Senapati Krodamaruta (340)

Kedatangan Senapati Krodamaruta dari Kerajaan Calankayana ke Kerajaan Salakanagara pada tahun 340 bertepatan denga mangkatnya Raja Dewawarman VII. Sepeninggal Dewawarman VII dan disertai dengan kedatangan Senapati Krodamaruta dari Calankayana, menyebabkan kekisruhan melanda Salakanagara. Senapati Krodamaruta tiba di Rajatapura (ibukota Kerajaan Salakanagara).

Krodamaruta sendiri sebenarnya bukanlah orang yang benar-benar asing bagi keluarga Kerajaan Salakanagara. Krodamaruta adalah anak dari Gopala Jayangrana (putra ke-4 dari Dewawarman VI yang bertugas sebagai menteri di Kerajaan Calankayana). Senapati Krodamaruta tiba di ibukota Salakanagara di Rajatapura dari Kerajaan Calankayana bersama ratusan pasukan bersenjata lengkap dan langsung mengklaim dirinya sebagai penerus takhta Kerajaan Salakanagara tanpa menghiraukan adat pergantian kekuasaan yang selama ini telah biasa dijalankan oleh tradisi kerajaan ketika sang raja wafat.

senapati krodamaruta

Masa Pemerintahan Senapati Krodamaruta

Klaim sepihak yang dilakukan oleh Krodamaruta sebagai raja yang baru di Kerajaan Salakanagara menyebabkan konflik internal Kerajaan Salakanagara. Klaim sepihak yang dilakukan Krodamaruta terhadap takhta Kerajaan Salakanagara ini terjadi karena ia melihat peluang ketika ahli waris takhta Kerajaan Salakanagara yang sah adalah seorang perempuan, yaitu Spatikarnawa Warmandewi dan belum bersuami. Karena Spatikarnawa Warmandewi belum bersuami maka Krodamaruta mendaulat dirinya sebagai raja yang baru di Salakanagara.

Terdapat keanehan dari peristiwa klaim Senapati Krodamaruta terhadap takhta Kerajaan Salakanagara yang ditinggalkan oleh Dewawarman VII; pertama dengan klaim itu tidak ada protes atau pun perlawanan yang dilakukan di dalam internal Salakanagara, yang menyebabkan dugaan bahwa kalangan istana menganggap bahwa Senapati Krodamaruta masih merupakan kerabat jauh dan meskipun sebenarnya ia tidak disukai oleh keluarga istana dan penduduk Salakanagara karena melanggar adat pergantian kekuasaan, nampaknya mereka tidak menginginkan terjadi konflik terbuka antara Senapati Krodamaruta dengan pewaris takhta yang sah, Spatikarnawa Warmandewi. Sehingga membiarkan Krodamaruta berkuasa atas takhta Kerajaan Salakanagara.

Baca Juga  Sejarah Perang Korea (1950-1953)

Kemungkinan kedua adalah kedatangan Senapati Krodamaruta ke Rajatapura yang dengan membawa prajurit bersenjata lengkap tidak mendapatkan respon apapun dengan tindakan militer oleh Kerajaan Salakanagara. Dengan adanya hal ini, seolah menunjukkan kemampuan militer Salakanagara sepeninggal Dewawarman VII tidak begitu kuat, sehingga membiarkan Krodamaruta untuk memuluskan langkahnya sebagai raja di Salakanagara.

Krodamaruta tidak memerintah dalam jangka waktu yang lama, berdasarkan keterangan yang diberikan oleh naskah kuno, beruntunglah peristiwa yang tidak harmonis antara pemimpin dengan bawahan di Kerajaan Salakanagara ini tidak berlangsung lama, karena Senapati Krodamaruta tewas tertimpa batu besar yang longsor dari puncak bukit ketika sedang berburu di hutan. Senapati Krodamaruta hanya memerintah selama 3 bulan saja di Kerajaan Salakanagara. Sepeninggal Krodamaruta, maka Spatikarnawa Warmandewi didaulat sebagai raja Kerajaan Salakanagara.

Daftar Bacaan

  • Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa
  • Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 4 Parwa 2
  • Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 3 Parwa 2
  • Ayatrohaedi. 2005. Sundakala: cuplikan sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Ekajati, Edi S. 2005. Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Groeneveldt. W. P. 2009. Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Depok: Komunitas Bambu.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Hindu. Jakarta: Balai Pustaka.
error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca