Runtuhnya Hindia-Belanda pada tahun 1942 berkaitan erat dengan invasi yang dilakukan oleh Jepang dan meletusnya Perang Dunia II. Menyerahnya Belanda kepada Jepang mengakibatkan berakhirnya kekuasaan panjang yang dilakukan oleh orang Eropa lebih khususnya Belanda di Hindia-Belanda (Indonesia). Berakhirnya kekuasaan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda juga menjadi awal berkuasanya bangsa Asia di Hindia-Belanda yaitu Jepang. Jepang dengan kekuatan militernya hampir berhasil menguasai sebagian besar daerah di Asia Timur Raya dan kawasan Samudera Pasifik. Di bawah ini akan dijelaskan tentang proses runtuhnya Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda dan masuknya Jepang.
Kondisi Belanda Awal Perang Dunia II
Pada tanggal 10 Mei 1940, Hitler mengirim pasukannya untuk menyerang Belanda yang netral untuk mengepung Prancis. Di bawah ancaman serangan pasukan payung dan panzer Jerman yang didukung oleh Luftwaffe (angkatan udara Jerman), Ratu Belanda dan kabinet Perdana Menteri Dirk Jan de Geer mengungsi ke London pada tanggal 14 Mei 1940,. Pada tanggal 15 Mei 1940 Belanda menyerah dan berhasil diduduki Nazi Jerman setelah terjadinya pemboman dahsyat yang menghancurkan Kota Rotterdam. Jatuhnya Belanda ini menimbulkan guncangan dan tanda tanya besar mengenai nasib wilayah jajahannya. Nasib wilayah jajahannya yang terutama adalah Hindia-Belanda yang memiliki sumber kekayaan alam yang besar.
Kondisi Hindia-Belanda Awal Perang Dunia II
Di Hindia-Belanda, berita mengenai penyerbuan dan pendudukan Belanda mengundang berbagai macam reaksi di kalangan penduduk negeri itu. Pada hari penyerbuan, Gubernur Jenderal Jhr. Mr. A.W.L. Tjarda van Starkenborgh Statchouwer mengumumkan keadaan darurat bagi Hindia-Belanda. Jatuhnya Belanda ke tangan Nazi Jerman pada Mei 1940 membuka kembali harapan di kalangan para pemimpin pergerakan di Volksraad. Para pemimpin pergerakan beranggapan bahwa pemerintah Belanda akan memberikan beberapa konsesi. Akan tetapi, lagi-lagi para pemimpin pergerakan nasional kembali dikecewakan. Mereka hanya mendapat jawaban samar-samar dari van Starkenborg bahwa mungkin akan dilakukan beberapa perubahan setelah perang berakhir.
Pada tanggal 14 September 1940, atas persetujuan pemerintah Belanda, dibentuklah Commissie tot Bestudeering van Staatsrechtelijke Hervormingeng (panitia untuk menyelidiki dan mempelajari perubahan-perubahan ketatanegaraan). Komisi ini diketuai Dr. F.H. Visman sehingga kemudian dikenal dengan nama Komisi Visman.
Harapan akan terjadinya perubahan ketatanegaraan itu semakin sirna dengan adanya pidato Ratu Wilhelmina di London dan Gubernur Jenderal di Volksraad . Pidato Ratu Wilhelmina itu berisakan mengenai masa depan Hindia-Belanda (Indonesia) yang akan dibicarakan setelah perang selesai. Akibatnya, timbul kekecewaan di kalangan tokoh pergerakan yang berorientasi internasional sehubungan dengan sikap pemerintah terhadap berbagai tuntutan mereka maupun Piagam Atlantik. Kekecewaan tersebut mempercepat menurunnya solidaritas Indonesia-Belanda dalam menghadapi ancaman ideologi fasisme. Pada gilirannya, hal itu membuat orang Indonesia terpengaruh oleh propaganda Pan-Asia Jepang. Pan-Asia Jepang menjanjikan pembebasan bangsa mereka dari penjajahan orang kulit putih.
Kebangkitan Jepang
Keberhasilan modernisasi Jepang yang ditunjukkan selama Restorasi Meiji bukan hanya menyebabkan negara tersebut berhasrat untuk menyaingi negara-negara Barat dalam hal teknologi saja. Namun, juga di dalam hal memperluas daerah kekuasaannya. Adapun ideologi dari nafsu ekspansi ini sendiri sebenarnya berasal dari ajaran kuno Jepang yang disebut sebagai Hakko lchi-u (delapan benang di bawah satu atap). Intisari dari Hakko Ichi-u adalah pembentukan suatu kawasan yang didominasi oleh Jepang yang meliputi bagian-bagian besar dunia.
Kebijakan Ekspansi Jepang
Kebijakan ekspansi Jepang untuk memenuhi ajaran Hakko Ichi-u, yang kemudian menimbulkan perang di Asia Pasifik, sebenarnya telah dimulai sejak zaman pemerintahan Kaisar Meiji. Pada 1894, Jepang menyerang Cina dan merampas Formosa (sekarang Taiwan). Kemudian, dalam Perang Rusia-Jepang 1904-1905, Jepang merebut Sakhalin dan Port Arthur. Lima tahun kemudian, negara matahari terbit itu menganeksasi Korea. Daerah kekuasaannya semakin meluas setelah Perang Dunia l, Jepang yang berperang di pihak Sekutu, memperoleh sejumlah bekas wilayah jajahan Jerman di Cina maupun di Samudra Pasifik.
Akan tetapi, ambisi ekspansi Jepang tetap tidak terbendung. Pada 1929, pemerintah Jepang di bawah Perdana Menteri Baron Tanaka mengeluarkan sebuah memorandum rahasia, yang kemudian dikenal dengan nama Memorandum Tanaka. Memorandum tersebut menyerukan pembentukan suatu daerah jajahan besar yang akan menyediakan bahan mentah dan pangan bagi negeri Jepang yang berbentuk kepulauan dan berpenduduk padat dan akan merupakan tempat penyaluran penduduk yang telah berdesakan itu.
Dalam rencana ambisius tersebut, Cina merupakan kunci bagi ambisi Jepang untuk menguasai dunia. Adapun langkah-langkah ekspansi Jepang adalah:
“…menaklukkan Cina, pertama harus menguasai Manchuria dan Mongolia. Apabila berhasil menguasai Cina, negara-negara Asia lainnya akan segan kepada Jepang dan menyerah. Dunia kemudian akan mengerti bahwa Asia adalah milik Jepang dan tidak akan berani menentangnya. Dengan seluruh sumber-sumber Cina di tangan Jepang, Jepang dapat bergerak untuk menguasai India, kepulauan Asia Pasifik, Asia Kecil, Asia Tengah, dan bahkan Eropa”.
Sesuai dengan isi Memorandum Tanaka, pada tahun 1931 Jepang mencaplok Manchuria, sebuah daerah yang kaya batubara dan besi yang amat diperlukan oleh industrinya. Pada 1937 Jepang berhasil menguasai daerah-daerah pantai dan beberapa kota penting di Cina. Segera incaran mata Jepang terarah ke selatan, yaitu Indocina jajahan Prancis dan Hindia Timur jajahan Belanda.
Upaya Jepang Membangun Imperium di Asia
Di dalam usahanya untuk membangun suatu imperium di Asia, Jepang telah meletuskan suatu perang di Pasifik. Armada Amerika terkuat di Pasifik yang berpangkalan di Pearl Harbour, Hawaii, merupakan penghalang besar bagi Jepang yang berambisi memiliki bahan industri di negara-negara selatan. Oleh karena itu, untuk menghancurkan armada Amerika, disusun rencana serangan rahasia oleh Laksamana Isoroku Yamamoto pada bulan September 1941. Pada bulan berikutnya, tanggal 26 November 1941, Armada Laksamana Noichi Nagumo yang diangkat menjadi panglima operasi, yang bergerak dari kepulauan Kuril.
Dengan kekuatan puluhan armada kapal perang, antara lain terdiri dari kapal induk, kapal selam, dan tanker, armada Nagarumo berlayar kearah timur, menyeberangi lautan pasifik melalui jalur pelayaran yang tidak bias dilayari kapal-kapal. Setelah berlayar kira-kira satu minggu, mereka tiba disuatu tempat kira-kira 700 mil disebelah utara pulau Oahu, Hawaii. Pada tanggal 2 Desember 1941, ketika masih dalam pelayaran, laksana Nagumo menerima telegram sandi dari Yamamoto agar ia melaksanakan serangan. Hari H ditetapkan tanggal 7 Desember 1941. Dengan kecepatan tinggi, Armada Nagumo berlayar ke arah selatan dilengkapi dengan kapal induk di tengah-tengahnya.
Penyerbuan Jepang Terhadap Pearl Harbour
Gerakan armada Nagumo itu baru diketahui Amerika Serikat pada saat terakhir sebelum serangan. Serangan udara Jepang dimulai pada hari Minggu pagi, hari libur, pada saat pasukan Amerika tidak siap menghadapinya. Di Pearl Harbour terdapat 96 kapal dari berbagai jenis yang merupakan inti kekuatan Amerika Serikat di pasifik dibawah pimpinan Laksamana H.E Kimmel.
Jepang melancarkan serangan udara di mana gelombang pertama terjadi pada pukul 07.45. Serangan Jepang mengerahkan 183 pesawat pengebom dari kapal induk Jepang. Satu jam kemudian, serangan kedua dengan 170 pesawat pengebom menggempur pangkalan Pearl Harbour. Serangan berakhir pukul 10.00 dan Amerika Serikat mengalami kerugian dengan hancurnya 86 pesawat terbang Angkatan Darat, dan 97 pesawat terbang Angkatan Laut dengan korban 2.117 orang tewas, 876 luka-luka dan 960 orang hilang dengan korban lainnya. Sedangkan Jepang harus kehilangan 29 pesawat terbang dari 353 pesawat terbang dan 55 pilot serta 6 kapal selam mini.
Lima jam setelah serangan itu, pada tanggal 7 Desember 1941, Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roselvelt menandatangani pernyataan perang terhadap Jepang. Pernyataan ini diikuti oleh oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh dan kemudian disiarkan melalui radio NIROM yang melibatkan Indonesia dalam perang melawan Jepang. Sebelumnya daerah selatan merupakan salah satu target sasaran serangan Jepang sesuai dengan rumusan Kementerian Angkatan Darat Jepang 4 Oktober 1940 karena Indonesia dianggap sebagai sumber bahan strategis terutama minyak dan karet yang harus dikuasai dengan cara menduduki Indonesia.
Jepang Menyerbu Indonesia
Sesuai dengan rencananya menyerbu selatan, Jepang akhirnya menyerbu Indonesia juga melalui dari serangan udara yang didukung kekuatan angkatan darat dan angkatan laut. Kekuatan Jepang yang lebih besar dari kekuatan Belanda, akhirnya mampu menduduki wilayah selatan terutama Indonesia.
Periode tahun 1940-1942, pertentangan antara pemerintah dengan fraksi-fraksi nasional di Volksraad semakin meruncing dan menciptakan keadaan yang mencemaskan pemerintah kolonial Belanda. Menghadapi situasi demikian, pemerintah Hindia Belanda melakukan tindakan pengamanan terhadap tokoh pergerakan yang dianggap berbahaya. Pada bulan Januari 1941 pihak kepolisian menangkap Moh. Husni Thamrin dan Douwes Dekker yang dianggap mempunyai hubungan dengan kaum pergerakan yang radikal dan Jepang.
Pada tanggal 1 januari 1942 Jepang menawarkan suatu persetujuan damai kepada Hindia Belanda sambil mengabaikan pernyataan sebelumnya dan permusuhan-permusuhan yang sudah timbul. Hindia Belanda menjawab bahwa sikap tidak berubah dan menganggap dirinya dalam keadaan perang terhadap Jepang. Pada 1 januari Tokyo lalu menyatakan bahwa ia terpaksa menyatakan perang terhadap kerajaan Belanda dan sekarang terpaksa memulai tindakan-tindakan permusuhan terhadapnya.
Kronologis Penyerbuan Jepang ke Indonesia
Awal Serangan Jepang
Berikut adalah kronologis penyerbuan dan penyerangan Jepang ke Indonesia :
- 11 Januari 1942 : Tentara Jepang mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur, untuk merebut sumber minyak.
- 12 Januari 1942 : Komandan Belanda di Tarakan, Kalimantan Timur menyerah.
- 24 Januari 1942 : Balikpapan yang merupakan sumber minyak ke-2 jatuh ke tangan tentara Jepang.
- 29 Januari 1942 : Pontianak berhasil diduduki oleh Jepang.
- 3 Februari 1942 : Samarinda diduduki Jepang.
- 5 Februari 1942 : Di Kotabangun, tentara Jepang melanjutkan penyerbuannya ke lapangan terbang Samarinda II yang waktu itu masih dikuasai oleh tentara Hindia Belanda (KNIL).
- 10 Februari 1942 : dengan berhasil direbutnya lapangan terbang itu, maka dengan mudah pula Banjarmasin diduduki oleh tentara Jepang.
- 14 Februari 1942 : Jepang menerjunkan pasukan payung di Palembang.
- 16 Februari 1942 : Palembang dan sekitarnya berhasil diduduki.
Dengan jatuhnya Palembang itu sebagai sumber minyak, maka terbukalah Pulau Jawa bagi tentara Jepang. Di dalam menghadapi ofensif Jepang, pernah dibentuk suatu komando gabungan oleh pihak Sekutu, yakni yang disebut ABDACOM (American British Dutch Australian Command) yang markas besarnya ada di Lembang, dekat Bandung. ABDACOM dipimpin oleh Jenderal H. Ter Poorten diangkat sebagai panglima tentara Hindia Belanda (KNIL/Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger).
Terdesaknya Belanda dan ABDACOM
Pada akhir Februari 1942 Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda van Starkenborgh telah mengungsi ke Bandung disertai oleh pejabat-pejabat tinggi pemerintah. Pada masa itu Hotel Homman dan Preanger penuh dengan pejabat-pejabat tinggi Hindia Belanda.
- 27 Februari 1942 : Jepang menggempur kekuatan sekutu yang merupakan gabungan dari Belanda, Amerika, Inggris, dan Australia. Pemimpin sekutu, Kapten Doorman turut tewas dalam pertempuran ini. Jepang akhirnya berhasil mendarat di pulau Jawa dibawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Immamura. Kekuatan invasi Jepang di Jawa menunjukkan kekuatan jumlah yang lebih besar dari sekutu, pihak Jepang juga memiliki kekuatan udara taktis.
- 28 Februari 1942 : Tentara ke-16 Jepang mendarat di tiga tempat sekaligus yaitu di teluk Banten, Eretan (Jawa Barat) dan di Kragan (Jawa Tengah).
- 1 Maret 1942 : Jepang telah mendaratkan satu detasemen yang dipimpin oleh Kolonel Toshinori Shoji dengan kekuatan 5000 orang di Eretan, sebelah Barat Cirebon. Pada hari yang sama, Kolonel Shoji telah berhasil menduduki Subang. Momentum itu mereka manfaatkan dengan terus menerobos ke lapangan terbang Kalijati, 40 Km dari Bandung. Setelah pertempuran singkat, pasukan-pasukan Jepang merebut lapangan terbang tersebut.
- 2 Maret 1942 : Tentara Hindia Belanda berusaha merebut Subang kembali, tetapi ternyata mereka tidak berhasil.
- 3 Maret 1942 : Serangan balasan kedua atas Subang dicoba dan sekali lagi, tentara Hindia Belanda berhasil dipukul mundur.
- 4 Maret 1942 : Untuk terakhir kalinya tentara Hindia Belanda mengadakan serangan dalam usaha merebut Kalijati dan mengalami kegagalan.
Status Kota Terbuka Batavia
Pada tanggal 5 Maret 1942 ibu kota Batavia (Jakarta) diumumkan sebagai ‘Kota Terbuka’ yang berarti bahwa kota itu tidak akan dipertahankan oleh pihak Belanda. Segera setelah jatuhnya kota Batavia ke tangan mereka, tentara ekspedisi Jepang langsung bergerak ke selatan dan berhasil menduduki Buitenzorg (Bogor). Pada tanggal yang sama, tentara Jepang bergerak dari Kalijati untuk menyerbu Bandung dari arah utara. Mula-mula digempurnya pertahanan di Ciater, sehingga tentara Hindia Belanda mundur ke Lembang dan menjadikan kota tersebut sebagai pertahanan terakhir. Tetapi tempat ini pun tidak berhasil dipertahankan sehingga pada tanggal 7 Maret 1942 dikuasai oleh tentara Jepang.
Akhir Penyerbuan Jepang di Indonesia
Tidak berselang lama sesudah berhasil didudukinya posisi tentara KNIL di Lembang, maka pada tanggal 7 Maret 1942, pasukan-pasukan Belanda di sekitar Bandung meminta penyerahan lokal dari pihak Belanda ini kepada Jenderal Imamura tetapi tuntutannya adalah penyerahan total daripada semua pasukan Serikat di Jawa (dan bagian Indonesia lainnya).
Jika pihak Belanda tidak mengindahkan ultimatum Jepang, maka Kota Bandung akan di bom dari udara Jenderal Imamura pun mengajukan tuntutan lainnya agar Gubernur Jenderal Belanda turut dalam perundingan di Kalijati yang diadakan selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Jika tuntutan ini dilanggar, pemboman atas Kota Bandung dari udara akan segera dilaksanakan.
Akhirnya pihak Belanda memenuhi tuntutan Jepang dan keesokan harinya, baik Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer maupun Panglima Tentara Hindia Belanda serta beberapa pejabat tinggi militer dan seorang penerjemah pergi ke Kalijati. Di sana mereka kemudian berhadapan dengan Letnan Jenderal Imamura yang datang dari Batavia (Jakarta). Hasil pertemuan antara kedua belah pihak adalah kapitulasi tanpa syarat Angkatan Perang Hindia Belanda kepada Jepang.
Perundingan Kalijati: Runtuhnya Hindia-Belanda
Pada pukul 13.20 Letnan Jenderal Ter Poorten dan Letnan Jenderal Immamura menandatangani dokumen penyerahan tanpa syarat yang disusun dalam bahasa Jepang dan bahasa Belanda. Peristiwa ini disebarluaskan oleh radio NIROM pada 9 Maret 1942 sehingga berita Belanda menyerah kepada Jepang semakin cepar tersiar dimana-mana. Hal ini menyebabkan tekanan luar biasa bagi pihak Belanda sehingga banyak tentara Belanda yang mengundurkan diri. 13 Mei 1942, kota Medan, Padang, Bukittinggi, Tanjungsiram dan Kutacane berhasil diduduki oleh Jepang sehingga membuat peralihan kekuasaan Indonesia ke tangan Jepang benar-benar terjadi secara mutlak. Dengan runtuhnya Hindia-Belanda menyebabkan dimulainya pemerintahan militerisme Jepang di Indonesia.