Meganthropus Paleojavanicus
Meganthropus Paleojavanicus – Fosil hominidae yang paling primitif yang pernah ditemukan di Indonesia disebut Meganthropus palaeojavanicus. Fosil Meganthropus ditemukan di Indonesia oleh Ralph von Koenigswald pada tahun 1941 di Sangiran. Jenis manusia purba ini diperkirakan sebagai manusia tertua yang hidup di Jawa. Diperkirakan Meganthropus hidup sekitar 2 juta – 1 juta tahun yang lalu, bertepatan dengan masa Pleistosen Bawah. Fosil ini disebut dengan nama Meganthropus palaeojavanicus, yang berarti manusia bertubuh besar dan tertua dari Jawa. Di dalam artikel ini akan dijelaskan tentang Meganthropus palaeojavanicus.
Penemuan Fosil Meganthropus Palaeojavanicus
Fragmen-fragmen rahang bawah dan atas serta gigi-gigi lepas ditemukan oleh Marks pada tahun 1962 di lapisan terbawah formasi Kabuh, temuan-temuan yang didapat kemdian mungkin ada yang dapat digolongkan ke dalam Meganthropus, seperti gigi-gigi lepas, yang masih dalam penelitian. Karena holotypus Meganthropus adalah rahang bawah, terdapat kesukaran dalam menggolongkan temuan yang bukan rahang bawah ke dalamnya.
Temuan Meganthropus palaeojavanicus yang pertama adalah fragmen rahang atas kiri dengan geraham kedua dan ketiga, serta sebagian geraham pertama. Namun, yang pertama kali diumukan yaitu fragmen rahang bawah sebelah kanan dengan kedua geraham muka dan geraham pertama. Sebetulnya bersama dengan fragmen tersebut ditemukan pula fragmen rahang bawah kiri bagian belakang dengan ketiga geraham. Ketiga geraham ini dianggap kepunyaan satu hominidae.
Temuan yang berikut adalah yang terdiri atas rahang bawah dengan gigi-gigi, mulai dari geraham pertama kiri sampai geraham ketiga kanan; hanya yang belakangan ini yang utuh. Badan rahang sebelah kanan mengalami patah dari muka membujur ke belakang, yang mungkin terjadi semasa hidup. Ada dugaan bahwa kerusakan ini disebabkan oleh buaya, tetapi secara biologis tidaklah mungkin buaya menggigit sebelah rahang demikian.

Rahang bawah Meganthropus palaeojavanicus mempunyai batang yang sangat tegap dan geraham yang besar-besar. Pada permukaan kunyah tajuknya terdapat banyak kerut, tetapi bentuk giginya adalah hominin. Otot-otot kunyah Meganthropus palaeojavanicus niscaya sangat kukuh, oleh karena itu mukanya diperkirakan masif dengan tulang pipi tebal, tonjolan kening yang mencolok, dan tonjolan belakang kepala yang tajam serta tempat perletakan yang besar bagi otot-otot tengkuk yang kuat, dagu tidak ada pada diri Meganthropus. Perawakannya kira-kira juga tegap. Melihat giginya, makanannya diperkirakan terutama tumbuh-tumbuhan.
Sukar menempatkan dengan pasti kedudukan Meganthropus palaeojavanicus dalam evolusi manusia dan hubungannya dengan Pithecantropus. Hal ini dikarenakan temuan-temuan Meganthropus masih sangat sedikit. Sebagian ahli menggolongkan ke dalam Pithecantrophus atau Homo, jika genus-genus ini digabungkan.
Dalam hal ini, ada yang menggolongkannya sebagai Homo habilis, Homo palaeojavanicus, Homo erectus, atau Homo sapiens erectus; tetapi ada ahli yang menganggapnya sebagai Australopithecus. Barangkali jika rahang bawah Meganthropus ditemukan bersama rahang atas atau tengkoraknya, barulah persoalan ini dapat dipecahkan.
Ciri-Ciri Meganthropus palaeojavanicus
Di bawah ini merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh Meganthropus palaeojavanicus:
- Fosil Meganthrophus palaeojavanicus yang ditemukan berupa fragmen rahang bawah yang sangat besar, massif dan bentuknya sangat primitif, dan memiliki beberapa geraham.
- Meganthrophus palaeojavanicus tidak memiliki tulang dagu, sementara tonjolan keningnya sangat mencolok dan tonjolan belakang kepala yang tajam, serta otot-otot tengkuk yang kuat.
- Meganthrophus palaeojavanicus merupakan pemakan tumbuh-tumbuhan. Pada rahang dan geraham-gerahamnya ditemukan beberapa ciri manusia dan kera, tetapi sudah lebih condong kepada ciri manusia jika dibandingkan dengan kera.
- Meganthrophus palaeojavanicus merupakan pendukung kebudayaan Paleolithikum di Indonesia dengan kehidupannya sebagai masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan.
Daftar Bacaan
- Kaifu, Y.; et al. 2005. “Taxonomic affinities and evolutionary history of the Early Pleistocene hominids of Java: dentognathic evidence”. American Journal of Physical Anthropology. 128 (4): 709–726.
- Koenigswald, G. H. R. 1973. “Australopithecus, Meganthropus and Ramapithecus”. Journal of Human Evolution. 2 (6): 487–491.
- Kramer, A.; Konigsberg, L. W. 1994. “The phyletic position of Sangiran 6 as determined by multivariate analysis”. Courier Forschungsinstitut Senckenberg. 171: 105–114.
- Krantz, G. S. 1975. “An explanation for the diastema of Javan erectus Skull IV”. In: Paleoanthropology, Morphology and Paleoecology. La Hague: Mouton.
- Orban-Segebarth, R.; Procureur, F. 1983. “Tooth size of Meganthropus palaeojavanicus”. Journal of Human Evolution. 12 (8): 711–720.
- Robinson, J T. 1953. “Meganthropus, australopithecines and hominids”. American Journal of Physical Anthropology. 11 (1): 1–38.
- Tyler, D. E. 2001. “Meganthropus cranial fossils from Java”, Human Evolution, 16 (2): 81–101.
- Kramer, Andrew. 1994. “A critical analysis of claims for the existence of Southeast Asian australopithecines”. Journal of Human Evolution. 26 (1): 3–21.