cukup dalam dan ketidaksetaraan gender. Perlu dipahami disini kiranya bahwa peranan perempuan kini lebih banyak berada di rumah dan lebih banyak mengurus anak-anak mereka. Terutama sekali berkaitan dengan nutrisi bahwa seorang ibu dapat membesarkan anak-anaknya secara bersamaan oleh karena ketersediaan susu yang berasal dari hewan peliharaan (kambing, domba, kuda, sapi) dan juga sereal yang berasal dari hasil pertanian. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila Revolusi Neolitikum terutama dikenalkannya sistem pertanian telah mendorong pertumbuhan populasi yang lebih padat.
Menurunya status perempuan disebabkan oleh karena laki-laki mengambil peran yang lebih besar sebagai pemimpin dalam kelompok, pekerjaan dan juga sebagai seorang pejuang. Hierarki sosial secara berangsur mulai terbentuk di mana kelas sosial yang terbentuk pada masa ini ditentukan oleh pekerjaan. Adapun beberapa kelas sosial yang memainkan peranannya secara khusus antara lain seperti pegawai administrasi, petani, pengrajin, pedagang, dan pemimpin spiritual.
Selain itu, karena semakin meningkatnya intensitas perdagangan maka konflik dengan wilayah lain pun juga seringkali terjadi sehingga kota-kota itu membutuhkan spesialisasi seperti diplomat, penguasa dan juga tentara. Perlu diketahui bahwa kelas sosial yang terbentuk itu memiliki pola yang hampir sama secara umum di mana polanya adalah petani dan pengrajin berada dalam posisi paling bawah sedangkan pejuang (termasuk disini diplomat) dan pendeta atau pemuka agama berada di posisi teratas dalam struktur masyarakat.
Kelebihan pangan yang dihasilkan memungkinkan seseorang untuk lebih produktif dan kreatif. Sehingga tidaklah mengherankan apabila mulai muncul barang-barang kerajinan seperti tektil, tembikar, perkakas rumah tangga, patung dan lukisan yang kelak nantinya mendorong pula munculnya kerajinan logam.
Dengan adanya pemukiman yang padat oleh karena ditemukannya sistem pertanian, maka tidaklah mengherankan apabila diberbagai belahan dunia pemukiman-pemukiman padat ini mulai bermunculan. Pemukiman-pemukiman padat inilah yang mendorong munculnya peradaban-peradaban awal di mana telah memiliki cirinya yang antara lain adalah; populasi yang pada, ekonomi berbasis pertanian, terbentuknya hierarki sosial, sistem pembagian kerja dan spesialisasi bidang, pemerintahan, monumen-monumen, tradisi menulis bahkan sistem kepercayaan yang sangat kompleks.
Kompleksnya masyarakat ini terwujud dalam bentuk kota atau negara-kota yang apabila diambil salah satu contohnya seperti Ur maupun Uruk di Mesopotamia. Di mana kota-kota ini adalah sebagai pusat kekuasaan, produksi pangan, budaya dan perkembangan beragam inovasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat yang kompleks ini sangat rentan dengan berbagai hal seperti penyakit, konflik dan bahkan bencana alam yang menyebabkan berbagai hal di mana itu dapat menjadi pemandangan yang dramatis. Semisal banjir dan kekeringan yang menyebabkan kegagalan panen dapat membawa bencana kelaparan atau mungkin kekeringan yang menyebabkan semakin langkanya persediaan air. Selain bencana alam tentu yang acap kali terjadi adalah wabah penyakit.
Daftar Bacaan
- Brami, Maxime N. 1 December 2019. “The Invention of Prehistory and the Rediscovery of Europe: Exploring the Intellectual Roots of Gordon Childe’s ‘Neolithic Revolution’ (1936)”. Journal of World Prehistory. 32 (4): 311–351.
- Brown, T. A.; Jones, M. K.; Powell, W.; Allaby, R. G. 2009. “The complex origins of domesticated crops in the Fertile Crescent”. Trends in Ecology & Evolution. 24 (2): 103–109.
- Charles E. Redman. 1978. Rise of Civilization: From Early Hunters to Urban Society in the Ancient Near East. San Francisco: Freeman.
- Childe, Vere Gordon. 1936. Man Makes Himself. London: Watts & Company.
- Denham, Tim P.; Haberle, S. G.; Fullagar, R; Field, J; Therin, M; Porch, N; Winsborough, B. 2003. “Origins of Agriculture at Kuk Swamp in the Highlands of New Guinea”. Science. 301 (5630): 189–193.
- Diamond, J.; Bellwood, P. 2003. “Farmers and Their Languages: The First Expansions”. Science. 300 (5619): 597–603.
- Jacques Cauvin. 2000. The Birth of the Gods and the Origins of Agriculture. Cambridge: Cambridge University Press.
- Jean-Pierre Bocquet-Appel. 2011. “When the World’s Population Took Off: The Springboard of the Neolithic Demographic Transition”. Science. 333 (6042): 560–561
- Lewin, Roger. 2009. “The origin of agriculture and the first villagers”. Human Evolution: An Illustrated Introduction (5 ed.). Malden, Massachusetts: John Wiley & Sons.
- Sauer, Carl O. 1952. Agricultural origins and dispersals. Cambridge, MA: MIT Press
- Weisdorf, Jacob L. September 2005. “From Foraging To Farming: Explaining The Neolithic Revolution”. Journal of Economic Surveys. 19 (4): 561–586.