APEC (Asian Pacific Economic Cooperation)
APEC – APEC (Asian Pacific Economic Cooperation) adalah wadah kerja sama bangsa- bangsa di kawasan asia pasifik dalam bidang ekonomi. APEC dilatarbelakangi oleh terjadinya perubahan politik di Uni Soviet dan kawasan Eropa Timur. Runtuhnya Uni Soviet dengan sistem ekonomi komunisnya, diikuti perubahan sistem ekonomi negara-negara di Eropa Timur yang sebelumnya menjadi pengikutnya. Negara-negara dengan sistem ekonomi komunis yang tertutup secara bertahap telah menganut sistem ekonomi liberal yang mengusung prinsip kebebasan.
Sehingga, muncullah kesadaran bahwa pada dasarnya setiap negara saling membutuhkan. Pada saat itu sedang berlangsung perundingan Putaran Uruguay yang membahas tatanan perdagangan dunia. Putaran Uruguay adalah perundingan Negara-negara anggota GATT (General Agreement of Trade and Tariff) pada tahun 1986 di Punta del Este, Urugay. Adanya kekhawatiran atas kegagalan dari perundingan itu menjadi sebab dibentuknya APEC. Sebab apabila perundingan itu gagal, dikhawatirkan akan memunculkan sikap proteksionisme dan akan muncul kelompok-kelompok regional yang bersikap tertutup. Padahal, dunia setelah runtuhnya Uni Soviet sedang menuju kepada sistem perdagangan bebas.
Sejarah Terbentuknya APEC
Dinamika politik-ekonomi yang terjadi di Asia-Pasifik pada akhir tahun 1993 telah memasuki babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerjasama perdagangan dan investasi regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-negara di Eropa Barat. Perbedaannya adalah, negara-negara di Eropa Barat memulai kerjasama perdagangan ini dengan membentuk wadah kerja sama regional, yang mana dengan organisasi itu, ekonomi di setiap negara saling berhubungan dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi.
Untuk menciptakan kerjasama ekonomi itu, maka pada tahun 1980 Pacific Economic Cooperation Council (PECC) dibentuk di Canberra, Australia. Kemunculan PECC telah membentuk kelompok kerja yang bertujuan untuk mengidentifikasi kepentingan ekonomi regional, terutama perdagangan, sumber daya manusia, alih teknologi, energi, telekomunikasi dan informasi. Meskipun masih bersifat informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, para pelaku bisnis, dan akademiis.
Kegiatan PECC salah satunya adalah dengan membentuk Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) pada bulan November 1989 di Canberra, Australia pada tahun 1989 sebagai wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi. Pembentukan APEC sendiri adalah atas usulan dari Perdana Menteri Australia, Bob Hawke yang mana usulan itu di latarbelakangi oleh perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah secara cepat dengan munculnya kelompok-kelompok perdagangan seperti MEE dan NAFTA.
Selain itu perubahan besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni Soviet dan Eropa Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan Putaran Uruguay (perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari setiap negara dan sangat menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu, APEC dianggap bisa menjadi langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Adapun tujuan dibentuknya APEC adalah untuk meningkatkan kerja sama ekonomi di kawasan Asia Pasifik terutama di bidang perdagangan dan investasi.
Berikut ini adalah daftar anggota-anggota APEC, yaitu :
- Australia (1989)
- Brunei Darussalam (1989)
- Kanada (1989)
- Indonesia (1989)
- Jepang (1989)
- Korea Selatan (1989)
- Malaysia (1989)
- Selandia Baru (1989)
- Filipina (1989)
- Singapura (1989)
- Thailand (1989)
- Amerika Serikat (1989)
- Republik Tiongkok (1991)
- Hong Kong (1991)
- RRC (1991)
- Meksiko (1993)
- Papua New Guinea (1993)
- Chili (1994)
- Peru (1998)
- Russia (1998)
- Vietnam (1998)
- Mongolia (2013)
Tujuan Dibentuknya APEC
- Untuk meningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia-Pasifik dan meningkatkan kerja sama ekonomi melalui peningkatan volume perdagangan dan investasi.
- Untuk memperjuangkan kepentingan ekonomi di kawasan tersebut di tengah-tengah perkembangan ekonomi internasional.
- Untuk mencapai tujuan tersebut APEC melakukan kerja sama dalam tiga ruang lingkup yang disebut dengan Tiga Pilar Kerja Sama APEC. Ketiga pilar itu adalah liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitasi usaha, kerja sama ekonomi, dan teknik.
- Menggalang kerja sama ekonomi negara-negara di kawasan asia pasifik atas dasar saling menguntungkan.
- Memperkuat diri menghadapi persaingan ekonomi dunia yang cenderung bersifat tertutup.
- Menghadapi globalisasi ekonomi agar tidak menjadi korban.
- Untuk mengantisipasi apabila perundingan putaran Uruguay gagal.
Permasalahan Dalam Organisasi Internasional APEC
Asia-Pasifik sekarang tetap dianggap sebagai kawasan perkembangan yang dinamis dari ekonomi dunia. Kerjasama ekonomi Asia-Pasifik (APEC) pada waktu lalu telah membuktikan hasil-guna mekanisme ini. Selama 20 tahun ini, proses integrasi dan pengembangan ekonomi dari negara-negara anggota APEC telah membantu ratusan juta orang di kawasan ini lepas dari kelaparan dan kemiskinan, lapisan menengah meningkat drastis.
Menurut kalangan pakar, Asia-Pasifik sekarang merupakan kawasan yang punya banyak perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Area/FTA) yang sedang diperdebatkan dan hal yang penting ialah diantara perjanjian-perjanjian ini tidak ada bentrokan kepentingan. Ini merupakan instrumen yang efektif dalam mendorong penyatuan kawasan, menciptakan syarat kepada APEC untuk membangun satu lingkungan yang berkesinambungan dan aman, menjamin masa depan perkembangan dan kesejahteran di seluruh kawasan ini. Tantangan-tantangan sekarang semakin nyata.
Peranan kawasan Asia-Pasifik yang semakin penting dalam peta ekonomi global telah mengajukan tuntutan mendorong cepat proses penyatuan semua perekonomian regional. Berjalan seiringan dengan itu ialah ada banyak tantangan yang harus dihadapi oleh APEC.
Selama beberapa tahun ini, pertumbuhan ekonomi global merosot. Asia-Pasifik, meskipun tetap merupakan tenaga pendorong pertumbuhan yang besar di dunia, sedang mengalami pertumbuhan yang melambat. Tahun 2015 adalah tahun ke-3 terus menerus, pertumbuhan perdagangan lebih rendah dari pada pertumbuhan GDP. Kesulitan umum membuat setiap negara harus menghadapi masalah-masalah tertentu. Yaitu situasi pengangguran masih tinggi, ketidak-seimbangan tentang penawaran dan permintaan tenaga kerja yang berketrampilan, ketidak-setaraan gender, ketidakstabilan sosial dan banyak resiko potensial yang lain.
Tidak ada pertumbuhan merata antar perekonomian anggota. Beberapa perekonomian sedang mengalami pertumbuhan yang lambat terbanding dengan beberapa tahun yang lalu, bahkan berkembang secara tidak berkesinambungan, sementara itu, beberapa perekonomian yang lain sedang mencapai pertumbuhan yang berangsur-angsur mengalami kenaikan. Proses integrasi di kawasan juga menghadapi pagar karena kurang infrastruktur dan ketergantungan yang terlalu banyak pada ekspor barang dagangan di beberapa negara.
Beberapa tantangan besar yang lain adalah situasi banyak negara di kawasan bergantung terlalu banyak pada sumber daya alam, pengaruh dari perubahan iklim, semua kekurangan, kelemahan dan keterbatasan mengenai infrastruktur. Bersamaan dengan itu ialah ketegangan geopolitik dari kawasan Timur Tengah, laut Timur dan Laut Huatung atau munculnya terorisme yang bisa berpengaruh terhadap perdamaian dan kestabilan di kawasan kapanpun. Semua tantangan ini bisa merintangi proses menyatukan semua perekonomian APEC.
Permasalahan Dalam Pencapaian Tujuan APEC
Sejak berdirinya APEC, organisasi kerjasama ekonomi ini telah menghadapi pelbagai macam tantangan. Di antara tantangan-tantangan tersebut terutamanya adalah masalah dominasi Amerika Serikat dalam APEC dan juga terkait dengan pergeseran misi APEC serta perpecahan di dalam APEC.
Dominasi Amerika Serikat Di Dalam APEC
Dominasi Amerika Serikat mulai terlihat di dalam APEC ketika Amerika Serikat dengan kebijakan politik luar negerinya yang mengedepankan power selalu berusaha untuk menjadi controller dalam berbagai forum kerjasama internasional, termasuk dalam APEC. Pada tanggal 20 Oktober, 2003 dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC 2003 di Bangkok, Thailand, isu nuklir Korea Utara, terorisme, dan kegagalan pembahasan sistem perdagangan dunia mendominasi hari pertama. Fakta ini membuktikan dominasi Amerika Serikat atas penyusunan topik yang dibahas di dalam APEC.
Bahkan sebelum pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi tersebut, Amerika Serikat sudah mengambil langkah-langkah awal untuk memantapkan dominasinya di APEC. Dalam kunjungan ke Asia sebelumnya, Presiden Amerika Serikat, George Walker Bush telah mencanangkan penekanan isu terorisme di dalam forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Sebelum tiba di Bangkok, George Walker Bush mendarat di beberapa tempat; diantaranya Tokyo dan kemudian di Filipina. Kedatangannya adalah dengan tujuan menggalang dukungan Asia untuk membasmi tindak terorisme.
Misi George Walker Bush yang lain adalah untuk meraih dukungan untuk permasalahan yang terjadi di Irak. George Walker Bush juga sudah menekankan bahwa dalam pertemuan puncak APEC dia akan menekankan “dunia ini masih berbahaya”. Berdasarkan pernyataan ini tentu saja banyak pihak yang merasa keberatan dengan sikap Amerika Serikat yang memasukkan agenda politiknya ke dalam KTT APEC.
Namun demikian, untuk mengurangi kritikan bahwa APEC telah didominasi oleh Amerika Serikat melalui pemaksaan pembahasan isu-isu non ekonomi, pihak Amerika Serikat mencoba memberikan argumentasi soal itu.
Pada rangkaian pertemuan menteri perdagangan dan menteri luar negeri APEC di Thailand pada minggu pertama bulan Oktober 2003, Amerika Serikat melalui forum APEC memberikan sinyal bahwa buruknya keamanan akan bisa merusak perekonomian anggota APEC yang merupakan tempat bagi 60 persen kegiatan perekonomian dunia. Pihak Amerika Serikat lebih lanjut menegaskan bahwa keamanan dan ekonomi tidak dapat terpisahkan.
Dominasi Amerika Serikat juga nampak sekali dalam usulan mereka untuk membahas masalah nilai tukar Yuan (mata uang Cina). Dalam pertemuan bilateral yang terjadi selama masa KTT APEC 2003, Presiden Amerika Serikat George Walker Bush dan Presiden Cina Hu Jintao setuju untuk menunjuk para ahli untuk membentuk panel. Pembentukan panel ini bertujuan untuk menjajaki tentang bagaimana Beijing bisa membuat nilai yuan dapat mendekati nilai pasar.
Sampai saat pelaksanaan KTT tersebut Cina masih mengontrol dan mematok nilai yuan. Usulan Amerika Serikat ini berawal dari keluhan para pebisnis Amerika Serikat yang mengeluh bahwa yuan memiliki nilai yang terlalu rendah (vastly undervalued). Kondisi semacam ini telah membuat harga komoditas ekspor Cina menjadi lebih murah dan berhasil menyerbu pasaran Amerika Serikat.
Dengan kondisi ini telah menyebabkan berkurangnya sejumlah kesempatan kerja di Amerika Serikat. Berdasarkan faktor tersebut telah membuat Amerika Serikat harus berusaha keras untuk menekan Cina supaya mengambil kebijakan dalam bidang keuangan yang tidak merugikan kepentingan pelaku-pelaku bisnis Amerika Serikat.
Pergeseran Misi APEC
Dalam pelbagai KTT yang diselenggarakan APEC mulai abad ke-21 ini, pembahasan APEC tidak lagi terfokus pada masalah-masalah ekonomi, akan tetapi justru berkisar pada isu-isu non-ekonomi. Bergesernya pembahasan di dalam permasalahan APEC adalah bukti nyata adanya dominasi Amerika Serikat di APEC maka misi APEC pun telah mengalami pergeseran. Banyak dari anggota-anggota APEC yang telah menyadari pergeseran misi APEC yang lebih membahas isu-isu non-ekonomi.
Sebagai tanggapan atas pergeseran misi APEC, sejumlah anggota forum APEC merasa keberatan karena persoalan keamanan telah mengurangi penekanan misi APEC sebelumnya yang membahas perekonomian dan isu perdagangan. Pembahasan topik non-ekonomi yang dihembuskan oleh Amerika Serikat juga telah mengurangi fokus pembahasan pada upaya penghidupan kembali sistem perdagangan multilateral yang gagal pada pertemuan di Cancun, Meksiko, pada awal September 2003.
Mahathir Mohamad, Perdana Menteri Malaysia yang pada tahun 2003 menyatakan, bahwa APEC dibentuk sebagai satu kelompok kerja sama ekonomi. Itulah sebabnya Malaysia dan beberapa anggota APEC tidak setuju akan pengabaian isu ekonomi dalam APEC dengan mengutamakan isu keamanan, militer, atau politik yang bukan merupakan misi APEC, terlebih lagi isu-isu itu berkaitan dengan kepentingan Amerika Serikat saja.
Sebagai supaya APEC kembali pada misi awalnya, beberapa pemimpin negara anggota APEC mencoba mendesak untuk kembali melakukan pembahasan tentang isu ekonomi dalam pertemuan-pertemuan APEC. Negara-negara anggota mencoba untuk menekankan pentingnya menciptakan peraturan global perdagangan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berimbang dan meminta agar agenda pembahasan perdagangan didorong, termasuk oleh APEC sendiri.
Perpecahan Dalam APEC
Perpecahan yang terjadi dalam tubuh APEC semakin terlihat nyata sebagaimana yang terjadi pada KTT APEC 2003 telah terdapat dua hal penting yang mengindikasikan adanya perseteruan dan perpecahan dalam tubuh APEC. Pada pertemuan APEC tahun 2003 yang dilaksanakan di Bangkok, Thailand, Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan-pernyataan diplomatik yang dapat membahayakan kesatuan anggota-anggota APEC.
Dalam KTT APEC 2003, melalui Condoleezza Rice, yang waktu itu menjabat sebagai Penasihat Keamanan Nasional George Walker Bush, Amerika Serikat mengecam pernyataan yang dilontarkan oleh Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Mohamad pada KTT Organisasi Konferensi Islam (OKI) bahwa Yahudi telah mengatur dunia secara tidak langsung. Amerika Serikat mengatakan, pernyataan Mahathir Mohamad itu bukan hanya terjadi sekali, tetapi sudah sedemikian kalinya dan Amerika Serikat tidak dapat mentolerir pernyataan Mahathir Mohamad yang dianggap rasis itu.
Kecaman yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Perdana Menteri Mahatir Mohamad ini menciptakan perseteruan diplomatik antara Amerika Serikat dan Malaysia. Ketegangan yang terjadi antara Amerika Serikat dan Malaysia ini, apabila dibiarkan saja, maka besar kemungkinan bahwa keharmonisan antar anggota APEC dapat terganggu.
Selain menyerang Malaysia, Amerika Serikat juga menyerang junta militer di Myanmar dalam KTT APEC 2003 di Bangkok itu. Amerika Serikat memberikan kecaman yang keras terhadap penahanan para pejuang demokrasi di Myanmar, terutama penahanan yang dilakukan terhadap Aung San Suu Kyi sebagai aktivis demokrasi, yang dianggap sebagai kegagalan Myanmar memperkenalkan demokrasi. Kecaman Amerika Serikat ini sudah pasti membuat pihak Myanmar terganggu dan semakin menjaga jarak dengan Amerika Serikat.
Pada tanggal 22 November 2004, di Santiago, Chile, berlangsung pertemuan para pemimpin APEC yang di mana para pebisnis dan ekonom di Asia-Pasifik mengkritik APEC sebagai suatu forum kerjasama yang tidak mengalami kemajuan yang berarti terutama dalam enam tahun terakhir. Bahkan dalam usianya yang sudah memasuki 19 tahun, APEC dinilai terancam mengalami perpecahan.
Tujuan dan niat APEC untuk mengurangi hambatan pada aliran perdagangan dan investasi tidak memperlihatkan laju pergerakan yang positif. APEC dinilai kini sedang berubah ke arah sebuah sistem perdagangan global yang terbagi tiga (tripolar global trading system). Dimana sistem itu menjadi ancaman bagi kesatuan anggota APEC dan bertentangan dengan semangat Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Potensi perpecahan APEC itu diutarakan oleh Dr. Fred C Bergsten, seorang ekonom yang berasal dari Amerika Serikat.
Pada awal tahun 1990-an, Dr. Fred C Bergsten merupakan bagian kelompok terkemuka (eminent persons group/EPG), yang membidangi perkembangan organisasi APEC, mengatakan, APEC kini tampaknya telah menjadi lebih tumpul. Kebijakan Liberalisasi Sukarela Sektoral Secara Dini (The Early Voluntary Sectoral Liberalization) yang telah diprakarsai oleh Amerika Serikat untuk menjadikan APEC segera mengurangi hambatan perdagangan tarif dan non-tarif serta hambatan investasi di sektor tertentu, gagal terrealisasi oleh karena adanya penolakan yang dilakukan oleh Jepang.
Rencana-rencana Aksi Individu (The Individual Action Plans/IAP) anggota-anggota APEC, yang diharapkan dapat mempercepat liberalisasi perdagangan, hanya berakhir tidak lebih dari sekadar laporan nasional belaka. APEC didasarkan atas inisiatif sendiri dan asas sukarela. Anggota APEC punya rencana sendiri-sendiri atau yang disebut The Individual Action Plans (IAP) tentang percepatan liberalisasi itu.
Namun, penurunan tarif global berjalan lambat termasuk di dalam APEC sendiri, yang dipicu oleh kegagalan WTO dalam upaya mempercepat liberalisasi perdagangan. Sejumlah anggota APEC mulai menciptakan kesepakatan perjanjian perdagangan bilateral sendiri atau dengan beberapa negara di kawasan saja.
Jika meninjau kembali pada rencana APEC yang sesungguhnya adalah untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas di tahun 2010 bagi anggotanya yang lebih maju dan tahun 2020 bagi anggotanya yang masih berkembang. Selain terdapat sejumlah perjanjian perdagangan bebas yang telah terbentuk, sejumlah perjanjian baru pun sedang dalam proses perundingan. Akan tetapi, semua itu bukanlah termasuk dalam semangat tema APEC di Santiago, Chile tahun 2004 dengan tema “One Community, Our Future“. Di kawasan Asia misalnya, negara-negara anggota ASEAN bersama dengan Jepang, Korea Selatan, dan India sedang menuju pada pembentukan kelompok perdagangan tersendiri.
Perundingan untuk formulasi Kawasan Perdagangan Bebas Amerika (Free Trade Area of the Americans) yang bersifat kelompok kawasan tertentu itu pun juga sedang berlangsung. Bentuk-bentuk Perjanjian seperti itu telah berkembang pesat dan membentuk pengelompokan di dalam kalangan APEC sendiri. Selain itu muncul peraturan perdagangan yang saling tumpang tindih dan perjanjian perdagangan itu berkualitas rendah. Selain berkualitas rendah, kesepakatan itu bersifat diskriminatif dan akan mengalihkan arus perdagangan di APEC menjadi antar-kelompok sendiri.
Menurut Kim Kih-Hwan, ekonom dari Korea Selatan mengatakan, bahwa kesepakatan perdagangan di APEC telah terpecah menjadi kelompok Asia dan Amerika, padahal Asia Pasifik pun memiliki APEC. Hal itu bertentangan dengan semangat WTO yang meminta agar perjanjian perdagangan bersifat umum, berlaku bagi semua negara untuk mencapai efisiensi pada perekonomian global. Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Kim Kih-Hwan, Ketua Dewan Kerja Sama Ekonomi Pasifik (Pacific Economic Cooperation Council);
Pembentukan kawasan perdagangan bebas seperti itu akan menciptakan hostility (tindakan bermusuhan) dalam konteks perdagangan, … dan hal ini akan mengembalikan situasi sebelum Perang Dunia II ketika terjadi polarisasi perdagangan global ke dalam tiga kelompok.
Berdasarkan pada perkembangan situasi ekonomi dan politik internasional yang jelimet itu, maka APEC pada 18-19 November tahun 2015 yang dilangsungkan di, Manilla, Filipina telah menemukan pengarahan yang sesuai dengan tujuan APEC. Berdasarkan KTT APEC tahun 2015 menetapkan pengarahan yang tepat mengenai tema dan prioritas kerjasama dalam APEC. Tema dan prioritas APEC yaitu memfokuskan upaya dalam menangani perkembangan yang tidak seimbang antar-negara anggota untuk menjamin agar semua perekonomian negara anggota APEC melakukan integrasi dan perkembangan dan tidak ada satupun negara yang “tertinggal di belakang”.
Pada KTT APEC tahun 2015 ini, APEC memberikan penekanan dalam usaha mendorong pengembangan ekonomi di bidang badan usaha kecil dan menengah, menciptakan syarat yang lebih kondusif lagi kepada badan-badan usaha kecil dan menengah supaya dapat mendekati sumber pinjaman prioritas yang berhasil-guna, menggunakan perdagangan elektronik, melakukan koordinasi dengan badan-badan usaha berskala besar untuk memanfaatkan kesempatan dalam rangkaian nilai global agar dapat berkembang secara berkesinambungan.
Disamping itu, untuk bisa menjamin supaya semua Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) saling menyesuaikan, para pemimpin APEC sepakat bahwa semua FTA harus bersesuaian dengan ketentuan WTO dan mempertahankan transparansi. APEC sepakat melakukan pembentukan mekanisme berbagi informasi dengan semua perjanjian perdagangan yang sedang dirundingkan, dari situ mengumpulkan dan membandingkan informasi dalam semua FTA untuk menjamin tidak terjadi bentrokan antara semua perjanjian.
Semua perkonomian APEC mengusahakan satu pola pertumbuhan baru dan lebih berkualitas. Menurut-nya, semua perekonomian APEC sepakat mengeluarkan Strategi penguatan kualitas pertumbuhan APEC, menitikberatkan tiga kriterium penting papan atas dari pertumbuhan kualitas, meliputi penyusunan instuitusi, perkaitan sosial dan pelestarian lingkungan hidup.
Dengan dikeluarkannya rencana aksi Boracay mengenai globalisasi badan-badan usaha menengah, kecil dan supra kecil dalam rangkaian pemasokan global, APEC menaruh keeprcayaan pada badan-badan usaha menengah, kecil dan supra kecil yang sepenuhnya bisa mengembangkan peranan sebagai tenaga pendorong baru dari perekonomian, kalau kekuatan ini mendapat syarat-syarat yang kondusif dalam pendekatan modal, agraria dan berbagai input produksi, mendapat kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dan melakukan konektivitas rangkaian pemasokan di kawasan.
Perjalanan dari proses penyatuan ekonomi di Asia-Pasifik tetap masih menjumpai banyak kesukaran pada waktu mendatang, menutut upaya yang lebih banyak lagi dari setiap perekonomian anggota. Akan tetapi, semua yang sudah dicapai APEC di Manila telah dianggap sebagai perubahan penting, menciptakan acuan baru untuk semua perekonomian negara anggota APEC di masa kini dan mendatang.
Daftar Bacaan
- Chia Siow Yue. 2013. “The Emerging Regional Economic Integration Architecture in East Asia”. Asian Economic Papers (MIT Press). Vol. 12, No. 1 (2013): p. 1-37
- Parrenas, Julius Caesar. January 1998. “ASEAN and Asia‐Pacific economic cooperation”. The Pacific Review. 11 (2): 233–248.
- Pue, W. Wesley. 2000. Pepper in our Eyes: the APEC Affair. Vancouver, British Columbia, Canada: UBC Press