Sarekat Islam (1912-1940)

Sarekat Islam adalah salah satu organisasi pergerakan nasional yang terbesar pada masa pergerakan nasional Indonesia. Sebagai organisasi terbesar yang pernah ada tentunya Sarekat Islam memiliki pengaruh yang cukup signifikan di dalam perkembangan pergerakan nasional itu sendiri mulai dari keorganisasian, pendidikan, ketatanegaraan, dan lain-lain. Di bawah ini akan dijelaskan sejarah singkat sejarah Sarekat Islam yang diantaranya terdiri dari latar belakang berdirinya Sarekat Islam, tujuan organisasi Sarekat Islam, bentuk perjuangan Sarekat Islam hingga kemunduran Sarekat Islam.

Latar Belakang Berdirinya Sarekat Islam

Setelah H. Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam di Surakarta pada tahun 1911, perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan itu menjadi Sarekat Islam. Kata “Dagang” dalam Sarekat Dagang Islam dihilangkan dengan maksud agar ruang geraknya lebih luas tidak dalam bidang dagang saja, melainkan sebagaimana ungkapan Tjokroaminoto, Sarekat Dagang Islam harus bergerak di bidang politik.

Dalam perkembangan awalnya setelah Sarekat Dagang Islam berubah menjadi Sarekat Islam situasi awal ini merupakan suatu “banjir besar” yang dalam artian bahwa massa dapat dimobilisasi serentak secara besar-besaran, baik dari kota-kota besar maupun pedesaan. Sejak empat tahun organisasi ini didirikan keanggotaannya sudah mencapai 360.000 orang dan menjelang tahun 1919, keanggotaannya telah mencapai hampir 2,5 juta orang, dan prorgam kebangsaannya yang militan benar-benar dibuktikan untuk memperoleh kemerdekaan penuh.

Sarekat Islam meratakan kesadaran nasional terhadap seluruh lapisan masyarakat, atas, tengah dan rakyat biasa diseluruh tanah air, terutama melalui kongres Nasional Sentral Islam di Bandung pada 1916. Perkembangan Sarekat Islam dapat dibagi menjadi empat bagian:

1911-1916 memberi corak dan bentuk bagi partai;
1916-1921 dapat dikatakan merupakan periode puncak;
1921-1927 periode konsolidasi;
1927-1942 yang memperlihatkan usaha partai untuk tetap mempertahankan eksistensinya di forum politik Indonesia.

Pada periode antara tahun 1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis perjuangan parlementer dan evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan politik kerja sama dengan pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923, Sarekat Islam menempuh garis perjuangan non-kooperatif. Artinya, organisasi tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri.

Latar belakang Sarekat Islam merupakan kelanjutan dari latar belakang Sarekat Dagang Islam yaitu reaksi terhadap monopoli penjualan bahan baku oleh pedagang China yang dirasakan sangat merugikan pedagang Islam. Namun, para pendiri Sarekat Islam mendirikan organisasi itu bukan hanya untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang Cina namun untuk membuat front perjuangan untuk melakukan perlawan atas penghinaan terhadap rakyat bumi putera. Juga merupakan reaksi terhadap rencana krestenings politik (politik pengkristenan) dari kaum Zending, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan-penindasan dari pihak ambtenaar (pegawai negeri) bumi putera dan Eropa. Pokok utama perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan.

Jika meninjau tujuan Sarekat Islam berdasarkan anggaran dasarnya, maka tujuan organisasi ini dapat dirumuskan seperti berikut: mengembangkan jiwa dagang: membantu para anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha; memajukan pengajaran dan semua usaha yang menaikkan derajat rakyat bumiputera; menentang pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam, Sarekat Islam secara terang tidak berisikan politik, namun dari seluruh aksi perkumpulan itu dapat dilihat bahwa Sarekat Islam tidak lain melaksanakan suatu tujuan ketatanegaraan; serta tujuan lainnya yaitu hidup menurut perintah agama.

SI terpecah menjadi beberapa kelompok, walaupun arti penting sepenuhnya kelompok-kelompok tersebut belum jelas. Kelompok yang beraliran kiri yang dipimpin oleh cabang Semarang berusaha keras mendapatkan kekuasaan. Di Jawa Barat suatu cabang revolusioner rahasia yang diberi nama ‘Afdeeling B’ yang merupakan suatu organisasi yang tertutup (organisasi bawah tanah) yang secara resmi tidak memiliki hubungan apapun dengan Sarekat Islam mulai didirikan oleh Sosrokardono dari CSI dan beberapa aktivis lainnya tahun 1917. Sementara itu, CSI mengharapkan dapat menjalankan kegiatan politik yang sah di dalam Volksraad.

D.M.G. Koch mengemukakan terdapat tiga aliran dalam tubuh Sarekat Islam yaitu yang bersifat islam fanatik, yang bersifat menentang keras dan golongan yang hendak berusaha mencari kemajuan dengan berangsur-angsur dengan bantuan pemerintah. Akan tetapi,apabila cita-cita tidak adil terhadap rakyat Indonesia, kerohanian Sarekat Islam tetap demokratis dan militan (sangat siap untuk berjuang). Beberapa aspek perjuangan berkumpul dalam tubuh Sarekat Islam sehingga ada yang menyatakan bahwa organisasi Sarekat Islam merupakan “gerakan nasionalistis-demokratis-ekonomis’.

Perkembangan Sarekat Islam

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan Sarekat Islam dengan cepat adalah: Kesadaran sebagai bangsa yang mulai tumbuh; Sifatnya kerakyatan; Didasari agama Islam; Persaingan dalam perdagangan; dan digerakkan oleh para ulama.

sarekat islam

Pada 1912 organisasi itu merubah namanya yang semula Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam. Asal-usul organisasi yang bersifat Islam dan berkaitan dengan aktivitas dagang segera menjadi kabur, dan istilah Islam pada namanya kini sedikit banyak lebih mencerminkan adanya kesadaran umum bahwa anggota-anggotanya yang berkebangsaan Indonesia adalah kaum muslimin, sedangkan orang-orang Cina dan Belanda bukanlah muslim.

Baca Juga  Sarekat Dagang Islam (1911-1912)

Penggantian nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam jugalah yang menyebabkan massanya semakin meluas karena tidak hanya sebatas para pedagang saja. Itulah yang menjadi penyebab Sarekat Islam lebih berhasil dalam menghimpun anggota dan Sarekat Islam berhasil menjadi organisasi massa sampai pada lapisan bawah masyarakat karena tidak terbatas oleh status sosial seperti yang ditunjukkan oleh Budi Utomo.

Perkembangan Sarekat Islam 1911-1916, organisasi ini telah banyak mendapat sambutan positif dari rakyat. Jika dilihat dari pergerakan Sarekat Islam merupakan organisasi yang paling berbeda pada tahun-tahun tersebut. Sarekat Islam merupakan gerakan total yang artinya tidak terbatas pada satu orientasi tujuan,akan tetapi mencakup berbagai aspek aktivitas yakni ekonomi, sosial, kultural. Tahun 1916 saja diperkirakan anggotanya telah mencapai 800.000 orang dan terus mengalami peningkatan pada tahun-tahun berikutnya.

Pemerintah kolonial Hindia-Belanda merasa khawatir terhadap perkembangan Sarekat Islam yang begitu pesat karena mengandung unsur-unsur revolusioner. Sarekat Islam dianggap dapat membahayakan kedudukan pemerintah kolonial Hindia-Belanda, karena mampu memobilisasikan massa. Sehingga pihak pemerintah kolonial Hindia-Belanda segera mengirimkan salah seorang penasihatnya kepada organisasi tersebut. Gubernur Jenderal Idenburg meminta nasihat dari para residen untuk menetapkan kebijakan politiknya. Hasil sementaranya Sarekat Islam tidak boleh berupa organisasi besar dan hanya diperbolehkan berdiri secara lokal.

Suatu sikap yang amat hati-hati diperlihatkan oleh Gubernur Jenderal Idenburg di mana Idenburg secara hati-hati mendukung organisasi Sarekat Islam. Dukungan yang diberikan oleh Idenburg ini nampak pada tahun 1913 ketika Idenburg memberi pengakuan resmi kepada Sarekat Islam. Meskipun sebenarnya Idenburg hanya mengakui organisasi-organisasi tersebut sebagai suatu kumpulan cabang-cabang yang otonom saja dari pada sebagai suatu organisasi nasional yang dikendalikan oleh markas besarnya yakni Centraal Sarekat Islam (CSI).

Dengan tindakan itu Idenburg menganggap bahwa ia membantu para pemimpin organisasi baru dengan tidak membebani CSI dengan tanggung jawab atas semua afdeiling Sarekat Islam. Namun, atas keputusannya itu CSI menjadi sulit melakukan pengawasan terhadap afdeiling-nya dan orang Belanda menganggap bahwa keputusan Idenburg tersebut adalah sesuatu yang keliru.

Perlu kiranya dipahami bahwa faktor penting dalam mempropagandakan Sarekat Islam ialah pers-pers yang dikelola oleh bumiputera dan juga kongres-kongres Sarekat Islam itu sendiri. Jumlah koran pada masa sebelum dan selama munculnya Sarekat Islam bertambah secara signifikan. Adapun kongres dan pertemuan lain yang diadakan oleh Sarekat Islam mempunyai pengaruh yang sangat penting sebagai alat propaganda organisasi itu sendiri.

Pada perkembangan organisasi Sarekat Islam selanjutnya tumbuhlah afdeiling-afdeiling Sarekat Islam di berbagai daerah, seperti Sarekat Islam Semarang, Sarekat Islam Yogyakarta, Sarekat Islam Surakarta serta Sarekat Islam Surabaya dan tidak lupa dibentuk pula semacam SI pusat atau CSI dengan struktur modern. Salah satu faktor berkembangnya Sarekat Islam secara pesat dengan memiliki basis massa yang besar adalah karena diperbolehkannya kartu keanggotaan rangkap. Akibatnya, mayoritas anggota Sarekat Islam juga merupakan anggota dari organisasi lain, seperti ISDV, PKI, ataupun serikat-serikat kerja dan buruh.

Dapatlah dikatakan bahwa Sarekat Islam sebagai organisasi mencapai puncak kejayaan pada tahun 1915, tapi setelah tahun itu memasuki masa kemunduran Sarekat Islam itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh karena hilangnya pengaruh dan kemunculan konflik internal yang berkaitan dengan arah organisasi Sarekat Islam. Pertentangan pertama terjadi pada tahun 1916 ketika pemimipin Sarekat Islam di Jawa Barat melakukan upaya pemisahan diri cabang Jawa Barat dan Sumatera Selatan dari bagian lain. Namun pada masa ini belum jelas visinya karena masih bersifat mendua dan masih mengunakan istilah “kongres”.

Dengan jumlah massa yang banyak, maka telah mendorong organisasi-organisasi lainnya untuk melirik dan mendapat pengaruh dalam tubuh Sarekat Islam. Sebut saja seperti ISDV yang mulai melakukan infiltrasi ke dalam tubuh Sarekat Islam melalui beberapa tokoh diantaranya adalah Semaun dan Darsono. Di bawah pengaruh Semaun Sarekat Islam cabang Semarang mengambil garis anti-kapitalis yang kuat. Cabang ini menentang peran serta Sarekat Islam dalam kampanye Indie weerbar, menentang gagasan untuk dalam Volksraad dan dengan sengit menyerang kepemimpinan CSI yang berada di bawah pimpinan langsung Tjokroaminoto.

Periode 1916-1921, telah ada kemajuan sudah ada rumusan yang jelas ditunjukkan pada program kerjanya. Selanjutnya adanya usulan pembentukan dewan rakyat (Volksraad) dengan ketua Tjokroaminoto (1918), forum ini sebagai aksi pendapat bagi parlemen Belanda dan menjadi rem terhadap aliran konservatif juga dapat digunakan sebagai media menyalurkan ide-ide politik Sarekat Islam dan juga untuk menghindari sikap anarkis, tapi lama-lama lembaga ini digunakan sebagai alat pemerintah.

Baca Juga  Konflik Kamboja (1967-1975)

Periode 1921-1927 melakukan struktur baru melalui kongres nasional ketujuh di Madinah tanggal 17-20 Februari 1923. Karena struktur lama dianggap berbahaya dalam kepemimpinan organisasi dan tranformasi baru tahun 1927. Dengan pemerintah mengambil jarak .dalam susunan struktur menghilangkan wakil dalam dewan rakyat. Pada tahun 1926 terjadi pertikain dengan Muhammadiyah yang berdampak banyak orang-orang Muhammadiyah dikeluarkan dari Sarekat Islam.

Periode 1927-1942 adalah periode di mana banyak berdiri partai baru misalnya PNI di bawah pimpinan Soekarno. Pada periode ini ada dua kubu yang berseteru nasionalisme Islam dan nasionalisme agama dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan, pada masa ini Sarekat Islam mengalami perpecahan menjadi PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), Komite Kebenaran, dan Partai Penyadar.

Perpecahan pada periode ini sungguh perpecahan yang membawa Sarekat Islam pada jurang keruntuhan. Sebab periode 1920-an telah terjadi perpecahan Sarekat Islam menjadi SI Putih dan SI Merah yang dilatarbelakangi oleh perbedaan arah pergerakan organisasi terutama antara SI Semarang (Merah) dan CSI (Putih). Pada tahun 1930-an Sarekat Islam dirubah menjadi Partai Syari’at Islam Indonesia, yang senantiasa bermusuhan dengan pemerintah. Pada tahun 1934 Tjokroaminoto meninggal dunia, dan tiga tahun berikutnya H. Agus Salim dipecat lalu muncul partai-partai baru, seperti: PII, GAPI, MIAI, dan MRI.

Kongres-Kongres Sarekat Islam

Kongres Pertama Sarekat Islam dilakukan pada 26 Januari 1913 di Surabaya. Kongres tersebut dipimpin oleh Tjokroaminoto yang menjelaskan dengan tegas bahwa Sarekat Islam bukanlah partai politik dan tidak memiliki maksud serta tujuan untuk melakukan perlawanan pada pemerintah kolonial Hindia-Belanda.

Pada kongres kedua Sarekat Islam yang dilaksanakan di Yogayakarta pada tahun 1914, Tjokroaminoto terpilih sebagai Ketua organisasi Sarekat Islam. Ketika terpilih sebagai ketua dari Sarekat Islam, Tjokroaminoto berusaha tetap mempertahankan keutuhan dengan mengatakan bahwa kecenderungan untuk memisahkan diri dari Centraal Sarekat Islam (CSI) harus dikutuk dan persatuan harus dijaga karena Islam sebagai unsur pemersatu.

Kongres Ketiga (17-24 Juni 1916) diadakan di Bandung. Kongres yang dilaksanakan di Bandung ini merupakan Kongres Nasional Sarekat Islam yang Pertama dengan peserta sebanyak 360.000 orang sebagai perwakilan dari 80 cabang Sarekat Islam yang total anggotanya mecapai 800.000 orang. Kongres ini dipimpin oleh Tjokroaminoto dengan harapan agar Sarekat Islam dapat menuju ke arah persatuan yang teguh antar-golongan bangsa Indonesia.

Namun sebelum Kongres Nasional Sarekat Islam Kedua tahun 1917 yang diadakan di Batavia, telah muncul aliran revolusioner sosialis yang selalu siap berjuang. Di mana aliran revolusioner ini dipimpin oleh Semaun dan Darsono yang merupakan pelopor penggunaan senjata dalam berjuang melawan imperialisme yang bersandarkan pada teori perjuangan kelas Karl Marx. Pada saat itu Semaun menduduki jabatan ketua pada Sarekat Islam Semarang. Sejak itu pula mulai muncul pertentangan antara pendukung paham Islam dan paham Marxisme sehingga terjadilah perdebatan antara H. Agus Salim-Abdul Muis dengan pihak Semaun.

Di dalam Kongres Nasional Kedua Sarekat Islam di Batavia tahun 1917 itu diputuskan pula tentang keikutsertaan Sarekat Islam di dalam Volksraad. Di mana hasil keputusannya adalah Tjokroaminoto dan Abdul Muis mewakili Sarekat Islam dalam Volksraad tersebut.

Pada Kongres Sarekat Islam tahun 1921 di Madiun Sarekat Islam mengubah namanya menjadi PSI (Partai Sarekat Islam) dan pada tahun yang sama, Sarekat Islam mengalami perpecahan untuk yang pertama kalinya menjadi dua kelompok. Hal ini terjadi ketika afdeiling Sarekat Islam yang mendapat pengaruh komunis dapat disingkirkan, lalu menamakan dirinya bernaung dalam Sarekat Rakyat (SR) atau Sarekat Islam Merah yang merupakan organisasi dibawah naungan Partai Komunis Indonesia (PKI) dipimpin oleh Semaun.

Sedangkan Sarekat Islam Putih dipimpin oleh Tjokroaminoto dengan anggotanya sebagian besar adalah anggota dan tokoh-tokoh Sarekat Islam awal .Sejak itu, Sarekat Islam dan Sarekat Rakyat berusaha untuk mencari dukungan dari massa dan dapat dikatakan bahwa keduanya cukup mencapai keberhasilan.

Kongres Sarekat Islam pada 8-11 Agustus 1924 di Surabaya, mengambil keputusan non-kooperasi terhadap pemerintah dan Volksraad serta keputusan menentang kaum komunis mulai dilakukan secara giat. Kemudian Kongres CSI pada 21-27 Agustus 1925 di Yogyakarta bertujuan untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penindasan dan penjajahan melalui pembukaan sekolah-sekolah guna mencetak pribadi yang tangguh dalam kehidupan sosial, budaya dan ekonomi berdasarkan syariat-syariat Islam.

Kongres Partai Sarekat Islam (PSI) tahun 1927 menegaskan struktur partai yang kuat sehingga PSI bergabung kedalam PPPKI (Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) PSI yang merupakan anggota federasi PPPKI, lambat laun tidak senang terhadap badan federatif itu. Dalam kongres PPPKI akhir bulan Desember 1929 di Solo, Mohammad Husni Thamrin menyatakan bahwa ia sangat keberatan terhadap sikap PSI cabang Batavia yang tidak ikut serta dalam rapat-rapat protes PPPKI terhadap poenale sanctie (sanksi hukuman yang diberikan bila para kuli melanggar kontrak/melarikan diri) yang diadakan bulan september sebelumnya pada tahun 1929.

Baca Juga  Seni Cadas Pra-aksara di Indonesia

Menanggapi kritik yang dilontarkan oleh Mohammad Husni Thamrin itu,maka PSI mengancam akan keluar dari PPPKI. Kemudian salah satu keputusan kongres PSI tahun 1930 adalah mengubah nama PSI menjadi PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia). Perubahan nama Partai Sarekat Islam menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia itu dilakukan untuk menunjukkan bahwasanya PSII sangat berbakti terhadap pembentukan Negara Kesatuan Indonesia.

Perpecahan dan Kemunduran Sarekat Islam

Sebenarnya antara periode tahun 1918-1921, hubungan antara Sarekat Islam terjalin baik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan berhasil memberikan kontribusi penting terhadap serikat-serikat buruh dalam meningkatkan kondisi dan upah para anggotanya. Bahkan keduanya, baik Sarekat Islam dan PKI membentuk semacam federasi pada tahun 1919, namun pemimpin serikat kerja dari CSI, Surjopranoto yang menjabat sebagai wakil federasi, menggugat kepemimpinan Semaun dalam federasi tersebut melalui berbagai pemogokan. Sejak saat itu, munculah pertikaian terbuka antara Sarekat Islam dan Partai Komunis Indonesia.

Memasuki bulan Juli dan Agustus 1930 hubungan PSII dengan golongan nasionalis non-agama memburuk dikarenakan terdapat serangkaian tulisan di surat kabar Soeara Oemoem yang ditulis oleh banyak anggota PPPKI. Tulisan-tulisan tersebut ditafsirkan sebagai penghinaan terhadap keyakinan yang dianut oleh PSII. Hal tersebut menyebabkan pada 28 Desember 1929 PSII mengumumkan keluar dari PPPKI.

Perselisihan antara tokoh-tokoh Sarekat Islam, yaitu Tjokroaminoto dan H. Agus Salim dengan dr. Sukiman Wiryosanjoyo dan Suryopranoto mengakibatkan perpecahan dalam tubuh PSII. Hal ini menyebabkan pada tahun 1933 dr. Sukiman Wiryosanjoyo dan Suryopranoto dipecat dari PSII. Pertengahan bulan Mei 1933 berdiri partai baru di Yogyakarta bernama Partai Islam Indonesia(Parii). Partai ini bertujuan ke arah harmonis dari nusa bangsa atas dasar agama Islam dan pada waktu itu Parii dipimpin oleh dr. Sukiman namun partai ini berumur pendek.

Tahun 1935 Tjokroaminoto meninggal dunia dan muncul suara-suara bahwa Parii mau bergabung lagi dengan PSII. Namun, untuk bergabung kembali masih ada halangan karena H. Agus Salim menjadi ketua PSII menggantikan Cokroaminoto. H.Agus Salim menghendaki agar PSII bekerjasama dengan pemerintah yang sebelumnya PSII bersikap non-kooperasi yang menyebabkan PSII dibatasi geraknya. Sehingga tanggal 7 Maret 1935 H.Agus Salim mengusulkan agar PSII membuang sikap non-kooperasi. Keputusan tersebut mengakibatkan perpecahan dalam pimpinan PSII.

Pada tanggal 13 Februari PSII memecat kaum oposisi dengan alasan bahwa tindakan mereka bertentangan dengan hukum dan sumpah partai yang membuat 29 tokoh terkemuka PSII dipecat termasuk H. Agus Salim. Selanjutnya kongres ke-23 yang dilaksanakan di Bandung pada 19-25 Juli 1937 antara lain memutuskan mencabut pemecatan atas anggota yang telah dikeluarkan dari PSII. Mereka diberi kesempatan untuk kembali ke PSII. Maka, pada 17 September 1937 anggota yang keluar dari PSII bersatu kembali dengan partai asal. Mereka yang kembali bergabung ke PSII yaitu dr. Sukiman, Wali Al-Fatah dan lainnya. Namun perdamaian dengan golongan ini (dr. Sukiman) berumur pendek.

Keruwetan dalam PSII ditambah ketika Kartosuwiryo membuat pengurus PSII marah. Kartosuwiryo telah menulis brosur yang terdiri dari dua jilid tentang hijrah tanpa membicarakannya lebih dulu dengan Abikusno Tjokrosuyoso. Kartosuwiryo dan beberapa temannya-temannya telah menyatakan bantahannya dengan cara yang dipandang tidak baik atas tindakan PSII memutuskan untuk menggabungkan diri dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia).

Kartosuwiryo menolak menghentikan penerbitan tulisan itu dan ia mendapat dukungan dari beberapa cabang PSII di Jawa Tengah, sehingga Kartosuwiryo dan 8 cabang PSII di Jawa Tengah dipecat dari partai tahun 1939. Permulaan tahun 1940 Kartosuwiryo mendirikan Komite Pertahanan Kebenaran PSII sehingga berdirilah PSII kedua, dalam hal ini bendera dan nama PSII dipakai dengan menggunakan asas dan anggaran dasar yang sama. Namun, kesempatan untuk berkembang lebih lanjut lagi bagi PSII terhambat karena keadaan Perang Dunia 2 mulai berkecamuk. Maka tanggal 10 Mei 1940 karena keadaan darurat habislah riwayat kedua partai tersebut dibidang politik.

Daftar Bacaan

  • Kartodirjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru II: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia.
  • McVey, Ruth T. 2017. Kemunculan Komunisme Di Indonesia. Depok: Komunitas Bambu
  • Nagazumi, Akira. 1989. Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918. Jakarta: Grafiti.
  • Neil, Robert van. 1984. Munculnya Elit Modern Indonesia. (terj.) Zahara Deliar Noer. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia-Belanda. Jakarta: Balai Pustaka
  • Ricklefs, M. C. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200- 2004. Jakarta: Serambi.
  • Shiraishi, Takashi. 2005. Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat Di Jawa, 1912-1926. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Beri Dukungan

Beri dukungan untuk website ini karena segala bentuk dukungan akan sangat berharga buat website ini untuk semakin berkembang. Bagi Anda yang ingin memberikan dukungan dapat mengklik salah satu logo di bawah ini:

error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca