Zaman Perundagian Di Indonesia

Perundagian Di Indonesia

Perundagian di Indonesia – Zaman perundagian di Indonesia atau yang biasa juga disebut dengan Zaman logam di Indonesia adalah suatu periodesasi sejarah Indonesia pada masa pra-aksara yang merupakan suatu bentuk evolusi kebudayaan manusia. Disebut dengan zaman logam karena perubahan kebudayaan ini ditandai dengan kemampuan manusia dalam melebur logam. Zaman perundagian di Indonesia terjadi setelah fase neolitikum di Indonesia. Di dalam artikel ini akan dijelaskan tentang zaman perundagian di Indonesia.

Pengertian Perundagian

Perundagian diambil dari kata undagi (bahasa bali) yang artinya sekelompok orang yang mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis usaha tertentu, misalnya pembuatan gerabah, perhiasan kayu, sampan, dan batu. Akan tetapi, masyarakat undagi di sini diartikan sebagai masyarakat yang terutama telah memiliki kepandaian atau keterampilan dalam melebur logam.

Ciri-Ciri Zaman Perundagian

Zaman Perundagian di Indonesia ini ditandai dengan ciri-ciri:

  1. Telah dibuatnya berbagai benda yang terbuat dari logam (besi dan perunggu);
  2. Berbagai benda yang terbuat dari bahan tanah liat yang telah dibuat dengan menggunakan roda pemutar dalam berbagai bentuk dan ukuran;
  3. Upacara penguburan;
  4. Masyarakat yang sudah menetap dan mempunyai keahlian kerja masing- masing;
  5. Mata pencaharian masyarakat yaitu beternak, bertani, dan berdagang, pembuatan perahu, pembuatan benda dari tanah liat, batu maupun logam;
  6. Pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan benda-benda alam.

Hasil Kebudayaan Zaman Logam

Berikut ini adalah hasil kebudayaan zaman perundagian di Indonesia;

Nekara Dari Perunggu

Nekara adalah gendang perunggu yang berbentuk seperti dandang berpinggang pada bagian tengahnya dengan selaput suara berupa logam atau perunggu. Nekara juga disebut sebagai kettledrum dan Sasih (Bali), tifa (Makassar), dan lainnya. Di bawah ini adalah beberapa jenis nekara yang ditemukan di Indonesia:

Nekara Tipe Pejeng

Nekara Pejeng juga disebut Bulan Pejeng, nekara ini berbentuk langsing bidang pukulnya yang menjorok keluar dari bagian bahunya. Bagian bahu berbentuk silinder atau lurus yang sama bentuknya pada kaki, dan mempunyai tinggi 190 cm dan garis tengah pukul 160 cm.

Penemuan Nekara Tipe Pejeng di Pulau Jawa

Nekara yang berhasil ditemukan di Pulau Jawa diantaranya terletak di Desa Tanurejo. Nekara yang ditemukan ini berupa bidang pukul dengan ukuran garis tengah 50 cm. Sedangkan nekara lainnya yang ditemukan di Desa Kradenanrejo memiliki tinggi 40 cm dan garis tengah bidang pukul sekitar 52,5 cm. Beberapa temuan yang juga terdapat pada nekara tersebut adalah :

  1. Manik-manik;
  2. Perhiasan emas;
  3. Benda-benda perunggu (fragmen wadah dan tutup, fragmen mangkuk, Fragmen mangkuk kecil, Tutup, Bejana, Fragmen perunggu, Fragmen ikat pinggang, dan Gantungan (bandul);
  4. Tombak dan pahat;
  5. Gelang dan cetakannya dan batu kapur;
  6. Fragmen gelang;
  7. Gerabah;
  8. Tulang hewan;
  9. Rangka manusia;

Selain penemuan nekara di Desa Tanurejo dan Desa Kradenrejo ditemukan juga nekara di Desa Traji. Nekara yang ditemukan di Desat Traji ini adalah nekara sebanyak dua buah tipe Heger I dan satu tipe pejeng. Temuan lainnya yang ditemukan di dalam nekara tersebut antara lain:

  1. Pecahan dari periuk, cawan, kendil, dan lainnya;
  2. Gelang dan benda berbentuk segi lima;
  3. Nekara perunggu yang terpecah;
  4. Sedangkan penemuan nekara yang ditemukan di Desa Gowok berjumlah 6 nekara. Dari keenam nekara itu, 5 nekara diantaranya adalah nekara tipe Heger I dan satunya nekara tipe Pejeng. Untuk nekara dengan tipe Pejeng hanya menyisakan bagian bidang pukul dengan garis tengah sekitar 50 cm.
Baca Juga  Kerajaan Akkadia (2334-2154 SM)
Penemuan Nekara Tipe Pejeng di Pulau Bali
perundagian di indonesia
Nekara Pejeng, salah satu peninggalan perundagian di Indonesia berada dalam posisi awal di Pura Penataran Sasih, Banjar Intaran, Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali

Di bawah ini adalah beberapa jenis nekara tipe pejeng yang ditemukan di Pulau Bali

  1. Nekara bulan pejeng ditemukan di Desa Pejeng yang berukuran 186,5 cm, garis tengah bidang pukul 160 cm, dan tepi bidang pukulnya setebal 3mm, dan badan nekara mempunyai lebar 25 cm. Nekara yang ditemukan di Desa Pejeng ini memiliki pola bintang dan bulu ekor merak pada bagian atas;
  2. Nekara dari desa Bebitra ini hanya menyisakan bidang pukulnya saja yang bergaris tengah 55 cm;
  3. Nekara dari Desa Pacung memiliki tinggi sekitar 84 cm dan garis tengah bidang pukul 62 cm, mempunyai pola bintang dua belas sinar dan garis melingkar, nekara ini ditemukan dalam keadaan bidang pukul yang hancur;
  4. Nekara dari Dari desa Ularan memiliki tinggi 27 cm dan garis tengah bidang pukul 16 cm, memiliki pola bintang dan garis melingkar pada bagian atas dan pola hias topeng berbentuk segitiga pada bagian bahu;
  5. Nekara dari Banjar Panek memiliki tinggi 45 cm dan garis tengah bidang pukul 22 cm, memiliki pola bintang dengan 8 buah sinar pada bidang pukul dan terdapat pola topeng pada bagian pegangan;
  6. Nekara dari Peguyangan memiliki ukuran haris tengah 40 cm, dan mempunyai pola hias berupa bintang beesimar delapan di bagian tengah;
  7. Nekara dari Desa Perean (disebut sangku) memiliki tinggi 48,5 cm dan garis tengah bidang pukulnya 28 cm, dan memiliki pola hias bintang dengan delapan sinar pada bagian atas nekara;
  8. Nekara dari Desa Manikliyu, nekara ini ditemukan bersamaan dengan sarkofagus (206 cm panjangnya), gerabah, rangka manusia, artefak logam, tulang hewan, dan manik-manik, nekara ini memiliki tinggi 120 cm dan garis bidang pukul 77 cm, nekara ini memiliki pola bintang yang bersinar delapan dan bulu burung merak pada bidang pukul;
Penemuan Nekara Tipe Pejeng di Pulau Lombok

Nekara tipe pejeng yang ditemukan di Lombok memiliki tinggi sekitar 110 cm dengan garis tengahnya 85,5 cm. Nekara tipe pejeng di Lombok ini memiliki pola geometris pada bagian bahu dengan kaki horizontal, sedangkan pada bagian pinggang vertikal.

Nekara Tipe Heger

Nekara Tipe Heger ini Awalnya ditemukan pada tahun 1687 di Pulau Serua: tifa gontor. Di bawah ini adalah beberapa jenis nekara tipe heger yang ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia:

Penemuan Nekara Tipe Heger di Pulau Sumatera
Jambi

Berasal dari dekat Danau Gadang, nekara ini berupa pecahan-pecahan dan sebuah timpan(bidang pukul) dengan garis tengah 75 cm. Hiasan yang masih tampak hanya patung kataknya

Bengkulu

Di daerah Bengkulu ditemukan dua nekara:

  1. Tipe Heger I di bumisari, bidang pukulnya telah pecah jadi dua, pola hiasnya aus, garis tengah bidang pukul 63 cm, tinggi 41,5 cm;
  2. Sedangkan satu nekara lagi ditemukan dengan bidang pukul yang sudah hilang, dengan tinggi 50 cm.
Lampung

Penemuan nekara tipe heger di Lampung ditemukan dari dua desa:

  1. Nekara dari Sri Minosari, tinggi 39 cm, garis tengah bidang pukul 39 cm, memiliki pola tumpal yang bertolak belakang, pola bintang bersinar 14 pada bidang pukul, dan pola hias perahu pada bagian bahu;
  2. Nekara dari Desa Panca Tunggal Jaya memiliki tinggi 59 cm dan garis tengah bidang pukul 58 cm, memiliki pola hias bintang bersinar 12, dan pola hias duri ikan pada pegangan.
Penemuan Nekara Tipe Heger di Pulau Jawa

Di Pulau Jawa juga ditemukan beberapa nekara tipe Heger. Di bawah ini adalah lokasi ditemukannya nekara tipe Heger di Pulau Jawa:

  1. Kabupaten Batang (garis tengah 59 cm, pola hiasnya pola bintang, geometris, dan burung);
  2. Kabupaten Semarang (bidang pukul 82,3 cm, pola hias bintang bersinar 12, geometris, burung, dan katak);
  3. Gunungpati (bidang pukul garis tengah 58,5 cm, pola hiasnya bintang bersinar 10, geometris, burung dan burung perparuh panjang);
  4. Kabupaten Temanggung (ditemukan 1 nekara tipe pejeng dan 2 buah tipe Heger I);
  5. Kabupaten Rembang (3 buah nekara di Sulang yang garis tengahnya 17,5 cm dan pola hiasbintang, geometris, dan bulu burung ; Kedungmulyo garis tengah 59.7 cm, pola hias bintang. bulu burung, geometris ; Plawangan yang ditemukan juga rangka, tulang hewan, gerabah, dan fragmen lainnya;
  6. Kabupaten Tuban (tinggi 74cm garis tengah 93 cm, pola hias geometris);
  7. Kradenanrejo (tinggi 42 cm, garis tengah bidang 27 cm, pola bintang, huruf f dan garis bergelombang);
Baca Juga  Keruntuhan Kerajaan Tarumanegara (abad ke-7 M)
Penemuan Nekara Tipe Heger di Lombok

Selain nekara tipe pejeng, di Pulau Lombok juga ditemukan nekara tipe heger dengan tinggi 48,5 cm dan garis tengah bidang pukul 63 cm. Pada bagian bidang pukul berpola bintang dengan 12 sinar dan pola burung.

Penemuan Nekara Tipe Heger di Pulau Sangeang

Nekara yang ditemukan di Pulau Sangeang ini masih dalam kondisi yang utuh, dan memiliki tinggi 55 cm garis tengah bidang pukul 92 cm, bidang pukulnya berpola hias bintang tengah, bulu burung, geometris dan katak.

Penemuan Nekara Tipe Heger di Pulau Sumbawa

Nekara tipe heger yang ditemukan di Pulau Sumbawa memiliki tinggi 40 cm dan garis tengah bidangnya 51 cm, memiliki pola bintang bersinar 12, meander, dan pola burung paruh panjang.

Penemuan Nekara Tipe Heger di Pulau Rote

Nekara tipe Heger yang ditemukan di Pulau Rote memiliki tinggi 72,8 cm, garis tengah 59 cm, memiliki pola bintang bersinar 12, di sekeliling bintang terdapat lingkaran memusat, pola tangga, buru burung, dan pola meander.

Penemuan Nekara Tipe Heger di Pulau Alor

Nekara tipe Heger yang ditemukan di Pulau Alor memiliki tinggi 67,5 cm dan garis tengah bidang pukul 92 cm, mempunyai pola bintang bersinar 12, geometris, bulu burung, katak, dan perahu.

Penemuan Nekara Tipe Heger di Pulau Kalimantan

Nekara tipe Heger yang ditemukan di di Pulau Kalimantan tepatnya ditemukan di Kotawaringin lama. Nekara tipe heger ini memiliki dengan tinggi 44 cm dan garis tengah bidangnya 45 cm, hiasan yang masih nampak adalah pola bintang dan pola garis melingkar.

Penemuan Nekara Tipe Heger di Pulau Selayar

Nekara tipe Heger yang ditemukan di Pulau Selayar memiliki tinggi 92 cm dengan hgaris bidang tengah 102,6 cm, memiliki pola geometris, yaitu tumpal, meander, dan lingkaran tangen, dan pola lainnya.

Penemuan Nekara Tipe Heger di Kepulauan Maluku

Nekara tipe Heger yang ditemukan di Kepulauan Maluku memiliki tinggi sekitar 69 cm dan garis tengah bidang pukulnya 97 cm, pola hias pada pinggang terdiri dari pola meander, tangga, lingkaran , serta bulu burung.

Penemuan Nekara Tipe Heger di Irian Jaya/Papua

Nekara tipe Heger yang ditemukan di Irian Jaya atau Papua ditemukan sebanyak tiga buah. Ketiga nekara itu memiliki buah bidang pukul dengan garis tengah rata-rata 60 cm, nekara ditemukan di tepi Danau Ayamaru, Kab. Sorong, dan Teluk Cenderawasih. Oleh masyarakat setempat dinamakan bo ri yang artinya barang sakti, dan bo so napi yang artinya ibu tua, benda-benda ini digunakan sebagai jimat.

Nekara Yang Tidak Dibuat Dari Perunggu

Selain nekara yang terbuat dari Perunggu, terdapat juga nekara yang tidak terbuat dari perunggu di Indonesia. Nekara yang tidak terbuat dari bahan perunggu juga ditemukan, tepatnya di Bima. Di Bima berhasil ditemukan dua buah nekara yang terbuat dari batu, batu besar dengan pahatan nekara disebut batu gajah, batu ini berbentuk oval dan berukuran 2,17 m, serta dipahat diseluruh bagian batunya. Pahatan ini menggambarkan hewan, manusia, perhiasan, dan pedang atau parang, yang menampilkan diorama seperti kedua orang yang digambarkan menunggangi gajah sambil menggendong nekara.

Fungsi Nekara

Di bawah ini adalah fungsi dari Nekara:

  1. Alat Musik;
  2. Objek ritual Keagamaan;
  3. Sebagai alat tukar;
  4. Sebagai benda pusaka.

Kapak Perunggu

Kapak Perunggu merupakan salah satu hasil kebudayaan perundagian yang banyak ditemukan di Indonesia. Di bawah ini adalah beberapa jenis kapak perunggu yang ditemukan di Indonesia:

Tipe I

Tipe dasar, lebar dengan penampang lonjong, garis puncak tangkai cekung atau lurus:

1) Subtipe A, Tangkai panjang, tajaman berbentuk cembung;
2) Subtipe B, Kedua sisi kapak melengkung ke dalam;
3) Subtipe C, Tangkai panjang dan cekung di pangkal.

Tipe II

Tipe ekor burung seriti yang ujung tangkainya membelah seperti ekor burung

Tipe III

Tipe pahat, memiliki tangkai yang lebih panjang daripada tajamannya

Tipe IV

Tipe tembilang, tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian bahu lurus ke arah sisi-sisinya

Tipe V

Tipe bulan sabit, mata kapak berbentuk bulan sabit, bagian tengah lebar dan menyempit kedua sisi

Tipe VI

Tipe jantung, mata kapak seperti jantung, tangkai panjang dengan pangkal cekung, bagian bahu melengkung pada ujung.

Tipe VII

Tipe Candrasa, tangkai pendek dan melebar pada pangkalnya

Tipe VIII

Tipe Kapak Rote, puncak tangkai berbentuk cakram, gepeng dan panjang

Bejana Perunggu

Bejana perunggu berbentuk bulat panjang seperti keranjang untuk tempat ikan yang diikatkan di pinggang kala orang mencari ikan. Bejana dibuat dari dua lempengan perunggu yang cembung yang dilekatkan pada pacuk besi pada sisi- sisinya.

Baca Juga  Pengakuan Negara-Negara Arab Terhadap Kemerdekaan Indonesia

Patung Perunggu

Patung perunggu di Indonesia dapat berbentuk hewan atau orang, Patung yang berbentuk orang berupa penari bergaya dinamis, pada penari yang berpakaian, pakaiannya berupa cawat dan kadang badan diberi penutup badan berupa pilin. Kedua kaki dan tangan memakai gelang, leher memakai kalung, dan hiasan telinganya berbentuk pilin.

Perhiasan Perunggu

Pola hias pada perhiasan berupa gelang adalah pola tumpal, garis, tangga, duri ikan, dan kerucut. Pada cincin yang ditemukan di Kedu memiliki mata cincin yang berbentuk kambing jantan.

Senjata Perunggu Lainnya

a. Ujung tombak berbentuk daun (Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah)
b. Belati (Prajekan)
c. Mata pancing (Gilimanuk)
d. Ikat pinggang berpola geometris (Prajekan)
e. Penutup lengan (Danau kerinci dan Tamanbali)
f. Bandul (Bogor)
g. Fragmen kalung (Malang)
h. Kelintingan (Bali)

Teknik Pembuatan Benda Perunggu

Zaman Perundagian di Indonesia amat terkait dengan pembuatan benda-benda dari perunggu. Di dalam proses pembuatan benda perunggu, terdapat dua teknik pembuatan, diantaranya adalah teknik setangkup atau yang biasa dikenal dengan teknik bivalve, dan teknik cetakan lilin (a cire perdue). Di bawah ini adalah teknik pembuatan benda perunggu:

Teknik Setangkup (Teknik Bivalve)

Menggunakan dua cetakan yang ditangkupkan, cetakan diberi lubang pada bagian atas dan dari lubang dituangkan logam yang telah mencair ke dalam cetakan, lalu cetakan dibuka jika perunggu sudah dingin

Teknik Cetakan Lilin ( A Cire Perdue)

Bentuk bendanya dibuat lilin yang berisi tanah liat, cetakan lilin ini dihias, bentuk lilin yang telah lengkap dibungkus lagi dengan tanah liat yang lunak, pada bagian atas dan bawah cetakan diberi lubang dan diisi perunggu cair. Dari lubang bagian bawah akan mengalirkan lilin yang meleleh, setelah perunggu dingin, cetakan dipecahkan.

Benda-Benda Besi

  1. Mata kapak
  2. Alat bermata panjang
  3. Mata pisau berbagai ukuran
  4. Mata sabit yang melingkar
  5. Mata alat penyiang rumput
  6. Mata pedang
  7. Mata tombak
  8. Gelang besi

Gerabah

Di bawah ini adalah beberapa jenis gerabah yang ditemukan di berbagai tempat di Indonesia sebagai hasil kebudayaan zaman perundagian di Indonesia:

Kompleks Gerabah Buni

Gerabah yang ditemukan berasosiasi dengan tulang belulang manusia, sehingga dimungkinkan bahwa fungsi gerabahnya adalah sebagai bekal kubur atau keperluan sehari-hari. Selain tulang, ditemukan juga beberapa artefak lain seperti logam, perhiasa, manik-manik, dan lainnya. Sebagian gerabah berwarna kelabu dan sebagian lagi berwarna merah.

Kompleks Gerabah Kalumpang

van Heekeren mencatat sebanyak 955 gerabah Kalumpang tanpa hiasan yang diperkirakan berasal dari masa bercocok tanam. dan sisanya berasal dari masa perundagian yang ditandai dengan hiasan pola geometris seperti tumpal, meander, segi empat, pilin, dan lingkaran-lingkaran kecil, dan ada juga pola hias kulit kerang.

Manik-Manik

Pada masa perundagian, manik-manik dibuat dari bermacam-macam bahan dengan berbagai bentuk dan warna. Fungsi manik-manik pada masa itu adalah sebagai benda pusaka atau sebagai alat tukar. Manik-manik dibuat dengan cara penggosokan pada batu-batuan, lalu menggurdi batu-batuan dari dua arah.

Kehidupan Masyarakat Zaman Perundagian di Indonesia

Kehidupan Sosial-Ekonomi

Pada masa perundagian di Indonesia, tata kehidupan semakin teratur dan terdapat kemajuan-kemajuan teknologi, hal yang diupayakan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan serta terdapatnya surplus dalam memenuhi keperluan hidup mengakibatkan meningkatnya jumlah penduduk di mana-mana.

Perdagangan pun sudah terjadi, dengan memanfaatkan perahu bercadik yang dapat menghubungkan satu daerah dengan daerah lain. Meskipun demikian, perburuan terhadap binatang seperti harimau dan kijang masih dilakukan, akan tetapi ada penambahan fungsi yaitu sebagai ajang untuk menunjukkan keberanian.

Kehidupan Sosial-Budaya

Pada masa perundagian di Indonesia, hal yang paling menonjol adalah kepercayaan kepada pengaruh arwah nenek moyang terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya. Oleh karena itu arwah nenek moyang harus diperhatikan melalui upacara-upacara. Penghormatan itu juga harus diberikan terhadap orang-orang yang sudah meninggal dengan memberi persajian selengkap mungkin dengan maksud mengantar arwah dengan sebaik-baiknya ke tempat tujuannya yaitu dunia arwah. Penguburan orang yang meninggal dilaksanakan dengan cara :

  1. Penguburan Langsung (Primer) : mayat langsung dikuburkan di tanah atau diletakkan dalam suatu wadah di dalam tanah;
  2. Penguburan Tidak Langsung (Sekunder) : Mengubur mayat lebih dulu dalam tanah atau kadang-kadang dalam peti kayu yang dibuat berbentuk perahu.
  3. Wadah kubur dibuat dari batu (sarkofagus, kalamba, waruga, peti kubur batu, pandusa, roti, kubur silindris. Pada kubur batu ini rangka ditemukan dalam posisi membujur, terlipat menghadap ke atas atau terlipat miring ke sisi);
  4. Tanah liat (tempayan atau jenis gerabah yang berukuran paling besar dibanding jenis gerabah lainnya), dan logam (nekara tipe Pejeng I dan Heger I).

Daftar Bacaan

  • Brown, P.; Sutikna, T.; Morwood, M. J.; Soejono, R. P.; Jatmiko; Wayhu Saptomo, E.; Rokus Awe Due. 2004. “A new small-bodied hominin from the Late Pleistocene of Flores, Indonesia”. Nature. 431 (7012): 1055–1061.
  • MacKinnon, Kathy. 1986. Alam Asli Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
  • Mark Lipson; Po-Ru Loh; Nick Patterson; Priya Moorjani; Ying-Chin Ko; Mark Stoneking; Bonnie. 2014. “Reconstructing Austronesian population history in Island Southeast Asia”. Nature. 5: 4689.
  • Morwood, M.; Soejono, R. P.; Roberts, R. G.; Sutikna, T.; Turney, C. S. M.; Westaway, K. E.; Rink, W. J.; Zhao, J.- X.; van den Bergh, G. D.; Rokus Awe Due; Hobbs, D. R.; Moore, M. W.; Bird, M. I.; Fifield, L. K. 2004. “Archaeology and age of a new hominin from Flores in eastern Indonesia”. Nature. 431 (7012): 1087–1091.
  • Pope, G. G. 1988. “Recent advances in far eastern paleoanthropology”. Annual Review of Anthropology. 17 (1): 43–77.
  • Whitten, T; Soeriaatmadja, R. E.; Suraya A. A. 1996. The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd.

Beri Dukungan

Beri dukungan untuk website ini karena segala bentuk dukungan akan sangat berharga buat website ini untuk semakin berkembang. Bagi Anda yang ingin memberikan dukungan dapat mengklik salah satu logo di bawah ini:

error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca