Tamperan Barmawijaya (732-739)

Tamperan Barmawijaya (Rakryan Tamperan/ Rakeyan Tamperan) diangkat sebagai raja di Kerajaan Sunda untuk menggantikan Sanjaya pada tahun 732 M. Tamperan Barmawijaya sendiri pernah diangkat sebagai perwakilan dari Sanjaya di Kerajaan Galuh. Namun, ketika diutus oleh Sanjaya di Kerajaan Galuh, Tamperan Barmawijaya terlibat permasalahan di mana ia menjalin asmara dengan Dewi Pangrenyep.

Dewi Pangrenyep sendiri adalah istri kedua dari Premana Dikusuma, raja Kerajaan Galuh yang diangkat berdasarkan hasil musyawarah untuk menyelesaikan permasalah Kerajaan Galuh pasca tewasnya Purbasora pada tahun 723 M. Asmara antara Tamperan Barmawijaya dengan Dewi Pangrenyep itu melahirkan seorang putra yang bernama Sang Banga pada tahun 724 M.

Tamperan Barmawijaya Menggantikan Rahyang Sanjaya

Ketika dilantik sebagai raja Kerajaan Sunda pada tahun 732 M, Rakrya Tamperan tidak memiliki seorang permaisuri meskipun ia memiliki anak (Sang Banga) yang telah berusia sembilan tahun dari hasil asmaranya dengan Dewi Pangrenyep, istri kedua dari Premana Dikusuma. Tamperan Barmawijaya kemudian merencanakan pembunuhan terhadap Premana Dikusuma yang berhasil ditewaskan pada tahun yang sama, 732 M. 

Dengan meninggalnya Premana Dikusuma, Dewi Pangrenyep dan Dewi Naganingrum yang keduanya merupakan istri Premana Dikusuma dinikahkan oleh Tamperan Barmawijaya. Namun, kini Dewi Pangrenyep sebagai permaisuri sedangkan Dewi Naganingrum sebagai selir. Ketika berstatus sebagai istri Premana Dikusuma, Dewi Naganingrum memiliki seorang anak yang bernama Manarah yang lahir lebih dahulu dibandingkan Banga. Manarah lahir pada tahun 718 M sedangkan Banga lahir pada tahun 724 M.

Tamperan Barmawijaya Bertakhta Di Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh

Setelah Premana Dikusuma tewas, Tamperan Barmawijaya menyusun rencana dan menyebarkan berita tewasnya Premana Dikusuma dan telah berhasil menangkap pelakunya. Sehingga, Tamperan Barmawijaya dianggap berjasa bagi Kerajaan Galuh. Tamperan Barmawijaya kemudian diangkat pula sebagai raja di Kerajaan Galuh sehingga ia berkuasa atas kedua kerajaan itu. Manarah atau yang biasa dikenal dalam cerita rakyat sebagai Ciung Wanara diperlakukan sebagai anak oleh Tamperan Barmawijaya. Tamperan Barmawijaya kemudian memerintah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh semenjak kematian Premana Dikusuma pada tahun 732 M sampai dengan perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Manarah, anak Premana Dikusuma pada tahun 739 M.

Baca Juga  Kolonialisme Dan Imperialisme: Pengertian, Definisi Dan Perbedaan

Manarah Merebut Kembali Takhta Kerajaan Galuh

tamperan barmawijaya

Balagantrang, sepupu Premana Dikusuma yang berhasil lolos dari kejaran Sanjaya di tahun 723 M, mempersiapkan pasukan di Geger Sunten untuk merebut kembali takhta Kerajaan Galuh. Manarah yang lambat laun mengetahui ayahnya dibunuh oleh Tamperan Barmawijaya segera bergabung untuk menghimpun kekuatan bersama Balagantrang. Pada tahun 739 M, Balagantrang dan Manarah menyerang Kerajaan Galuh. Tamperan Barmawijaya dan istrinya, Dewi Pangrenyep ditangkap dan dipenjarakan. Sedangkan Banga, anak Tamperan Barmawijaya dan Dewi Pangrenyep diperlakukan dengan baik oleh Manarah, sebab ia merupakan saudara satu ibu.

Meskipun diperlakukan dengan baik oleh Manarah, namun Banga atau Hariang Banga merasa tidak lega apabila orangtuanya (Tamperan Barmawijaya dan Dewi Pangrenyep) berada di penjara. Harian Banga kemudian berupaya untuk membebaskan kedua orangtuanya. Harian Banga kemudian berhasil membebaskan Tamperan Barmawijaya dan Dewi Pangrenyep dan melarikan diri ke Jawa Tengah untuk meminta bantuan kepada Kerajaan Mataram yang pada saat itu dipimpin oleh Sanjaya, kakeknya sendiri.

Di dalam proses pelarian itu, Tamperan Barmawijaya (Tamperan Bramawijaya/Raja Bondan) dan Dewi Pangrenyep berhasil dikejar oleh pasukan Kerajaan Galuh dan berhasil ditewaskan. Dengan tewasnya Tamperan Barmawijaya pada tahun 739 M dalam pelarian menuju Kerajaan Mataram, maka takhta Kerajaan Sunda jatuh ke tangan anaknya, Harian Banga.

Daftar Bacaan

  • Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawadwipa
  • Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 4 Parwa 2
  • Pustaka Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara Sarga 3 Parwa 2
  • Atja & Ekajati, E.S. 1989. Carita Parahiyangan “karya tim pimpinan pangeran wangsakerta”. Bandung: Yayasan Pembangunan Jawa Barat.
  • Ayatrohaedi. 2005. Sundakala: cuplikan sejarah Sunda berdasarkan naskah-naskah “Panitia Wangsakerta” Cirebon. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Danasasmita, S. 1983. Sejarah Bogor. Bogor: Paguyuban Pasundan Cabang Kodya Bogor.
  • Ekajati, Edi S. 2005. Polemik Naskah Pangeran Wangsakerta. Jakarta: Pustaka Jaya.
  • Groeneveldt. W. P. 2009. Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Depok: Komunitas Bambu.
  • Iskandar, Yoseph.1997. Sejarah Jawa Barat (Yuganing Rajakawasa).Bandung: Geger Sunten
  • Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Notosusanto (ed.). 2011. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Hindu. Jakarta: Balai Pustaka.
Baca Juga  Kerajaan Pajang (1554-1587)
error: Content is protected !!

Eksplorasi konten lain dari Abhiseva.id

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca

Scroll to Top