Sejarah AFTA (Asean Free Trade Area) 1992-2010

Sejarah Asean Free Trade Area (AFTA)

AFTAAFTA (Asean Free Trade Area) adalah organisasi yang dibentuk oleh negara-negara anggota ASEAN yang bertujuan untuk melakukan pembangunan dan perkembangan ekonomi di daerah kawasan. Setelah terbentuknya ASEAN pada tahun 1976 perlu kiranya terdapat perkembangan kerjasama ASEAN dan terutama sekali dalam bidang ekonomi untuk sama-sama memberikan dampak positif bagi perkembangan dan pembangunan ekonomi antar anggota negara ASEAN.

Oleh karena itu perlu dibentuk kiranya suatu badan atau sebuah lembaga yang berada di dalam ASEAN itu tersendiri yang terfokus dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi demi tujuan bersama di dalam menghadapi perkembangan era globalisasi yang sedang dihadapi.

Di dalam upaya-upaya itu maka, anggota-anggota negara ASEAN berkumpul dan menyepakati akan dibangunnya kawasan perdagangan bebas ASEAN. Dibentuknya kawasan perdagangan bebas ASEAN ditandatangani pada 28 Januari 1992 melalui pertemuan Kepala Negara ASEAN di Singapura yang mana badan itu diberi nama AFTA (ASEAN Free Trade Area). Di dalam kesepakatan itu menghasilkan suatu keputusan untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas di wilayah ASEAN dalam jangka waktu selama 15 tahun.

Latar Belakang Berdirinya AFTA

AFTA yang didirikan pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapore memiliki beberapa tujuan. Tujuan daripada pembentukan badan ini adalah untuk meningkatkan daya saing ekonomi dengan menjadikan ASEAN sebagai pusat produksi dunia serta menciptakan suatu pasar regional bagi lebih kurang sebanyak 500 juta penduduknya. Untuk itu, AFTA berkomitmen untuk menghendaki penghapusan tarif (bea cukai) sebesar 0-5 % dan hambatan non-tarif bagi negara-negara anggotanya. Adapun harapan yang dibangun dari terbentuknya AFTA adalah:

  1. Melalui AFTA diberlakukan tarif efektif bersama antara 5-10 % atas dasar produk, baik produk ekspor maupun produk impor. Tujuannya yaitu menghilangkan kendala dalam perdagangan di antara Negara-negara anggota;
  2. Perdagangan bebas dengan mitra wicara (Free Trade Agreement / FTA);
  3. Kerja sama di sektor indutri dan jasa berupa sektor transportasi dan telekomunikasi, pariwisata, dan keuangan;

Tujuan utama AFTA adalah:

  1. Meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi di pasar dunia melalui penghapusan hambatan tarif dan non-tarif di dalam ASEAN;
  2. Menarik lebih banyak investasi asing langsung ke ASEAN. Para anggota AFTA harus memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA. Hal ini mengikuti apa yang disebut Common Effective Preferential Tariff Scheme (CEPT). CEPT adalah program penurunan tariff dan penghapusan hambatan non-tarif secara bertahap yang disepakati bersama oleh Negara-negara ASEAN yang diberlakukan sejak tahun 2002;
  3. Inclusion List (IL), yaitu daftar produk yang segera dikenal penghapusan hambatan tariff dan non-tarif dengan fleksibilitas terhadap produk-produk tertentu. Pada tahun 2001, enam Negara ASEAN (ASEAN-6) telah mempunyai tarif 0-5% sebesar minimal 90% dari daftar produk IL;
  4. Temporary Exclusion List (TEL), yaitu daftar produk sekitar (10% produk) yang untuk sementara dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif, namun secara bertahap harus dimasukan ke dalam IL;
  5. Sensitive List (SL), yaitu daftar produk yang butuh waktu lama untuk dimasukkan ke dalam skema CEPT, seperti produk daging, gandum, bawang putih, dan cengkeh. Pemberlakuan tarif CEPT (tariff 0-5%) untuk ASEAN-6 dan ditetapkan pada tahun 2013 untuk Vietnam, Myanmar dan Laos pada tahun 2015 serta Kamboja pada tahun 2017;
  6. Highly Sensitive List , yaitu produk yang sangat sensitif seperti beras & gula;
  7. ASEAN Free Trade Area General Exception (GE), yaitu daftar produk tidak dimasukkan kedalam skema CEPT secara permanen karena alasan keamanan nasional,keselamatan umat manusia.
Baca Juga  Kesultanan Delhi

Perkembangan Organisasi AFTA

Perkembangan kawasan perdagangan bebas ASEAN pada perkembangannya hari ini telah membawa negara-negara ASEAN mendapatkan kemajuan yang signifikan di dalam penurunan tarif intra-regional melalui skema CEPT diperkirakan sebanyak 99 persen produk dalam CEPT Inclusion List (IL) ASEAN-6 yang terdiri dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand, telah diturunkan ke kisaran tarif 0-5 persen.

Anggota baru ASEAN, yaitu Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam, tidak jauh ketinggalan dalam pelaksanaan komitmen CEPT mereka dengan hampir 80 persen produk mereka telah dipindahkan ke CEPT ILS mereka masing-masing. Dari barang-barang tersebut, sekitar 66 persen sudah berada dalam rentang tarif 0-5 persen. Pada tahun 2006 Vietnam berhasil menurunkan tarif bea masuk tidak lebih dari 5%, sedangkan untuk Laos dan Myanmar berhasil mencapai capaian yang telah diperoleh oleh Vietnam pada tahun 2008 dan disusul oleh Kamboja pada tahun 2010.

Menyusul penandatanganan Protocol to Amend the CEPT-AFTA Agreement for Elimination of Import Dights pada 30 Januari 2003, ASEAN-6 telah berkomitmen untuk menghapus tarif 60 persen dari produknya di IL pada tahun 2003. Terhitung sejak tanggal ini , tarif 64,12 persen dari produk di IL ASEAN-6 telah dihapuskan. Tarif rata-rata untuk ASEAN-6 di bawah Skema CEPT kini turun menjadi 1,51 persen dari 12,76 persen saat pemotongan tarif yang pertama kali dimulai pada tahun 1993.

afta asean free trade area

Pelaksanaan Skema CEPT-AFTA meningkat secara signifikan pada bulan Januari 2004 ketika Malaysia mengumumkan pengurangan tarif untuk unit otomotif yaitu completely built up (CBUs) dan completely knocked down (CKD) untuk secara bertahap memenuhi komitmen CEPT satu tahun lebih awal dari jadwal yang ditentukan. Malaysia sebelumnya telah diizinkan untuk menunda pengalihan 218 pos tarif CBU dan CKD hingga 1 Januari 2005.

Produk yang tetap berada di luar Skema CEPT-AFTA adalah yang termasuk dalam Daftar Sangat Sensitif (yaitu beras) dan Daftar Pengecualian Umum. Komite Koordinasi Pelaksanaan Skema CEPT untuk AFTA (Coordinating Committee on the Implementation of the CEPT Scheme for AFTA/CCCA) saat ini sedang melakukan peninjauan terhadap semua Daftar Pengecualian Umum untuk memastikan bahwa hanya yang konsisten dengan Pasal 9 (b) 1 Perjanjian CEPT yang dimasukkan ke dalam daftar itu.

Negara-negara Anggota ASEAN juga telah memutuskan untuk bekerja pada penghapusan hambatan non-tarif. Program kerja penghapusan hambatan non tarif, yang meliputi antara lain proses verifikasi; memutakhirkan definisi kerja Non-Tariff Measures (NTMs) / Non-Tariff Barriers (NTBs) di ASEAN; pengaturan database di semua NTM yang dikelola oleh negara anggota; dan penghapusan tindakan non-tarif yang tidak perlu dan tidak dapat dibenarkan, hingga saat ini sedang dalam proses penyelesaian.

Dalam upaya untuk memperbaiki dan memperkuat aturan yang mengatur pelaksanaan Skema CEPT, agar Skema lebih menarik bagi pengusaha regional dan bagi calon investor, CEPT Rules of Origin and its Operational Certification Procedures telah direvisi dan dilaksanakan sejak 1 Januari 2004. CEPT Rules of Origin and its Operational Certification Procedures yang direvisi mencakup:

Baca Juga  Linggawarman (666-669)

(a) metode standar untuk menghitung biaya konten lokal / ASEAN; (b) seperangkat prinsip untuk menentukan biaya asal dan pedoman untuk metodologi penetapan biaya; (c) pengolahan bahan yang dibeli secara lokal; dan (d) proses verifikasi yang lebih baik, termasuk verifikasi di tempat.

Untuk mendorong pemanfaatan yang lebih besar dari Skema CEPT-AFTA, transformasi substansial juga digunakan sebagai aturan alternatif dalam menentukan asal produk CEPT. Satgas CEPT, saat ini sedang mengerjakan aturan transformasi substansial untuk sektor produk tertentu, termasuk tepung terigu, besi dan baja dan 11 sektor integrasi prioritas yang tercakup dalam Bali Concord II (Declaration of ASEAN Concord II) pada tahun 2003.

Ekspor ASEAN telah kembali mengalami tren peningkatan dalam dua tahun setelah krisis keuangan yang melanda sepanjang tahun 1997-1998 dan mencapai puncaknya pada tahun 2000 ketika total ekspor mencapai US $ 408 miliar. Setelah mengalami kemerosotan menjadi US $ 366,8 miliar pada tahun 2001, yang diakibatkan terjadinya perlambatan ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa serta resesi di Jepang, ekspor ASEAN kembali pulih pada tahun 2002 di mana nilai ekspor mencapai US $ 380,2 miliar. Tren peningkatan ekspor untuk ASEAN-6 berlanjut hingga dua triwulan pertama tahun 2003. Perdagangan intra-ASEAN untuk dua triwulan pertama tahun 2003 mencatat peningkatan masing-masing sebesar 4,2 persen untuk ekspor dan 1,6 persen untuk impor.

Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang terus menjadi pasar ekspor terbesar bagi ASEAN. Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa pun merupakan sumber impor ASEAN terbesar. Selama paruh pertama 2002-2003, perdagangan ASEAN-6 dengan aktivitas pasar utama secara keseluruhan telah mengalami peningkatan sebesar 11,71 persen untuk ekspor dan 6,91 persen untuk impor. Namun, ekspor ASEANke Amerika Serikat dan India serta impor dari Kanada dan India menurun selama periode yang sama.

Di dalam perkembangannya telah disepakati sebuah integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antar negara-negara pada tahun 2015 dengan nama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ASEAN Economic Community (AEC). Masyarakat ekonomi ASEAN perlu kiranya memanfaatkan beberapa peluang yang muncul dari adanya masyarakat ekonomi ASEAN dimana peluang-peluang itu, antara lain:

  1. Manfaat integrasi ekonomi, di mana negara-negara peta ASEAN meyakini akan mendapatkan manfaat dari adanya integrasi ekonomi ini secara konseptual akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi negara-negara kawasan ASEAN;
  2. Pasar potensial dunia, dengan diberlakukannya MEA di tahun 2015 akan segera menempatkan ASEAN sebagai pangsa pasar terbesar ketiga di dunia yang didukung oleh jumlah penduduk ketiga di dunia setelah Tiongkok dan India;
  3. Dengan adanya MEA ini negara-negara kawasan ASEAN yang dikenal sebagai negara negara pengekspor berbasis sumber daya alam maupun elektronik dapat memanfaatkan keadaan ini untuk kepentingan perkembangan perekonomian negara-negara ASEAN;
  4. Sebagai negara-negara yang memiliki basis produksi sebagaimana yang telah diungkapkan tadi, maka akan dapat mendorong meningkatnya investasi di dalam negeri masing-masing ASEAN yang mana investor-investor berasal dari kawasan ASEAN itu tersendiri maupun berasal dari luar ASEAN;
  5. Dengan terciptanya iklim Mea maka tak pelak lagi telah terjadi suatu liberalisasi perdagangan barang-barang antar wilayah ASEAN yang mana akan menjamin kelancaran bagi arus barang yang di butuhkan sebagai bahan baku maupun bahan jadi di kawasan negara-negara ASEAN yang sebelumnya terdapat halangan berupa hambatan tarif dan non-tarif, namun kini hambatan itu sudah tidak ada lagi;
  6. Di sisi lain sektor jasa bagi negara-negara ASEAN juga memiliki kondisi yang memungkinkan agar terjadi pengembangan di dalam sektor jasa. Dimana sektor-sektor yang diprioritaskan dan yang telah ditetapkan yaitu, pariwisata kesehatan, penerbangan dan logistik;
  7. Dengan diberlakukannya liberalisasi perdagangan, maka ASEAN akan menjadi sebuah kawasan yang dapat menarik aliran modal asing sebagai tujuan penanaman modal global.
Baca Juga  Sarekat Islam (1912-1940)

ASEAN Meskipun terdapat peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan oleh negara-negara ASEAN, kehadiran AFTA juga menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara ASEAN. Dimana tantangan itu harus dihadapi secara bijak agar dapat memaksimalkan potensi potensi yang ada demi kepentingan nasional. Oleh karena itu perlu dipahami terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh negara-negara ASEAN dalam menghadapi liberalisasi perdagangan sejak tahun 2015. Beberapa tantangan itu antara lain:

  1. Tentu dengan adanya liberalisasi perdagangan maka terjadi suatu laju peningkatan ekspor dan impor yang harus dihadapi oleh negara-negara akibat adanya integrasi ekonomi yang tidak hanya bersifat internal di dalam negeri, tetapi terlebih lagi akan terjadi persaingan dengan negara-negara anggota ASEAN dan negara-negara gambar ASEAN yang terutama juga sedang mengalami perkembangan perekonomian yang cukup signifikan yaitu Tiongkok dan india.
  2. Kedua mengenai laju inflasi yang hampir sebagian besar dialami oleh negara-negara masih tergolong tinggi hal ini bisa menjadi permasalahan ekonomi yang cukup serius.
  3. Proses adanya liberalisasi dari integrasi ekonomi ini dapat menjadikan dampak negatif dari arus modal yang lebih bebas dibandingkan dengan sebelum terjadinya integrasi ekonomi. Dampak negatif dapat menimbulkan ketidakstabilan yang dapat menciptakan tekanan inflasi.
  4. Perlu dipahami bahwa sebagian besar negara-negara berada dalam anggota ASEAN memiliki produk ekspor unggulan yang hampir serupa. Hal inilah yang menyebabkan pangsa perdagangan intra-ASEAN hanya berkisar 20 hingga 25% dari total perdagangan ASEAN.
  5. Liberalisasi ekonomi ini juga berdampak pada persaingan dalam sumber daya manusia, sehingga negara-negara harus dapat berlomba menciptakan sumber daya manusia yang unggul untuk dapat memanfaatkan liberalisasi ekonomi ini agar dapat memberikan hasil yang maksimal bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi masing-masing negara.
  6. Negara-negara ASEAN memiliki Kepentingan nasional yang berbeda-beda. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor terutama secara historis. Seringkali, apabila kepentingan kawasan berbenturan dengan kepentingan nasional, maka kepentingan kawasan akan disingkirkan dan kepentingan nasional akan menjadi prioritas utama. Ini tidak aneh sebab dibentuknya suatu organisasi yang terdiri dari negara-negara kawasan sebenarnya bertujuan untuk menunjang kepentingan nasional dari masing-masing negara anggota.

Jadi, itulah kiranya yang perlu diperhatikan oleh negara-negara berkaitan dengan AFTA dan juga adanya liberalisasi perdagangan sejak tahun 2015 yang mana masing-masing negara anggota harus siap dan mampu memanfaatkan situasi ini untuk pembangunan dan juga untuk merealisasikan kepentingan nasionalnya.

Daftar Bacaan

  • Crone, Donald. 1988. “THE ASEAN SUMMIT OF 1987: Searching for New Dynamism”. Southeast Asian Affairs. 1988: 32–50.
  • Frost, Frank. 1995. “Vietnam’s Membership of ASEAN”. Current Issues Brief. No.3 1995-96
  • Hapsari, Indira M.; Mangunsong, Carlos. 2014. “Determinants of AFTA Members’ Trade Flows and Potential for Trade Diversion”. Asia-Pacific Research and Training Network on Trade Working Paper Series. 21
  • Indorf, Hans H. 1978. “THE KUALA LUMPUR SUMMIT: A Second for ASEAN”. Southeast Asian Affairs. 1978: 35–44

Beri Dukungan

Beri dukungan untuk website ini karena segala bentuk dukungan akan sangat berharga buat website ini untuk semakin berkembang. Bagi Anda yang ingin memberikan dukungan dapat mengklik salah satu logo di bawah ini:

error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca