Sejarah Sebagai Seni

Sejarah sebagai seni? Apa yang dimaksud sejarah sebagai seni?. Berdasarkan pengertian sejarah, sejarah memang dipandang sebagai peristiwa yang terjadi di masa lalu. Perlu diketahui bahwa selain dianggap sejarah sebagai sebuah ilmu, peristiwa dan kisah, sejarah juga dapat dipahami sebagai seni. Di dalam artikel ini akan dijelaskan tentang sejarah sebagai seni.

Pengertian Sejarah Sebagai Seni

Sejarah sebagai seni yaitu sejarah dengan menambahkan unsur seni dan imajinasi untuk memperindah tulisan dan membuat para pembaca sejarah menjadi tertarik dengan isi (cerita) sejarah yang disampaikan tersebut. Sejarah yang mengandung unsur seni di dalamnya tidaklah mudah sebab memerlukan imajinasi dari seseorang di dalam menuliskan dan menyampaikan cerita sejarah. Imajinasi mampu menjadikan fakta sejarah seolah terlihat lebih hidup dan lebih berarti bagi yang membaca, mendengarkan ataupun menikmatinya. Oleh karena itu, di dalam penulisan sejarah dianjurkan menggunakan bahasa yang indah, komunikatif, menarik, dan isinya mudah dimengerti.

sejarah sebagai seni

Sejarah dapat dipandang sebagai seni karena dalam disiplin sejarah terdapat unsur-unsur seni seperti imajinasi, interpretasi, penggunaan narasi untuk menggambarkan peristiwa sejarah, dan penggunaan berbagai teknik dan gaya untuk menyajikan dan merepresentasikan peristiwa sejarah.

Ciri-ciri Sejarah Sebagai Seni

Sejarah sebagai seni memiliki sifat atau karakteristik. Di bawah ini adalah sifat dan karakteristik dari sejarah sebagai seni:

Sejarah Memerlukan Intuisi

Di dalam memilih topik, sejarawan sering tidak dapat mengandalkan ilmu yang ia miliki. Ia akan memerlukan ilmu sosial dalam menentukan sumber-sumber apa saja yang harus dicari, demikian pula di dalam melakukan interpretasi data yang telah di dapatkan. Akan tetapi, sejarawan juga memerlukan intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan instingtif selama masa penelitian berlangsung. Setiap langkah memerlukan kepandaian sejarawan dalam memutuskan apa yang harus dikerjakan. Sering terjadi untuk memilih suatu penjelasan, bukan peralatan ilmu yang berjalan namun intuisi. Di dalam hal ini, cara kerja sejarawan sama seperti seorang seniman.

Baca Juga  Masalah Objektivitas dan Subjektivitas Sejarah

Sering kali sejarawan atau seorang penulis sejarah merasa tidak sanggup lagi melanjutkan tulisannya, terutama kalau itu beru deskripsi atau penggambaran peristiwa. Dalam keadaan tidak tahu itu, sebenarnya yang diperlukan adalah intuisi. Untuk mendapatkan intuisi, sejarawan harus bekerja keras dengan data-data (sebenarnya “data” sebab kata itu diartikan jamak; yang berasal dari bahasa latin datum yang berarti “pemberian”) yang ada, apa yang bisa dikerjakan. Di sinilah beda intuisi sejarawan dengan intuisi pengarang. Mungkin pengarang akan berjalan-jalan sambil melamun, tetapi sejarawan harus tetap ingat akan data-datanya.

Sejarah Memerlukan Imajinasi

Di dalam pekerjaannya, seorang penulis sejarah ataupun sejarawan harus dapat membayangkan apa yaitu sejarawan harus bisa menggambarkan atau membayangkan peristiwa sejarah yang terjadi dan apa yang terjadi sesudah peristiwa itu. Imajinasi seorang sejarawan juga harus bermain, semisal adalah jikalau ia ingin memahami bagaimana perang gerilya yang dilakukan oleh Jenderal Soedirman saat Agresi Militer Belanda II, ia dituntut pula untuk membayangkan sungai, pegunungan, hutan yang mungkin menjadi tempat yang baik untuk bersembunyi dan melakukan penyerangan.

Sejarah Memerlukan Emosi

Jika berkaca pada penulisan sejarah Romantik yang terjadi pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, sejarah dianggap sebagai cabang dari sastra. Akibatnya menulis sejarah disamakan dengan menulis sastra. Artinya menulis sejarah harus dengan keterlibatan emosional.

Orang-orang yang membaca karya sejarah haruslah dibuat seolah-olah ia hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa itu. Penulis sejarah harus berempati, harus menyatukan perasaannya dengan objek yang sedang ia teliti. Diharapkan sejarawan atau penulis sejarah dapat menghadirkan objeknya seolah-olah pembacanya mengalami sendiri peristiwa yang ia tulis itu.

Sejarah Memerlukan Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang baik bukan berarti gaya bahasa yang penuh bunga-bunga. Terkadang bahasa yang luas lebih menarik. Di dalam menulis sejarah gaya yang berbelit-belit dan tidak sistematis jelas merupakan bahasa yang jelek. Hal yang perlu dipahami adalah dalam menulis sejarah, deskripsi tentang peristiwa itu ibarat melukis yang naturalis. Di mana yang diperlukan adalah kemampuan untuk menuliskan secara detail suatu peristiwa.

Baca Juga  Sejarah Dan Ilmu-Ilmu Sosial

Untuk sejarah yang masih mungkin menggunakan metode sejarah lisan, detail itu dapat “diciptakan”. Melalui pertanyaan, sumber sejarah dapat “dipaksa” bercerita menurut keinginan sejarawan. Dengan bertanya-tanya pada sebanyak-banyaknya kesaksian orang untuk hal-hal yang detail, maka seorang sejarawan akan dapat terhindar dari kesalahan.

Contoh Sejarah Sebagai Seni

Sejarah dapat dipandang sebagai seni karena memiliki beberapa aspek dan elemen yang serupa dengan seni, seperti imajinasi, interpretasi, dan penggunaan narasi untuk menggambarkan peristiwa sejarah. Berikut adalah beberapa contoh sejarah sebagai seni:

  1. Seni Sastra Sejarah: Sejarah dapat dipelajari melalui sastra sejarah, yang menggunakan narasi dan gaya bahasa yang indah untuk menjelaskan peristiwa sejarah. Contohnya adalah buku-buku sejarah terkenal seperti “The Histories” karya Herodotus, dan “The Peloponnesian War” karya Thucydides.
  2. Seni Pemahaman Historis: Sejarah juga dapat dipandang sebagai seni dalam memahami peristiwa sejarah dan konteksnya. Dalam hal ini, sejarawan perlu menggunakan imajinasi dan interpretasi untuk memahami latar belakang dan konteks di balik peristiwa sejarah.
  3. Seni Visual Sejarah: Sejarah dapat direpresentasikan melalui seni visual seperti lukisan, patung, dan arsitektur. Contohnya adalah patung-patung sejarah seperti Patung Liberty di New York, dan karya seni rupa yang menggambarkan peristiwa sejarah seperti lukisan “The Death of Socrates” karya Jacques-Louis David.
  4. Seni Penceritaan Sejarah: Sejarah juga dapat dipandang sebagai seni penceritaan, yang menggunakan narasi untuk menjelaskan peristiwa sejarah dan membangun imajinasi bagi pembaca. Contoh dari seni penceritaan sejarah termasuk buku-buku sejarah populer seperti “A Brief History of Time” karya Stephen Hawking, dan “Guns, Germs, and Steel” karya Jared Diamond.

Dalam kesimpulannya, sejarah memiliki beberapa aspek dan elemen yang serupa dengan seni, seperti imajinasi, interpretasi, dan penggunaan narasi untuk menggambarkan peristiwa sejarah. Sejarah dapat direpresentasikan melalui seni visual seperti lukisan, patung, dan arsitektur, serta seni sastra dan penceritaan.

Baca Juga  Sejarah Sebagai Ilmu

Daftar Bacaan

  • Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
  • Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
  • Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Beri Dukungan

Beri dukungan untuk website ini karena segala bentuk dukungan akan sangat berharga buat website ini untuk semakin berkembang. Bagi Anda yang ingin memberikan dukungan dapat mengklik salah satu logo di bawah ini:

error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca