Konferensi Inter-Indonesia I

Sejarah Konferensi Inter-Indonesia I

Konferensi Inter-Indonesia I – Konferensi Inter-Indonesia I (Konferensi Inter-Indonesia 1) diselenggarakan pada tanggal 19 Juli 1949 di Yogyakarta, tepatnya di Hotel Tugu (Hotel Toegoe), Konferensi Inter-Indonesia I adalah konferensi yang dilakukan antara Republik Indonesia (RI) dengan Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) untuk menyatukan pendapat dan pemikiran dalam menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda. 

Latar Belakang

Prinsip-prinsip yang disepakati dari hasil Perjanjian Roem-Royen (Roem-Roijen) yang ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949, menyebutkan antara lain Republik Indonesia akan turut serta menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) yang akan dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Di mana Konferensi Meja Bundar itu bermaksud untuk mempercepat penyerahan dan pengakuan kedaulatan dengan tidak bersyarat. 

Oleh karena itu sebelum Konferensi Meja Bundar dilaksanakan di Den Haag, perlu diadakan pendekatan antara sesama bangsa Indonesia terutama dari pihak Republik (Republik Indonesia) dengan pihak federal (BFO/Bijeenkomst voor Federal Overleg). Pendekatan itu telah diawali dengan gagasan Anak Agung Gde Agung dari pihak federal dengan mengirimkan goodwill mission ke Yogyakarta yang sangat disambut baik oleh pihak Republik. Keberhasilan goodwill mission ini menjadi pintu gerbang bagi kelanjutan hubungan antara pihak Republik dan Federal terutama dalam hubungannya dengan pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat). 

Kedua belah pihak kemudian bersepakat untuk melaksanakan konferensi pada tanggal 19 – 22 Juli 1949 yang dinamakan dengan Konferensi Inter-Indonesia pertama (Konferensi Inter-Indonesia I). Konferensi tersebut diselenggarakan di Hotel Toegoe Yogyakarta Jl. Pangeran Mangkubumi, Yogyakarta. Konferensi Inter-Indonesia I dipimpin oleh Moh. Hatta sebagai wakil dari Republik Indonesia.

Hasil Konferensi Inter-Indonesia I

Konferensi Inter-Indonesia I
Pelaksanaan Konferensi Inter-Indonesia I di Yogyakarta

Tujuan dari Konferensi Inter-Indonesia pada umumnya adalah membentuk suatu negara federal (negara serikat). Pada Konferensi Inter-Indonesia Imembicarakan masalah pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat) terutama tentang susunan dan hak-hak negara bagian atau otonom, bentuk kerja sama RIS dengan Belanda dalam perserikatan Uni, dan masalah kewajiban RIS dan Belanda akibat penyerahan kekuasaan. Hasil Konferensi Inter-Indonesia I adalah sebagai berikut:

  1. Negara Indonesia Serikat (NIS) disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme;
  2. Republik Indonesia Serikat (RIS) akan dikepalai oleh seorang presiden konstitusional dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
  3. Akan dibentuk dua badan perwakilan, yakni sebuah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan sebuah Dewan Perwakilan Negara Bagian (Senat). Untuk pertama kalinya akan dibentuk terlebih dahulu Dewan Perwakilan Rakyat Sementara;
  4. Pemerintah Federal Sementara akan menerima kedaulatan bukan saja dari pihak Negara Belanda, melainkan pada saat yang sama juga dari Republik Indonesia (RI).

Dalam hal ini perlu pula dikemukakan bahwa BFO memberikan dukungan terhadap tuntutan Republik Indonesia atas penyerahan kedaulatan tanpa ikatan-ikatan politik maupun ekonomi dari Belanda. Selain itu, di dalam Konferensi Inter-Indonesia I menghasilkan kesepakatan di bidang militer antara lain:

  1. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah angkatan perang nasional. Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (Pangti-APRIS);
  2. Pertahanan Negara adalah semata-mata hak pemerintah Republik Indonesia Serikat, negara-negara bagian tidak akan memiliki angkatan perang sendiri;
  3. Pembentukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah semata-mata soal bangsa Indonesia. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) akan dibentuk oleh pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan inti angkatan perang RI (TNI/Tentara Nasional Indonesia), bersama-sama dengan yang ada dalam KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger/ Tentara Kerajaan Hindia-Belanda), ML (Militaire Luchtvaart/Pasukan Penerbang), VB (Veiligheids Bataljons/Batalion Keamanan) dan Teritorial Batalyon;
  4. Pada masa permulaan berdirinya Republik Indonesia Serikat, menteri pertahanan dapat merangkap sebagai Penglima Besar APRIS.

Selanjutnya Konferensi Inter-Indonesia dilanjutkan kembali di Jakarta pada tanggal 30 Juli – 2 Agustus 1949 yang dipimpin oleh Sultan Hamid II. Demikianlah penjelasan singkat tentang Sejarah Konferensi Inter-Indonesia I.

error: Content is protected !!